JAKARTA, KOMPAS.com
- Sesak napas rasanya terjebak dalam kemacetan parah yang menghinggapi jalanan Jakarta selama tiga hari terakhir. Terhenti berjam-jam di tengah lautan kendaraan bermotor, meskipun di dalam mobil berpenyejuk, pun bisa memicu sakit kepala. Apalagi mereka yang mengendarai sepeda motor atau berada di dalam angkutan umum. Panas bukan kepalang.

”Hari ini bus yang saya naiki menghabiskan waktu 1 jam untuk menempuh jarak 6 kilometer. Biasanya, saya dari rumah sampai ke kantor hanya 1,5 jam. Hari ini bisa 3 jam,” kata Anita, warga Tangerang, Banten, Kamis (7/11).

Kemacetan parah itu bukan tanpa sebab. Mulai Rabu (6/11), ada sosialisasi ancaman denda Rp 500.000-Rp 1 juta bagi penerobos jalur bus transjakarta. Polisi dan petugas dinas perhubungan berjaga ketat di jalur khusus bus transjakarta di seluruh penjuru Jakarta.

Hasilnya, seketika jalur khusus bus yang berseperator bersih dari segala macam gangguan. Lasdi, Ketua Serikat Pramudi Transportasi Busway, yang juga bertugas mengoperasikan bus transjakarta Koridor VI Ragunan-Dukuh Atas, mengatakan, gangguan hanya muncul di persimpangan jalan. Selain itu, masih ada sebagian jalur bus yang memang diperbolehkan digunakan bersama kendaraan lain karena alasan sempitnya ruas jalan di kawasan-kawasan tertentu.

Perjalanan menggunakan bus transjakarta dari Ragunan ke Dukuh Atas pun hanya butuh 45 menit. Padahal, saat tak ada penertiban penyerobot jalur, lama perjalanan bisa molor hingga 1 jam-1,5 jam, bahkan lebih.

Namun, kelancaran lalu lintas di jalur bus transjakarta tidak berimbas positif bagi laju angkutan umum lain. Penumpang angkutan umum dari Tangerang yang akan masuk ke Jakarta mengeluhkan waktu tempuh hingga dua kali lipat akibat kemacetan sebagai imbas sterilisasi jalur bus transjakarta.

Kemacetan mulai terasa sejak Kilometer 14 Jalan Tol Jakarta-Tangerang menjelang Pintu Keluar Tomang, Jakarta Barat. Tomang dilewati bus transjakarta Koridor IX (Pinang Ranti-Pluit). ”Saya ini sudah ikuti anjuran pemerintah. Saya pakai bus umum, bukan mobil. Kenapa justru tetap kena macet seperti ini,” keluh Anita lagi.

Bus antarkota, yang biasanya tiba 10 menit sekali, kini menjadi 20 menit sekali. Dari Tangerang, lanjut dia, hanya ada sedikit pilihan angkutan umum, di antaranya bus Mayasari Bakti atau AJA. Sudah ada angkutan perbatasan, seperti angkutan perbatasan terintegrasi bus transjakarta (APTB), tetapi armadanya masih terbatas.

Anita berharap ada fasilitas yang mengintegrasikan angkutan umum dengan angkutan massal. Fasilitas sederhana, seperti pul bus transjakarta atau APTB, di dekat perbatasan kota saja pasti amat berarti. 

Waktu tunggu tak pasti

Dengan kebijakan sterilisasi dan ancaman denda besar, ternyata penumpang bus transjakarta tidak juga terpuaskan. Izzul Waro, pengguna setia bus transjakarta Koridor I dan IX, tetap merasakan waktu tunggu kedatangan bus yang tidak jelas. Kecepatan rotasi bus juga tak bertambah meski jalur kosong.

”Lama waktu perjalanan dari Pinang Ranti (Koridor IX) ke Halte Tosari (Koridor I) hanya berkurang sekitar 10 menit setelah ada sterilisasi jalur. Awalnya bisa 2 jam, sekarang 1 jam 40 menit,” katanya.

Setiap pagi, Izzul yang tinggal di kawasan Pinang Ranti, Jakarta Timur, menyaksikan dan merasakan, calon penumpang bus transjakarta berjubel dan berdesakan di halte. Mereka sebagian besar adalah pekerja yang berharap bisa sampai tempat kerja sebelum pukul 07.00.

”Kalau sebelum pukul 07.00, tiketnya masih Rp 2.000 dan itu menolong banget bagi pekerja. Tarif normal setelah pukul 07.00 adalah Rp 3.500 per orang. Namun, busnya jarang. Jadinya penumpang selalu penuh sesak. Rebutan naik begitu ada bus datang,” ujar Izzul, yang juga aktif di Komunitas Busway Mania.

Izzul berharap ada perbaikan di internal manajemen bus transjakarta. Seluruh armada bus transjakarta sebaiknya dikerahkan, tetapi dengan jaminan bus yang dioperasikan layak jalan. Stasiun pengisian bahan bakar gas bagi bus transjakarta diharapkan bisa diperbanyak sehingga tak mengganggu operasional bus.

Namun, Izzul meragukan ancaman denda besar bisa langgeng. Bagi Izzul, penerapan aturan ini butuh tenaga besar. Baru saja petugas jaga meninggalkan jalur bus transjakarta, dalam sekejap para penyerobot kembali berebut melaju kencang di jalur khusus itu. Akan lebih masuk akal jika target penambahan armada bus transjakarta hingga 1.000 unit direalisasikan sebelum menerapkan aturan.

Hal senada diungkapkan Lasdi. Ia berharap ketegasan para petugas dalam menegakkan aturan terus berlangsung disertai penambahan jumlah petugas. ”Jangan cuma pagi dan sore saja. Itu berarti di luar jam sibuk, boleh serobot jalur bus transjakarta,” katanya.

Akan tetapi, fasilitas lain seperti yang diangankan Anita, yaitu ada integrasi antarmoda angkutan umum antara Jakarta dan kota-kota di sekitarnya, juga wajib didorong. Tentu saja, butuh payung kebijakan dari pemerintah pusat untuk bisa merealisasikannya. (FRANSISCA ROMANA NINIK/NELI TRIANA)