Hal sama juga terjadi saat penumpang hendak keluar dari peron. Di Stasiun Palmerah, penumpang yang turun bertemu dengan penumpang yang masuk peron sehingga membuat antrean panjang karena gerbang elektronik tak dipisah untuk masuk ke peron dan keluar dari peron.
Lamanya mengantre di stasiun menyebabkan penumpang terlambat sampai ke tempat tujuan. Abdul Wahab (59), warga Bogor Barat yang bekerja di Juanda, Jakarta Pusat, misalnya, sudah tiba di Stasiun Besar Bogor pukul 06.15. Ia semula berencana menggunakan KRL commuter line pukul 06.30. Namun, hingga pukul 07.15, ia masih berada 10 meter dari loket. Ia akhirnya terlambat masuk kantor pukul 08.00. Biasanya, ia hanya perlu antre 10-15 menit.
Dia meminta PT Kereta Api Indonesia membenahi sistem pelayanan penjualan tiket agar lebih efisien dan cepat sehingga tak merugikan penumpang.
Meski demikian, ia menyambut baik penerapan tarif progresif karena biaya perjalanan menjadi lebih murah. Ia bisa menghemat separuh pengeluaran dengan menggunakan commuter line.
Perubahan perilaku
Antrean itu membuat beberapa penumpang sempat cekcok. Penumpang yang berusaha menyerobot antrean dihardik penumpang yang antre. Beberapa pedagang yang ”menyusup” ke area stasiun juga terlihat menawarkan tiket ke penumpang dengan meminta lebihan uang Rp 2.000 dari tarif.
Beberapa penumpang yang enggan antre juga keluar dari pintu elektronik yang terlihat berdesakan. Beberapa orang yang tak sabar juga memilih menerobos palang pintu.
”Jumlahnya di luar perkiraan. Banyak wajah baru yang sebelumnya tidak menggunakan KRL commuter line,” ujar Wakil Kepala Stasiun Besar Bogor Darmin.
Hingga Senin siang, sebanyak 20.345 tiket terjual di Stasiun Besar Bogor. Darmin tidak punya data perbandingan KRL commuter line dan KRL ekonomi. Namun, kasatmata, jumlah pengguna KRL commuter line melonjak dibandingkan sebelum penerapan tarif progresif.
Hal itu yang menjadi penyebab antrean panjang. Di sisi lain, petugas membutuhkan waktu lebih lama karena untuk memberikan tiket perjalanan tunggal harus memerinci stasiun tujuan akhir. Belum lagi mengembalikan uang penumpang.
Untuk mengurangi antrean di loket, Kepala Stasiun Sudimara Suardi menyarankan agar penumpang memanfaatkan tiket multitrip. Hingga kemarin, pihaknya sudah menjual 2.600 tiket multitrip. ”Dengan tiket multitrip, penumpang tak perlu antre di loket, tetapi langsung masuk ke peron,” ujarnya.
Tentu, demi perubahan yang lebih baik, PT KAI tak bisa berjalan sendiri. Penumpang harus menyesuaikan perilaku dengan sistem. (Gal/ray/PIN/K10)
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.