Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/11/2013, 10:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Bukan cuma Beruang Madu yang dijual oleh KB Ragunan. Tapi ENG, salah seorang perantara penjualan hewan langka, juga pernah mengambil seekor Harimau Sumatera yang mati di KB Ragunan. Ketika itu ada seorang pengusaha Korea yang mencari. Kebetulan di Ragunan ada, makanya diambil dari sana.

Padahal, dalam Lampiran PP No 7 Tahun 1999, dan ada ketentuan dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1990, memperdagangkan satwa langka mati juga dilarang.

ENG menceritakan, hewan langka Harimau Sumatera tidak pernah dipasok dari para pemburu. Jika ada pembeli, HMN dengan ENG akan mencarinya di kebun binatang. "Mencari Harimau Sumatera di hutan kan susah," kata ENG.

Makanya, penjual hewan langka, apabila ada pemesan akan memesannya dari KB di Sumatera. Apabila ada anakannya akan dibeli nanti. Kalau tak ada dari KB di Sumatera, apabila ada anakannya di KB lain, tetap bisa dibeli juga, asal harganya cocok. Hubungan harmonis pengelola KB dan Pasar Pramuka ini sudah lama sekali. Bahkan antara KB Ragunan dan Pasar Pramuka kerap bertukar hewan.

"Kalau misalnya ular sanca di KB Ragunan sedang tidak ada, ya nanti diambil dari sini (Pasar Pramuka) ular sancanya," kata ENG kepada Warta Kota, Sabtu (2/11/2013).

Seorang petugas KB Ragunan yang tidak bersedia menyebut namanya, juga mengakui hubungan harmonis itu. Selain dengan Pasar Pramuka, hubungan harmonis juga terjalin dengan pengelola sirkus. Dulu di tahun 1990-an sampai 2000-an, ada pengelola sirkus yang punya hubungan baik dengan KB Ragunan.

Pengelola sirkus itu kemudian diberi kemudahan untuk memelihara hewan langka. Bahkan seperti Harimau Sumatera pun diperbolehkan. Lelaki berbadan kecil ini menyebutkan, sampai kini seorang rekannya masih memiliki Harimau Sumatera. Harimau bekas sirkus yang tadinya dari KB Ragunan.

"Sekarang Harimau Sumatera itu ada di Jawa. Tahun 2010 lalu dia minta saya menawarkan untuk dijual. Usianya 12 tahun saat itu," kata lelaki bertubuh kurus itu. Selasa (29/10) pekan lalu, dia tengah menanam pohon di kandang orang utan.

Kata dia, rekannya itu tak sanggup lagi memberi makan harimau itu. Tadinya ayah temannya itu yang mengelola sirkus. Di era 1990-an akhir dan 2000-an awal. Setelah ayahnya berusia lanjut, Harimau Sumatera dirawat oleh rekannya, tapi kemudian tak sanggup lagi. Biaya makannya terlalu tinggi.

Adopsi hewan

Sebuah sumber berinisial MMN mengatakan, lima sampai 10 tahun lalu ada istilah adopsi hewan. Perorangan bisa mengadopsi hewan langka dari KB. Selain itu untuk memelihara hewan langka bisa pula meminta izin penangkaran.

Izinnya saja penangkaran, padahal hanya pelihara biasa. Izin penangkaran itu bisa dikeluarkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KKSDA). Inilah yang selama bertahun-tahun jadi 'mainan'.

Menurut MMN, KB Ragunan dulu juga bisa memproses adopsi bagi perorangan. Tapi MMN menyangkal kalau hewannya boleh keluar dari KB. "Hewannya tetap di sini, tapi dibuatkan kandang khusus. Mereka yang mengadopsi harus memberi uang untuk perawatan," kata MMN, kepada Warta Kota, Rabu (30/10) di ruang kerjanya.

Menurut MMN KB Ragunan memiliki 32 ekor harimau. Namun, dari jumlah itu tidak ada anakannya. Terakhir dia merawat anak Harimau Sumatera pada tahun 2011.

Membantah

Kepala Humas KB Ragunan Wahyudi Bambang membantah bahwa instansinya punya hubungan spesial dengan Pasar Hewan Pramuka. "Siapa itu orang Pramuka (Pasar Pramuka) yang ngomong. Sini biar saya pukulin," kata Bambang ketika dikonfirmasi Warta Kota.

Menurutnya, informasi itu tak benar sama sekali. Sebab anakan hewan langka di KB Ragunan berfungsi untuk dikonservasikan. "Tidak benar itu, jangan sensasional-lah," ujar Bambang. (ote)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Pria di Jagakarsa Aniaya Istri dan Diduga Bunuh 4 Anaknya, Tak Kuat Pikul Beban Hidup?

Pria di Jagakarsa Aniaya Istri dan Diduga Bunuh 4 Anaknya, Tak Kuat Pikul Beban Hidup?

Megapolitan
'Aku Tunggu Mama di Surga', Ucapan Terakhir Siswa SD di Bekasi yang Meninggal karena Kanker Tulang

"Aku Tunggu Mama di Surga", Ucapan Terakhir Siswa SD di Bekasi yang Meninggal karena Kanker Tulang

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Ayah Terduga Pembunuh 4 Anak di Jagakarsa Mengaku Nikah Siri | Pelaku Tak Ditangkap Usai Dilaporkan KDRT

[POPULER JABODETABEK] Ayah Terduga Pembunuh 4 Anak di Jagakarsa Mengaku Nikah Siri | Pelaku Tak Ditangkap Usai Dilaporkan KDRT

Megapolitan
Rute Mikrotrans JAK48B Stasiun Tebet-Kampung Melayu

Rute Mikrotrans JAK48B Stasiun Tebet-Kampung Melayu

Megapolitan
6 Larangan Kampanye di Transjakarta

6 Larangan Kampanye di Transjakarta

Megapolitan
Pemprov DKI Akan Berkomitmen Beri Kemudahan Akses bagi Penyandang Disabilitas

Pemprov DKI Akan Berkomitmen Beri Kemudahan Akses bagi Penyandang Disabilitas

Megapolitan
Kondisinya Belum Stabil, Ayah Terduga Pembunuh 4 Anak di Jagakarsa Belum Diperiksa Kembali

Kondisinya Belum Stabil, Ayah Terduga Pembunuh 4 Anak di Jagakarsa Belum Diperiksa Kembali

Megapolitan
Keluh dan Harap Pedagang di Pasar Tomang di Tengah Melonjaknya Harga Cabai...

Keluh dan Harap Pedagang di Pasar Tomang di Tengah Melonjaknya Harga Cabai...

Megapolitan
Teman yang 'Sliding' Siswa SD di Bekasi Naik Status Jadi Anak Berhadapan dengan Hukum

Teman yang "Sliding" Siswa SD di Bekasi Naik Status Jadi Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Ayah dan Ibu 4 Bocah yang Tewas di Jagakarsa Dirawat di Rumah Sakit Berbeda

Ayah dan Ibu 4 Bocah yang Tewas di Jagakarsa Dirawat di Rumah Sakit Berbeda

Megapolitan
Polisi Tunggu Hasil Otopsi Sebelum Tetapkan Tersangka di Kasus Pembunuhan 4 Bocah di Jagakarsa

Polisi Tunggu Hasil Otopsi Sebelum Tetapkan Tersangka di Kasus Pembunuhan 4 Bocah di Jagakarsa

Megapolitan
Sempat Naik, Kini Harga Telur di Pasar Tomang Barat Stabil

Sempat Naik, Kini Harga Telur di Pasar Tomang Barat Stabil

Megapolitan
Yenny Wahid Tak Setuju Debat Capres-Cawapres di Pemilu 2024 Pakai Bahasa Inggris

Yenny Wahid Tak Setuju Debat Capres-Cawapres di Pemilu 2024 Pakai Bahasa Inggris

Megapolitan
Pemkot Bogor Dapat Penghargaan, Bima Arya: Ini untuk Semua ASN Kota Bogor

Pemkot Bogor Dapat Penghargaan, Bima Arya: Ini untuk Semua ASN Kota Bogor

Megapolitan
Pemprov DKI: Ibu yang 4 Anaknya Diduga Dibunuh Suaminya di Jagakarsa Korban KDRT

Pemprov DKI: Ibu yang 4 Anaknya Diduga Dibunuh Suaminya di Jagakarsa Korban KDRT

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com