Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Monorel Jokowi Diragukan Bakal Sukses

Kompas.com - 22/10/2013, 14:28 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit meragukan keberhasilan pembangunan monorel, baik saat proses konstruksi maupun saat moda transportasi itu beroperasi di 2016 mendatang.

Hal pertama yang diragukannya dari proyek itu yakni kemampuan PT Jakarta Monorail sebagai pelaksana proyek membayar utang Rp 193,662 miliar kepada PT Adhi Karya, mantan kontraktornya. Sebab, jika utang tersebut tak dilunasi, PT JM tak boleh menyentuh 90 tiang pancang monorel di Kuningan hingga Senayan. Otomatis pembangunan moda transportasi dipastikan tidak berjalan.

"Setiap penambahan moda transportasi, harus diapresiasi baik. Sekarang tinggal dilihat, apakah keberadaan, monorel misalnya, dibangun dengan skema investasi yang menguntungkan atau tidak, itu yang harus dipastikan Pemprov DKI," ujar Danang kepada Kompas.com, Selasa (22/10/2013).

Danang menilai, informasi soal skema investasi tak cukup diberikan baik oleh Pemprov DKI atau PT JM. Skema investasi yang dimaksud adalah perencanaan keuangan saat transportasi tersebut dioperasikan pada 2016 mendatang.

"Kalau nanti biaya operasional lebih besar dari keuntungan yang ada, apa yang mesti dilakukan? Apa minta dana pemerintah? Apa boleh menaikkan tarif atau kerja sama dengan pengembang properti misalnya, seperti itu, lho," tuturnya.

"Pemda DKI harus pastikan skema investasinya sehingga nantinya ada penjelasan jika proyek itu membebani APBD, kan kalau membebani APBD berarti rakyat yang nanggung," ucapnya lagi.

Monorel "mall to mall", bukan komuter

Danang melanjutkan, keraguan operasional moda transportasi monorel nantinya sangat beralasan, mengingat monorel yang dibangun PT JM memiliki rute inner cycle atau berputar di dalam kota. Rute itu, dinilai Danang, tak mengakomodasi para penumpang yang selama ini bergerak (komuter) dari wilayah permukiman ke wilayah bisnis.

"Bisa dibilang, monorel PT JM ini monorel mall to mall, bukan monorel yang komuter, dari rumah ke tujuan, tentu ini risiko bisnis besar," ujarnya.

Kekhawatiran monorel tidak mampu menyerap penumpang sehingga berpotensi kerugian semacam itu, kata Danang, telah terjadi di dua kota di Australia dan Malaysia, yakni Sydney dan Kuala lumpur. Di dua kota itu, jumlah penumpang monorel tak sesuai dengan prediksi lantaran rutenya yang hanya berputar-putar seperti kereta wisata. Akibatnya, pelaksana monorel di kedua kota ini mengalami kebangkrutan.

Monorel Sydney sempat diambil alih swasta meski tetap berujung, sedangkan monorel di Kuala Lumpur tertatih-tatih pembiayaannya sehingga terpaksa memberatkan APBD kotanya.

"Kuncinya ada di interkoneksi dengan transportasi lain. Misalnya, pengumpannya bus sedang serta transjakarta, yang berputar di tengah monorel," ujar Danang.

Sayang, interkoneksi dengan transportasi lain masih dalam bayang-bayang. Pertama pengadaan bus sedang dan transjakarta masih menunggu waktu dan jumlah keterangkutannya dianggap tidak sesuai. Kedua, monorel milik BUMN dari Bekasi-Jakarta-Tangerang juga masih wacana.

Danang menegaskan, atas beberapa hal yang telah diungkapkannya, proyek monorel yang diresmikan kelanjutan pembangunannya oleh Gubernur DKI Joko Widodo, 16 Oktober 2013, layak untuk diragukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com