Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok Merasa Kecolongan, DPRD DKI Beri Penjelasan

Kompas.com - 18/10/2013, 07:21 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Badan Legislasi Daerah DPRD Jakarta Triwisaksana menanggapi pernyataan Wakil Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama soal munculnya anggaran meski sebelumnya telah dicoret. Menurutnya, situasi tersebut bisa saja terjadi, mengingat, baik badan eksekutif maupun legislatif sama-sama memiliki kewenangan yang sama dalam hal penganggaran.

Pria yang akrab disapa Sani ini menjelaskan, pada dasarnya, APBD harus melalui dua tahap. Pertama, tahap penyusunan yang dilakukan oleh Pemprov DKI, yaitu gubernur, wakil gubernur, Bappeda, dan semua dinas terkait, melakukan penyusunan, pencoretan, menambah, atau mengurangi jumlah alokasi anggaran tertentu. Tahap selanjutnya adalah pembahasan anggaran. Tahap ini dilakukan di badan legislatif, melalui komisi-komisi yang ada dan berakhir di Badan Legislasi Daerah Jakarta.

Lembaga legislatif pun memiliki hak yang sama soal melakukan penambahan, pengurangan, atau bahkan mencoret alokasi anggaran tertentu hingga berujung pada persetujuan anggaran itu. "Artinya, kalau sudah diserahkan ke kita, kita mana tahu poin-poin itu sudah dicoret atau belum, sudah ditambah atau belum, sudah dikurangi atau belum. (Lembaga) eksekutif dan legislatif kan sama-sama memiliki hak untuk menganggarkan," ujar Sani saat dihubungi Kompas.com, Kamis (17/10/2013).

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut mencontohkan, bisa saja pemunculan kembali itu dilakukan dari tingkat dinas hingga DPRD. Semisal, anggaran perbaikan pompa telah dihapuskan di tingkat eksekutif, tetapi jika DPRD DKI beranggapan bahwa anggaran itu dibutuhkan, maka dikembalikan lagi kepada eksekutif untuk minta dimunculkan.

"Contohnya saja penyertaan modal PT Jakpro. Dalam penyusunan APBD 2013, diusulkan Rp 600 miliar. Tapi dalam pembahasan di kita beranggapan justru malah harus ditambah jadi Rp 750 miliar karena pentingnya Jakpro mau mengakuisisi Palyja, itu misalnya saja," ujarnya.

Kesalahan teknis

Pendapat berbeda diungkapkan anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, William Yani. Politisi PDI Perjuangan yang akrab disapa Willy tersebut yakin insiden munculnya kembali alokasi anggaran yang telah dicoret itu tak ada kaitannya dengan "permainan anggaran" seperti yang disebut Ahok. Willy yakin, hal itu terjadi erat kaitannya dengan kesalahan teknis yang disebabkan human error.

"Memang biasa begitu, tapi itu biasanya karena kesalahan teknis. Di Ahok sudah diperiksa, tapi di bawahnya dia enggak diperiksa ulang sehingga main kasih ke kita saja. Meriksa itu enggak mudah memang, nomenklaturnya bisa ribuan," ujarnya.

Willy melanjutkan, demi terciptanya transparansi dan baiknya prosedur penyusunan anggaran di masa mendatang, baik lembaga eksekutif maupun legislatif membuat badan pemeriksa. Fungsinya sebagai tempat verifikasi anggaran sebelum diserahkan ke DPRD oleh lembaga eksekutif ataupun sebelum disahkan DPRD.

Ahok kecolongan

Sebelumnya, Ahok gusar lantaran banyaknya anggaran di APBD 2013 yang telah dicoret, tetapi muncul kembali setelah disahkan DPRD DKI. Hal ini disampaikan saat memberi pengarahan kepada satuan kerja perangkat daerah atas evaluasi laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

"Saya kecolongan, terus terang, soal anggaran 2013. Sudah saya coret, ternyata ada lagi," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Kamis (17/10/2013).

Ahok tak menjelaskan secara detail anggaran-anggaran mana saja yang tiba-tiba muncul kembali. Namun, yang paling ia sorot adalah pos anggaran penggantian pompa setiap empat tahun, setelah disahkan diganti menjadi setiap dua tahun sekali oleh Dinas Pekerjaan Umum (Dinas PU) DKI Jakarta.

Tak jelas pula, apakah itu terjadi saat Dinas PU yang saat ini atau di masa yang lalu. Permasalahan itu, kata dia, membuktikan adanya permainan dari bawah hingga ke atas. "Saya paling suka kalau ada yang mau main-main seperti ini, saya juga akan ajak ribut. Saya masuk ke politik untuk ribut sebetulnya. Mungkin Anda tidak suka sama saya, saya memang tidak mengharapkan disukai orang," kata Basuki.

Apabila masih ada pejabat ataupun pegawai negeri sipil (PNS) DKI yang tidak mau mengikuti ritme kerja Jokowi-Basuki, serta masih "bermain" dengan anggaran, maka tak menutup kemungkinan Basuki akan mengejar seluruh pajak para PNS itu. Ia menantang semua pejabat DKI untuk mau memeriksa hartanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BPBD DKI: Banjir yang Rendam Jakarta sejak Kamis Pagi Sudah Surut

BPBD DKI: Banjir yang Rendam Jakarta sejak Kamis Pagi Sudah Surut

Megapolitan
Maju Mundur Kenaikan Tarif Transjakarta, Wacana Harga Tiket yang Tak Lagi Rp 3.500

Maju Mundur Kenaikan Tarif Transjakarta, Wacana Harga Tiket yang Tak Lagi Rp 3.500

Megapolitan
Mengapa Penjaga Warung Madura Selalu 'Video Call' Setiap Hari?

Mengapa Penjaga Warung Madura Selalu "Video Call" Setiap Hari?

Megapolitan
Gara-gara Masalah Asmara, Remaja di Koja Dianiaya Mantan Sang Pacar

Gara-gara Masalah Asmara, Remaja di Koja Dianiaya Mantan Sang Pacar

Megapolitan
Pendatang Usai Lebaran Berkurang, Magnet Jakarta Kini Tak Sekuat Dulu

Pendatang Usai Lebaran Berkurang, Magnet Jakarta Kini Tak Sekuat Dulu

Megapolitan
Pendaftaran Cagub Independen Jakarta Dibuka 5 Mei 2024, Syaratnya 618.750 KTP Pendukung

Pendaftaran Cagub Independen Jakarta Dibuka 5 Mei 2024, Syaratnya 618.750 KTP Pendukung

Megapolitan
Polisi Tilang 8.725 Pelanggar Ganjil Genap di Tol Jakarta-Cikampek Selama Arus Mudik dan Balik

Polisi Tilang 8.725 Pelanggar Ganjil Genap di Tol Jakarta-Cikampek Selama Arus Mudik dan Balik

Megapolitan
Belajar dari Pemilu 2024, KPU DKI Mitigasi TPS Kebanjiran Saat Pilkada

Belajar dari Pemilu 2024, KPU DKI Mitigasi TPS Kebanjiran Saat Pilkada

Megapolitan
Kisah Bakar dan Sampan Kesayangannya, Menjalani Masa Tua di Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa

Kisah Bakar dan Sampan Kesayangannya, Menjalani Masa Tua di Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa

Megapolitan
Bandara Soekarno-Hatta Jadi Bandara Tersibuk Se-Asia Tenggara Selama Periode Mudik Lebaran

Bandara Soekarno-Hatta Jadi Bandara Tersibuk Se-Asia Tenggara Selama Periode Mudik Lebaran

Megapolitan
KPU DKI Susun Jadwal Pencoblosan Pilkada 2024 jika Terjadi Dua Putaran

KPU DKI Susun Jadwal Pencoblosan Pilkada 2024 jika Terjadi Dua Putaran

Megapolitan
Mengapa Warung Madura di Jabodetabek Buka 24 Jam?

Mengapa Warung Madura di Jabodetabek Buka 24 Jam?

Megapolitan
Misteri Motif Selebgram Meli Joker Pilih Akhiri Hidup dengan 'Live' Instagram, Benjolan di Kepala Sempat Disorot

Misteri Motif Selebgram Meli Joker Pilih Akhiri Hidup dengan "Live" Instagram, Benjolan di Kepala Sempat Disorot

Megapolitan
Dishub DKI Kaji Usulan Kenaikan Tarif Rp 3.500 Bus Transjakarta yang Tak Berubah sejak 2007

Dishub DKI Kaji Usulan Kenaikan Tarif Rp 3.500 Bus Transjakarta yang Tak Berubah sejak 2007

Megapolitan
Tarif Sementara Bus Transjakarta ke Bandara Soekarno-Hatta Rp 3.500, Berlaku Akhir April 2024

Tarif Sementara Bus Transjakarta ke Bandara Soekarno-Hatta Rp 3.500, Berlaku Akhir April 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com