JAKARTA, KOMPAS.com
 — Waduk Pluit semakin terbuka dan bersih seiring dibongkarnya 68 bangunan yang dihuni 77 keluarga di sisi barat dan utara, RT 019 RW 017 Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis (22/8/2013). Aparat sempat dihadang warga, tetapi pembongkaran berjalan lancar.

Sekitar 700 personel Satpol PP dan polisi diturunkan dalam pembongkaran itu. Mereka sempat dihadang saat akan masuk ke jalan utama RT 019 RW 017 di sisi utara waduk. Warga menolak pindah serta menuntut rumah susun dan ganti rugi bangunan.

Sejumlah ibu meronta dan meminta petugas menunda pembongkaran. Beberapa lelaki berteriak dan meminta aparat meninggalkan lokasi. Abdullah (23), penghuni RT 019 RW 017, mempertanyakan janji pemerintah memberi waktu dua tahun kepada warga untuk mengosongkan lahan.

"Berat untuk pindah ke rumah susun karena harus membayar sewa bulanan. Penghasilan warga umumnya pas-pasan. Tak sedikit yang hanya bekerja sebagai buruh cuci, tenaga kebersihan, dan pembantu rumah tangga," ujarnya.

Akan tetapi, warga akhirnya melunak. Mereka memilih membongkar dan mengangkut sendiri bangunannya. Personel Satpol PP membantu mengangkut kasur, perabot, dan barang-barang lain.

Enggan di rusun

Sejumlah warga mengaku belum tahu akan pindah ke mana. Mereka tidak mau tinggal di rusun yang ditawarkan pemerintah karena alasan jauh dari lokasi kerja dan tak punya cukup dana untuk membayar sewa. Sejumlah warga memilih mengontrak rumah di sekitar Waduk Pluit.

"Baiknya di rusun yang sekarang sedang dibangun karena dekat dengan tempat kerja, tetapi sampai sekarang belum jadi," kata Rumsini (26), salah satu warga setempat.

Koordinator Normalisasi Waduk Pluit, Heryanto, mengatakan, Dinas Perumahan DKI Jakarta telah mengalokasikan sekitar 100 unit rusun untuk penghuni 68 bangunan yang dibongkar tersebut. Lokasinya tersebar di beberapa rusun di Marunda, Muara Angke, dan Cengkareng.

Sedikitnya 24 keluarga telah bersedia pindah ke rusun. Sisanya, kata Heryanto, segera menyusul untuk pindah ke rusun dan sebagian warga memilih mengontrak rumah di daerah Penjaringan.

"Kami sudah menawarkannya dan kami tak bisa memaksa," ujarnya.

Camat Penjaringan Rusdiyanto datang menemui warga yang menolak pindah. Menurut dia, pemerintah daerah sudah berulang menyatakan tak akan memberikan ganti rugi karena mereka tinggal di lahan milik negara.

"Pemerintah daerah sudah memfasilitasi warga untuk pindah ke rusun. Jika tak mau juga, bukan salah pemerintah untuk membongkar hunian mereka karena memang liar," kata Rusdiyanto.

Warga yang menentang relokasi justru dinilai mengomersialkan lahan negara. Mereka membangun rumah kontrakan, bengkel, dan membuka usaha di area waduk.

Seperti sisi barat waduk yang telah kosong, sisi utara akan dibangun menjadi jalan inspeksi serta taman dan hutan kota. (MKN)