Antrean itu membuat beberapa penumpang sempat cekcok. Penumpang yang berusaha menyerobot antrean dihardik penumpang yang antre. Beberapa pedagang yang ”menyusup” ke area stasiun juga terlihat menawarkan tiket ke penumpang dengan meminta lebihan uang Rp 2.000 dari tarif.
Beberapa penumpang yang enggan antre juga keluar dari pintu elektronik yang terlihat berdesakan. Beberapa orang yang tak sabar juga memilih menerobos palang pintu.
”Jumlahnya di luar perkiraan. Banyak wajah baru yang sebelumnya tidak menggunakan KRL commuter line,” ujar Wakil Kepala Stasiun Besar Bogor Darmin.
Hingga Senin siang, sebanyak 20.345 tiket terjual di Stasiun Besar Bogor. Darmin tidak punya data perbandingan KRL commuter line dan KRL ekonomi. Namun, kasatmata, jumlah pengguna KRL commuter line melonjak dibandingkan sebelum penerapan tarif progresif.
Hal itu yang menjadi penyebab antrean panjang. Di sisi lain, petugas membutuhkan waktu lebih lama karena untuk memberikan tiket perjalanan tunggal harus memerinci stasiun tujuan akhir. Belum lagi mengembalikan uang penumpang.
Untuk mengurangi antrean di loket, Kepala Stasiun Sudimara Suardi menyarankan agar penumpang memanfaatkan tiket multitrip. Hingga kemarin, pihaknya sudah menjual 2.600 tiket multitrip. ”Dengan tiket multitrip, penumpang tak perlu antre di loket, tetapi langsung masuk ke peron,” ujarnya.
Tentu, demi perubahan yang lebih baik, PT KAI tak bisa berjalan sendiri. Penumpang harus menyesuaikan perilaku dengan sistem. (Gal/ray/PIN/K10)