Joki bukan hanya satu dua. Ada puluhan, bahkan mungkin ratusan Udin maupun Leni di seantero Jakarta. Di bilangan Menteng saja, cukup menengok ruas Jalan Diponegoro dan Jalan Imam Bonjol untuk melihat keberadaan para joki ini. Belum lagi di Jalan Gatot Subroto, Jalan KH Mas Mansyur, Jalan Casablanca, kawasan Kebayoran Baru, dan rute-rute lain yang mengawali jalur 3 in 1 Jakarta.
Safrudin (30), seorang petugas keamanan di kawasan Menteng, adalah salah satu yang terganggu dengan keberadaan joki. Tak hanya "merusak pemandangan", dia pun pernah ikut terangkut razia karena dikira salah satu joki.
Tak hanya membuat aturan 3 in 1 tak punya makna, kehadiran joki semestinya lebih dalam lagi dicermati. Mungkin rekor pendapatan mereka belum seperti "pak ogah" di setiap simpang atau perputaran jalan dan para "pekerja" pengemis yang bisa mendapatkan puluhan hingga ratusan ribu, bahkan jutaan rupiah dari recehan yang diterima, tetapi tetap saja joki adalah fenomena sosial.
Tak masuk akal bila ada yang berkilah polisi atau petugas dinas perhubungan tak tahu keberadaan joki. Berkilah bukan tugasnya menertibkan joki juga terasa mengingkari makna aturan rekayasa lalu lintas yang dibuat untuk menangani dilema lalu lintas Jakarta. Operasi Satpol PP yang juga hanya sesekali, terasa seperti "dagelan" pada siang hari, tak akan efektif menghapus praktik joki.
Barangkali, problem sesungguhnya tetap saja pekerjaan dan pendidikan. Namun, apakah bekerja yang butuh ketekunan dan keahlian, ataupun pendidikan yang butuh proses dan bahkan "buang uang" menarik minat para joki dan "profesi" serupa yang tahu cara dapat uang tanpa keahlian dan proses itu? Pak Jokowi dan siapa pun pejabat negeri, ini tantangan Anda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.