TANGERANG, KOMPAS.com — "Mau kir, Pak? Biar kita yang urus...,” kata seseorang sambil menghampiri sopir truk yang hendak masuk ke kompleks uji kelaikan kendaraan umum atau kir Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Tangerang Selatan.

Orang itu adalah calo yang tengah menawarkan jasa mengurus keperluan uji kir di tempat itu. Praktik percaloan di tempat itu dikeluhkan para sopir atau pemilik kendaraan karena mereka tak jarang memaksa pemohon uji kir. Dari pantauan, para calo itu tanpa sungkan-sungkan langsung menghampiri orang yang hendak masuk ke halaman tempat uji kir.

Bahkan, sebagian sudah menunggu mangsa di depan pintu gerbang kompleks itu. ”Begitu kami hendak masuk, mereka sudah langsung menawarkan,” kata Nur (40), Jumat (13/9), seorang sopir yang hendak melakukan uji kir.

Maraknya calo di tempat itu sangat ironis mengingat tempat uji kir ini letaknya tepat di depan kantor Wali Kota Tangsel. Mereka begitu berani beroperasi di tempat itu.

Tempat uji kir itu berada dalam sebuah kompleks perkantoran sementara pemerintahan Tangsel di Jalan Raya Serpong, Setu. Bangunan paling depan berdekatan dengan jalan raya. Di sebelahnya, terpisahkan pagar, adalah kompleks kantor DPRD Tangsel.

Hanya terpisah halaman, berdiri bangunan yang menjadi kantor Wali Kota Tangsel. Pintu gerbang masuk ke lokasi uji kir pun sekaligus pintu masuk ke gedung kantor wali kota dan sejumlah kantor dinas lainnya. Ada juga jalan tembus ke kantor DPRD.

Calo-calo itu menawarkan jasa mereka untuk mengurus uji kir dengan memberikan harga yang jauh di atas tarif resmi. Menurut sejumlah sopir, para calo itu meminta uang jasa hingga Rp 150.000.

”Tergantung masing-masing, kadang Rp 150.000, kadang bisa kurang sedikit,” ujar Nur.

Ia mengaku pernah memakai jasa calo karena tidak ingin repot mengurus uji kir kendaraannya. Namun, tidak semua pemohon uji kir memakai jasa para calo itu.

Sebagian memilih untuk mengurus sendiri karena menurut mereka prosesnya cukup mudah.

Darmaji (40), pemilik truk, juga kerap ditawari para calo itu saat hendak uji kir. ”Namun, saya tidak pernah memakai calo. Urus sendiri saja karena cukup cepat, tidak sampai satu jam. Tarifnya untuk truk Rp 50.000,” katanya.

Dedi, warga Serpong, pemilik mobil boks, juga mengaku sering ditawari calo saat mengurus kir. ”Sering ditawari, tetapi saya memilih ngurus sendiri saja karena kalau pakai calo mahal,” ujarnya.

10 calo diamankan

Kepala Bidang Angkutan Umum Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Tangsel Wijaya Kusuma mengakui keberadaan calo-calo itu. Setelah mendapat keluhan dari warga, kemarin, pihak Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Tangsel langsung melakukan razia terhadap para calo yang berkeliaran di kompleks uji kir.

Sebanyak 10 calo diamankan dalam razia tersebut. ”Kami amankan sekitar 10 calo. Mereka akan kami berikan arahan agar tidak lagi ada calo di sini,” kata Wijaya.

Ia mengatakan, pihaknya sudah beberapa kali melakukan penertiban, tetapi sulit menghilangkan para calo itu.

Menurut Wijaya, dalam sehari, ada 50 hingga 80 pemohon uji kir di kantor itu. Jadi, adanya calo-calo yang beroperasi di tempat uji kir itu mengganggu.

”Mereka ini seperti api dalam sekam. Makanya kami amankan. Kami sarankan agar pemilik kendaraan atau sopir tidak memakai calo karena mengurus sendiri prosesnya cepat, paling 25 menit,” ucapnya.

Mengenai kemungkinan adanya kerja sama antara petugas dan para calo, Wijaya mengatakan, pihaknya bakal bertindak tegas.

”Kalau ada petugas yang meminta uang (di luar tarif resmi) kepada pemohon kir, kami akan menindak tegas mereka,” ujarnya.

Ia juga menegaskan, ke depan, pihaknya akan terus melakukan penertiban sehingga tidak ada lagi calo yang berkeliaran di tempat uji kir itu. Wijaya menambahkan, uji kir ini menjadi salah satu sumber pendapatan resmi Kota Tangsel.

Menurut dia, tahun ini pihaknya menargetkan pendapatan dari kir kendaraan sebesar Rp 1,3 miliar.

”Sampai sekarang sudah sekitar 85 persen dari target itu terpenuhi,” katanya. (Prasetyo Eko Prihananto)