Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bersihkan Toilet, Hukuman bagi Pelajar Pelanggar Lalin

Kompas.com - 13/09/2013, 20:04 WIB
Eko Hendrawan Sofyan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -- Brigadir Jenderal (Pol) Purnawirawan Adjar Triadi, alumnus Politie Verkeers Instituut-Apeldoorn, Belanda, berbagi pendapat seputar kasus pelajar tanpa surat izin mengemudi (SIM) berkendara di jalan raya.
 
Adjar berpendapat, seharusnya anak-anak yang melanggar lalu lintas dikenai hukuman sosial, misalnya membersihkan toilet kantor-kantor publik. Jika didenda tilang, hukuman itu tidak mendidik sang anak karena yang membayar adalah orangtuanya. Sudah waktunya pembuat undang-undang memikirkan hal ini.

Hadiah ulang tahun berupa mobil untuk anak-anak yang belum punya SIM adalah sesuatu yang tidak bijak. Sepertinya ”pemberi hadiah” menganggap mobil itu hanya sekadar mainan yang bisa dipakai di jalan raya sesuka hati.

Mengapa anak-anak di bawah 17 tahun dan belum memiliki SIM dilarang keras mengemudi di jalan raya? Karena mengemudi di jalan raya bukan sekadar mengemudi mobil, tetapi ada faktor keamanan dan keselamatan jalan yang harus dijaga bersama oleh seluruh pemakai jalan tanpa kecuali.

Berlalu lintas di jalan memiliki panduan di bawah naungan undang-undang lalu lintas. Jadi, tidak boleh ada satu pun pemakai jalan yang tidak patuh dan tidak taat pada peraturan saat berada di jalan.

Lebih dari itu, pengemudi di bawah 17 tahun, tanpa SIM dan belum berpengalaman, pasti tidak akan sanggup menghadapi ”keadaan darurat” karena keterampilan dan pengetahuan mengatasi keadaan itu masih nol.

Mari kita lihat kasus kecelakaan di Tol Jagorawi yang menewaskan enam orang. Kalau kita melihat pembatas Tol Jagorawi yang jebol tertabrak AQJ, anak berusia 13 tahun dan tidak memiliki SIM, diperkirakan kecepatan mobil Mitsubishi Lancer yang dikemudikan AQJ jauh di atas rata-rata yang diizinkan. Polisi pasti bisa menilai berapa kecepatan kendaraan saat terjadi benturan.

Dari visualisasi media televisi, sebelum terjadi kecelakaan, ada kondisi darurat yang tidak bisa diatasi AQJ, yaitu di sebelah kiri ada kendaraan yang sama-sama berkecepatan tinggi dan di depannya ada kendaraan yang kecepatannya lebih rendah dari kendaraan AQJ.

Nah, dalam hitungan kurang dari seperempat detik inilah diperlukan kedewasaan dalam pengambilan keputusan untuk yang belum berpengalaman menghadapi keadaan darurat. Ini tergantung refleks dan naluri yang bersangkutan saat mengambil keputusan.

Penggunaan kecepatan, kesiapan sebelum berkendara, dan rencana perjalanan harus sudah dalam skenario tanggung jawab terhadap diri sendiri dan pemakai jalan yang lain.

Mengapa masih banyak anak yang belum cukup umur dan tak punya SIM mengemudikan kendaraan di jalan raya dan melanggar peraturan lalu lintas?

Saya melihat ada keistimewaan yang diberikan kepada anak-anak yang melanggar lalu lintas. Aktivis anak selalu meminta polisi tidak menghukum anak karena masih di bawah umur.

Menurut saya, anak yang melanggar lalu lintas harus menghadapi dan menerima hukuman. Sekarang yang terjadi, anak ditilang, orangtua atau sopir yang bayar tilang.

Anak harus menghadapi sendiri hukuman yang dijatuhkan pengadilan. Seperti yang terjadi di luar negeri, anak yang melanggar lalu lintas tidak didenda karena belum punya penghasilan, tetapi mereka wajib bekerja sosial di wilayah publik, antara lain di rumah sakit, pemadam kebakaran, atau kantor polisi.

Anak-anak itu, misalnya, diminta membersihkan toilet selama satu minggu di luar jam sekolah. Lingkungan harus tahu hukuman atas anak-anak itu agar ada unsur dipermalukan sehingga ada efek jera.

Seharusnya ahli hukum, pembuat undang-undang, dan aktivis anak memikirkan hukuman untuk anak yang melanggar lalu lintas.

Yang terjadi sekarang, kan, hukum yang ada tidak memberikan efek jera. Anak yang melanggar, ayahnya yang repot. Kalau hanya ribut-ribut silang pendapat, tak ada manfaatnya.

Undang-undang kita belum menyentuh hal ini. Sudah waktunya hukuman sosial terhadap anak yang melanggar lalu lintas diberlakukan. Kita bisa uji cobakan di kota-kota seperti Malang, Solo, atau Bogor.

Mari kita membangun kehidupan berbangsa dan bernegara sejak usia dini.

Adjar TriadiBrigadir Jenderal (Pol) Purnawirawan, Alumnus Politie Verkeers Instituut-Apeldoorn, Belanda; aa_triadi@yahoo.com
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jadwal Buka Puasa di Depok Hari Ini, Jumat 29 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di Depok Hari Ini, Jumat 29 Maret 2024

Megapolitan
Seorang Ibu Diduga Menipu, Jual Cerita Anak Sakit lalu Minta Uang Rp 300.000

Seorang Ibu Diduga Menipu, Jual Cerita Anak Sakit lalu Minta Uang Rp 300.000

Megapolitan
Polisi Tangkap Sopir Grab yang Culik dan Peras Penumpangnya Rp 100 Juta

Polisi Tangkap Sopir Grab yang Culik dan Peras Penumpangnya Rp 100 Juta

Megapolitan
Wanita Tewas Bersimbah Darah di Bogor, Korban Terkapar dan Ditutup Selimut

Wanita Tewas Bersimbah Darah di Bogor, Korban Terkapar dan Ditutup Selimut

Megapolitan
Ada Obeng di TKP, Diduga Jadi Alat Suami Bunuh Istri di Bogor

Ada Obeng di TKP, Diduga Jadi Alat Suami Bunuh Istri di Bogor

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di Kota Bekasi Hari Ini, Jumat, 29 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di Kota Bekasi Hari Ini, Jumat, 29 Maret 2024

Megapolitan
Diduga Korban Pelecehan Seksual oleh Eks Ketua DPD PSI Jakbar Mengaku Diintimidasi agar Tak Lapor Polisi

Diduga Korban Pelecehan Seksual oleh Eks Ketua DPD PSI Jakbar Mengaku Diintimidasi agar Tak Lapor Polisi

Megapolitan
Wanita Tewas Dibunuh Suaminya di Bogor, Pelaku Dilaporkan Ayah Kandung ke Polisi

Wanita Tewas Dibunuh Suaminya di Bogor, Pelaku Dilaporkan Ayah Kandung ke Polisi

Megapolitan
Latihan Selama 3 Bulan, OMK Katedral Jakarta Sukses Gelar Visualisasi Jalan Salib pada Perayaan Jumat Agung

Latihan Selama 3 Bulan, OMK Katedral Jakarta Sukses Gelar Visualisasi Jalan Salib pada Perayaan Jumat Agung

Megapolitan
Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Megapolitan
Cerita Ridwan 'Menyulap' Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Cerita Ridwan "Menyulap" Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Megapolitan
Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Megapolitan
Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Megapolitan
Diparkir di Depan Gang, Motor Milik Warga Pademangan Raib Digondol Maling

Diparkir di Depan Gang, Motor Milik Warga Pademangan Raib Digondol Maling

Megapolitan
Polisi Selidiki Kasus Kekerasan Seksual yang Diduga Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Polisi Selidiki Kasus Kekerasan Seksual yang Diduga Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com