Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suratan Takdir Keluarga Manusia Gerobak

Kompas.com - 27/07/2013, 21:03 WIB
Rahmat Fiansyah

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Hari itu, Mentari telah bersinar terik. Di sebuah jalan di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, tak jauh dari pelataran ruko terparkir dua buah gerobak kecil.  itu masih belum berkeliaran mencari rezeki. Ketika Kompas.com mendekat, tampak sebuah keluarga sedang asyik bercengkerama dan bersenda gurau.

Sepasang suami-istri terlihat berbaring di atas lipatan kardus yang terletak selemparan batu dari dua gerobak. Tak jauh dari situ, tiga orang perempuan tengah berbincang-bincang. Sementara itu, seorang bocah berlari-lari sendirian sembari sesekali mengorek-ngorek isi gerobak berharap ada sesuatu yang bisa dijadikan mainan.

"Biasanya sih udah ngider dari pagi, tapi karena si Wahyu lagi pusing, jadi ngider siangan," ujar Darmi (52), seorang ibu paruh baya, Sabtu (27/7/2013). Wahyu (37), pria yang masih tertidur, adalah anak kandungnya.

Pada bulan Ramadhan ini, Wahyu tetap menahan lapar dan dahaga hingga maghrib tiba. Darmi mengatakan, Wahyu sudah memulung sejak kecil. Ia memutuskan berhenti sekolah sejak kelas 4 SD demi membantu orangtuanya.

"Wahyu bilang sama saya mau ke Jakarta aja. Jualan koran. Untuk ngebantu ibunya cari duit," ujar Darmi.

Takdir ternyata berkata lain. Kini Wahyu menjadi "Manusia Gerobak". Bersama istrinya, Eri (42), belahan jiwa yang ia temui saat memulung, Wahyu mengukur jalan dengan gerobaknya demi mencari suap nasi dan membiayai masa depan anak tunggalnya, Andika yang masih berusia empat tahun.

Buah Jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya

Darmi biasa mengunjungi anaknya di akhir pekan. Dari rumahnya di Cileungsi, Jawa Barat, perempuan lima anak ini menumpang angkutan umum bersama dengan kakaknya, Sri (59). Suami Darmi sudah meninggal enam tahun yang lalu akibat stroke.

Darmi mengaku kini tak memulung lagi sejak. "Ibu mah sudah tua. Kena asam urat," ujarnya.

Wahyulah yang kemudian menjadi penerusnya. Darmi kini beralih profesi menjadi pengasuh anak saban Senin hingga Jumat dengan upah Rp 75 ribu per bulan. Ia masih memikul tanggung jawab membiayai adik-adik Wahyu bersekolah.

Dari hasil memulung yang menjadi mata pencaharian utamanya, Wahyu dan istrinya sendiri biasa mendapat penghasilan Rp 50 ribu per hari. Hasil pulungan mereka berupa bekas air mineral gelas, botol bekas, dan kardus bekas, biasanya disortir dan ditimbang berdasarkan beratnya. "Ada yang sekilo Rp 4.000. Ada yg Rp 5.000. Biasanya dapat sepuluh kilo sehari," jelas Wahyu.  

Berharap Kesehatan dan Sekolah Gratis  

Ditanya soal harapannya terhadap pemerintah, Darmi menjawab dengan yakin: kesehatan dan sekolah gratis. Para mantan kandidat kepala daerah di tempat tinggalnya sempat menjanjikan kesehatan dan sekolah gratis. Namun, janji tersebut dikatakan masih jauh panggang dari api.

Darmi mengaku tak mendapat Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Akibatnya, ia mengaku hidupnya semakin berat saat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi.

"Yang dulu pertama sih dapat. Sekarang mah enggak. Justru yang dapat orang-orang mampu. Saudara-saudara Pak RT malah banyak yang dapat," keluh Darmi.

Ketika mendatangi Puskesmas untuk mengobati asam uratnya, Darmi mengaku harus membayar Rp 3.000 tiap berkunjung. Tak hanya itu, untuk mendapat Kartu Tanda Penduduk (KTP) ia kerap dimintai bayaran sebesar Rp 20.000.

Meski dengan berbagai keterbatasan yang dimilikinya sebagai "Manusia Gerobak", Darmi mengaku tetap bersyukur dan tetap bersyukur. "Ya jalanin ajalah. Namanya juga hidup." ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Botol dan Batu, Polisi: Tak Ada yang Terluka dan Ditangkap

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Botol dan Batu, Polisi: Tak Ada yang Terluka dan Ditangkap

Megapolitan
Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Megapolitan
Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Megapolitan
Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Megapolitan
Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Megapolitan
Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Megapolitan
Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko 'Saudara Frame': Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko "Saudara Frame": Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Megapolitan
Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Megapolitan
Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Megapolitan
Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Megapolitan
DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

Megapolitan
Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Megapolitan
Saat Toko 'Saudara Frame' Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Saat Toko "Saudara Frame" Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com