Kasus ini mencuat sebagai perkara dengan dugaan salah tangkap oleh kepolisian terhadap F (13), APS (14), FP (16), BF (17), AS (18) dan NP (23). Meski polisi membantah ada salah tangkap, dakwaan yang diajukan jaksa penuntut umum pun menuangkan fakta-fakta tak logis dari perkara ini.
Keganjilan sudah dimulai dari urusan redaksional dan kronologis. Pada paragraf pertama surat dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (24/10/2013), tertulis bahwa keenam terdakwa membunuh Dicky di Kolong jembatan Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, pada Minggu (30/6/2013) pukul 08.00 WIB.
Namun dalam lembar dakwaan yang sama, yang sumbernya adalah berita acara pemeriksaan (BAP) dari kepolisian, tertera pada paragraf ketiga bahwa sekitar pukul 08.00 WIB terdakwa berinisial AS beserta istrinya berinisial OO bersama APS, F, dan NP berangkat dari Stasiun Parung Bingung, Bogor.
Diterangkan kelima terdakwa tiba di Stasiun Kebayoran Lama pada pukul 09.30 WIB. Stasiun itu berjarak antara 3 sampai 5 kilometer dari Pasar Cipulir. Disebutkan bahwa Dicky dihabisi para terdakwa karena masuk ke "wilayah" para terdakwa tanpa meminta izin kepada NP dan AS yang dituakan di sana.
Keterangan polisi
Setelah dakwaan yang janggal itu, keterangan dua polisi yang dihadirkan sebagai saksi persidangan pada hari itu pun kembali memunculkan keganjilan. Keterangan dari dua polisi anggota Polsek Metro Kebayoran Lama itu, Yudi Pendy dan Dwi Kustianto, berbeda dan tak sinkron.
Yudi menyatakan pada hari jasad Dicky ditemukan di kolong jembatan, dia tiba di lokasi penemuan sekitar pukul 13.00 WIB. Yudi mengaku tak melihat ada bercak darah di tubuh Dicky dan tak melihat ada sebilah golok di lokasi kejadian. Suasana di sekitar lokasi pun menurut dia, sepi.
Sementara Dwi juga menyatakan dia tiba sekitar pukul 13.00 WIB. Namun, Dwi mengaku melihat ada bercak darah di tubuh Dicky sekaligus melihat golok yang penuh bercak darah. Situasi saat itu, berbeda dengan keterangan Yudi, menurut Dwi sedang ramai.
"Di BAP tertulis tahu ada tusukan dan sayatan di baju (korban) yang kelihatan. Tapi tadi masa enggak bisa lihat kondisi dan baju korban?" tanya salah satu pengacara terdakwa, Johannes Gea kepada Yudi Pendy dalam persidangan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.