"Mobil harus tetap dikategorikan barang mewah. Makin murah mobil, makin macet jalanan," ujar Eros (23) di Jakarta, Jumat (13/9/2013).
Pria yang bertempat tinggal di bilangan Condet, Jakarta Timur, tersebut sehari-hari menggunakan sepeda motor menuju kantornya di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat. Ia berpendapat, keberadaan mobil murah malah semakin menambah keruwetan jalanan di Jakarta. Imbasnya, kemacetan tersebut makin memperlambat lalu lintas ekonomi karena terganggunya distribusi barang. "Jadinya enggak efisien," katanya.
Ia menambahkan, jika mau mencontoh New York atau Tokyo, harga mobil seharusnya dinaikkan sehingga hanya orang-orang yang benar-benar kaya yang memiliki mobil, sementara kebanyakan orang menggunakan transportasi umum. "Tapi, kalau di desa ya (mobil murah) sah-sah saja untuk distribusi hasil tani," katanya.
Hal senada juga diungkapkan Khasyim (24). Mahasiswa jurusan Hukum Universitas Trisakti yang biasa menggunakan mobil dari tempat tinggalnya di Cibubur, Jakarta Timur, itu mengaku tidak setuju dengan kebijakan pemerintah pusat itu.
Ia pun bahkan memikirkan untuk tidak menggunakan mobil karena mahalnya harga bahan bakar minyak (BBM). "Dengan adanya mobil murah, buat apa adanya angkutan umum, bus, transjakarta?" katanya.
Sementara Arina (26), karyawan perusahaan swasta di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, mengapresiasi keinginan pemerintah pusat untuk mengakomodasi kelas menengah ke bawah untuk memiliki mobil murah. Kendati demikian, ia menilai pemerintah juga harus memikirkan konsekuensi kebijakan tersebut terkait dengan kemacetan. "Ada konsekuensi logis yang harus dipertimbangkan matang-matang," katanya.
Awal Juni 2013, pemerintah resmi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) bagi produksi mobil ramah lingkungan. Dengan peraturan itu, mobil dengan kapasitas di bawah 1.200 cc dan konsumsi bahan bakar minyak paling sedikit 20 km per liter dapat dipasarkan tanpa PPnBM. Kebijakan ini membuat produsen mobil bisa menekan harga jual menjadi lebih murah.
Namun, kebijakan ini tak disambut hangat Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Jokowi menilai kebijakan ini hanya akan menambah kemacetan di Jakarta. Tak kalah akal, Jokowi pun sudah siap mengeluarkan kebijakan daerah untuk mengantisipasi kemacetan, misalnya melalui pengadaan bus ukuran sedang, penerapan sistem jalan berbayar, dan penerapan pelat nomor ganjil dan genap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.