Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Basuki: Silakan Datang ke Jakarta, asal...

Kompas.com - 13/08/2013, 07:17 WIB

Kan itu yang direvisi oleh Bapak Gubernur, kan. Kita ingin menata DKI menjadi modern, tetapi manusiawi. Nah, orang-orang itu kita pindahkan. Sama waktu kita menghancurkan di Waduk Pluit, Anda dipindahkan ke rumah susun yang full furnished. Ada kulkas, ada TV, segala lengkap, gas, cooker, Anda di rumah-rumah gubuk saja tidak punya. Tapi yang ribut siapa? Bukan yang ini yang ribut. Pemilik rumah sewa di permukiman kumuh yang ribut, karena yang namanya orang susah, mereka rumah kumuh pun tidak mampu beli di DKI. Dia hanya mampu sewa. Nah itu yang kita lakukan.

Bagaimana koordinasi dengan jajaran Anda soal operasi yustisi di kawasan usaha?

Kita dalam rapim sudah bicara dengan wali kota. Wali Kota Jakarta Pusat mengerti, Wali Kota Jakarta Timur mengerti, Wali Kota Jakarta Barat tadi laporan ke saya sudah mengerti. Besok kita mau bikin rakor lagi dengan asisten pemerintah. Nah, kita harapkan Wali Kota Jakarta Selatan, semua,  Jakarta Pusat, semua mengerti, Wali Kota Jakarta Utara juga mengerti. Kita akan serentak, kan tak bisa lagi Jakarta dibiarkan rusak. Selama ini kita merasa kacau, seolah-olah tak ada pemerintah. Kenapa? Karena tidak ada penegakan hukum.

Anda punya tujuh juta Satpol PP juga tidak guna, jadi pagar ayu. Meleng sepuluh menit, dia sudah pasang lapak lagi. Begitu Satpol PP sedikit, diledek-ledekin tidak berani karena tidak pernah ada penegakan hukum.

Sama juga mobil-mobil angkutan umum, berhenti seenaknya. Kenapa? Karena tidak ada sanksi. Nah, sekarang kita akan memberlakukan apa? Anda melanggar, berhenti sembarangan, izin trayek kamu harus dicabut. Cuma sekarang kita belum melakukan karena busnya belum cukup. Tunggu kami sudah beli bus 1.000, 2.000, kamu coba aja (langgar), kita akan cabut.

Artinya yang dibutuhkan Jakarta ini adalah soal ketegasan?

Memang cuma penegakan hukum saja.

Soal arus balik pascalibur Lebaran. Jumlah pemudik di Kampung Rambutan lebih banyak dibandingkan saat berangkat. Bagaimana menurut Anda?

Enggak usah khawatir. Kamu harus bayangkan begini, kalau kamu lihat orang datang di bandara, kamu senang dong? Turis banyak datang, gitu kan. Begitu juga yang di Kampung Rambutan. Yang penting, begitu dia enggak dapat uang, dia harus pulang kampung.

Soal survei BPS: 52.000 pendatang akan memenuhi Jakarta seusai Lebaran 2013?

Kalau 52.000 bawa Rp 10 juta lumayan, dia belanja di DKI. Yang masalah kan kalau 52.000 orang itu mau merampok. Itu kan repot. Kalau mereka masing-masing bawa Rp 10 juta, kenapa takut? Kan turis kan. Itu bukan masalah. Buktinya kita mengharapkan orang datang melulu. Jadi, pengertian tentang urbanisasi itu, jangan persepsi buruk, selama mereka bisa memberikan sumbangan yang baik uang yang baik, itu akan memberikan pertumbuhan ekonomi.

Jakarta saja yang paling aneh, anomali gitu. Kenapa banyak urbanisasi, justru pertumbuhan ekonomi tidak signifikan, tidak sesuai, tidak begitu penting. Ya karena itu tadi, masalahnya yang datang penghasilan di bawah kebutuhan hidup layak. Kenapa mereka bisa hidup di Jakarta? Karena ada pengembang pedagang kaki lima (PKL), yang siapin rumah-rumah petak. Kenapa bisa menyewakan begitu murah? Air bagi, listrik bagi, bisa kebakaran di mana-mana. Satu stop kontak disambungin sampai berapa biji, ya panas deh, kebakar, orang arusnya enggak cukup, sambungi kabel-kabel, itu yang masalah.

Termasuk ada bos MCK, mandi cuci kakus ada yang bangunin, makanya dengan PDAM hanya Rp 1.050 satu kubik, seenaknya pakai. Makanya kita mau naikkan. Orang tidak mampu Rp 1050 untuk 10 kubik, lebih dari itu Rp 10.000 per kubik.

Jadi Anda tidak masalah dengan 52.000 orang datang ke Jakarta?

Pernah enggak kamu ngerasa kekurangan pembantu rumah tangga? Kalau datang pembantu rumah tangga, berarti ekonomi Jakarta maju. Ketika suami istri ekonominya mau maju, kamu dapat pekerjaan lagi, kamu pasti butuh pembantu. Kenapa salah kalau yang datang pembantu dan kerja di rumah Anda? Yang salah kan kalau dia (pembantu itu) tinggal di rumah petak lagi.

Ali Sadikin pernah mengatakan, Jakarta kalau ingin nyaman dihuni atau jadi tempat tinggal yang nyaman, jumlahnya harus 800.000 sampai satu juta orang. Jumlahnya sudah 9,6 juta saat malam hari.

Dulu kan Pak Ali Sadikin enggak pernah kepikiran teknologi begitu canggih. Jakarta bisa dihuni 20-30 juta orang. 20 juta (saat malam hari) juga oke, tapi yang penting Anda harus punya infrastruktur jelas, transportasi massal mesti jelas, 13 sungai utama mesti bersih supaya bisa sediakan air bahan baku, pengolahan limbah di seluruh DKI harus ada, supaya air limbah tidak mengotori sungai dan laut.

Jadi, semua boleh datang ke Jakarta asal taat kepada peraturan?

Anda punya uang dan punya rumah. Kalau tinggal di pinggiran kota, di jalan-jalan, dan gubuk derita, ya enggak boleh.

Baca juga: Basuki: Yang Nembak KTP, Kita Pidanakan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Megapolitan
Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Megapolitan
Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com