Mereka juga berkenalan dengan sesama pemudik, atau berjalan-jalan di geladak helikopter yang terbuka dan luas. ”Belum pernah naik kapal. Ini saya anggap wisata,” ujar Hambara, yang rutin mudik bersepeda motor.
Penumpang yang kecapekan memilih tidur. Mereka yang tak kebagian kasur terpaksa harus tidur malam di atas geladak dibelai dinginnya angin laut.
Buka dan sahurDalam perjalanan, pemudik tak lantas lalai menunaikan kewajiban shalat. Ratusan orang mengikuti shalat Tarawih di mushala dan di geladak. Serka Tohari, staf operasi Komando Armada RI Kawasan Barat memimpin shalat Tarawih di geladak.
KRI Banda Aceh juga menyediakan makanan untuk berbuka puasa dan sahur. Menunya cukup menggoda: ayam goreng tepung, tempe goreng bersambal, dan sayur asam. Untuk memasak makanan ini, juru masak bekerja full team 8 orang dibantu 15 orang mengepak makanan di kotak-kotak styrofoam.
Di KRI Banda Aceh, total 145 personel TNI AL bertugas. KRI Banda Aceh yang memiliki kecepatan jelajah maksimal 14 knot (sekitar 26 km/jam) mulai dibuat tahun 2007 dan dirampungkan tahun 2010 oleh PT PAL, Surabaya. Kapal ini dipersenjatai dua meriam kaliber 22 mm. Sebanyak 5 helikoper jenis Bell 412 dan 30 tank amfibi dapat diangkut kapal dengan bobot mati 10.500 ton ini.
Senin (5/8), sekitar pukul 07.30, KRI Banda Aceh merapat dengan mulus di Dermaga Penumpang Pelabuhan Tanjung Emas. Total sekitar 20 jam waktu tempuhnya. Cukup lama, tetapi aman dan nyaman.
Mudik aman dan nyaman masih menjadi angan-angan jutaan pemudik di negeri ini. Kemacetan selalu mendera, terutama di Jawa, ketika 9,7 juta orang bergerak bersamaan dari Jakarta ke daerah-daerah lain.
Ke depan, mungkin perlu dipertimbangkan moda angkutan kapal laut untuk mudik dari Jakarta ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Siapa tahu mudik dengan kapal laut bisa jadi solusi kemacetan saat mudik Lebaran. (ERWIN EDHI PRASETYA)