Proyek jalur lingkar kereta layang yang akan menelan dana Rp 9 triliun ini rencananya akan dibangun dalam dua tahap, yaitu lintas timur dengan panjang 10 kilometer dengan rute Kampung Bandan-Kemayoran-Senen-Pondok Jati serta lintas barat dengan panjang 17 kilometer dengan rute Manggarai-Tanah Abang-Angke-Kampung Bandan.
Pengamat transportasi, Danang Parikesit, menilai, jarak waktu pembangunan yang lama lebih disebabkan pada masa lalu belum ada peningkatan kualitas pelayanan perkeretaapian, terutama dalam layanan kereta rel listrik di kawasan Jabodetabek.
"Kalau sekarang timing-nya tepat karena saat ini PT KAI telah melakukan perbaikan, seperti pembenahan di setiap stasiun-stasiun, penyederhanaan rute, dan penetapan sistem tiket elektronik," katanya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (29/8/2013).
Menurut guru besar transportasi dari Universitas Gadjah Mada ini, membaiknya kinerja PT KAI terjadi sejak dua tahun lalu, tepatnya pada tahun 2011, ditandai terbitnya Peraturan Presiden No 83 Tahun 2011 yang menugaskan PT KAI untuk meningkatkan prasarana dan sarana kereta di jalur lingkar Jabodetabek dan kereta menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Setelah dua tahun, lanjut Danang, ternyata PT KAI dapat melakukan tugasnya dengan baik.
Hal itu membuka kembali kepercayaan pemerintah untuk menata ulang terhadap proyek-proyek infrastruktur kereta api yang pernah ada. "Setelah dua tahun PT KAI butuh support sehingga akhirnya pemerintah mengucurkan dana untuk pembangunan loopline layang ini," ujar Danang.
Tentang lambatnya perkembangan jalur kereta di Jakarta, Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Suroso Alimoeso sempat mengatakan, infrastruktur transportasi perkeretaapian di Jabodetabek lambat berkembang. Menurutnya, jalur kereta di Jakarta dibangun layang seluruhnya harusnya sudah sejak lama. Dengan begitu, itu tidak akan mengganggu layanan jalur darat lain, terutama kendaraan roda empat.
Hal itu, menurutnya, dapat dilihat tentu saja dari rentang jarak pembangunan antara jalur tengah dan jalur lingkar yang sangat lama. Padahal, dengan menggunakan jalur layang, potensi kecelakaan di perlintasan sebidang menjadi tidak ada dan pelayanan menjadi tidak terganggu. Maka, hal itu juga akan memberikan dampak positif, yaitu jumlah penumpang yang terangkut bisa lebih tinggi.
"Masalahnya perencanaannya ini tidak konsisten. Bukan malah dikembangkan, tapi justru stagnan sampai sekarang," katanya dalam diskusi Kebijakan Pembangunan dan Pengembangan Sistem Angkutan Umum Massal di kawasan Perkotaan, Rabu (20/2/2013), enam bulan lalu.
Suroso menegaskan, tidak dapat dipungkiri bahwa saat perekonomian masyarakat mengalami pertumbuhan, jumlah kendaraan pribadi, khususnya mobil, juga semakin meningkat. Akibat lambatnya pembangunan jalur kereta dari jalur konvensional di atas tanah menjadi jalur layang itu, layanan angkutan darat yang lain menjadi terganggu, terutama permasalahannya ada di perlintasan sebidang. Dampaknya, tentu saja, kemacetan lalu lintas.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan