JAKARTA, KOMPAS.com — 
Masalah kemacetan di Jakarta jangan dibawa ke ranah politik. Debat kusir dan saling lempar tanggung jawab antara pemerintah pusat dan DKI Jakarta harus disudahi. Saatnya bekerja sama mengatasi kemacetan, apalagi ancaman kemacetan total pada tahun 2014 semakin nyata.

Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Azas Tigor Nainggolan, Jumat (8/11), meminta masalah kemacetan Jakarta tidak dibawa ke ranah politik. ”Jangan dipolitisasi. Jadi debat kusir, memanaskan suasana, tetapi solusi justru tak dipikirkan segera.”

Tigor meminta pemerintah pusat dan DKI Jakarta serta daerah lain di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) menyadari, kemacetan di Jakarta adalah masalah bersama yang butuh diatasi bersama.

Tigor mengingatkan, pada tahun 2014 ada banyak pelaksanaan proyek untuk mengatasi kemacetan di Jakarta. Selain mass rapid transit dan monorel, ada kelanjutan proyek Jalan Lingkar Luar West 2, jalan layang bus transjakarta Ciledug-Blok M-Warung Buncit, dan pengerjaan jalan layang non-tol. Sementara ratusan ribu mobil atau sepeda motor baru juga akan memadati Jakarta pada tahun depan.

”Ancaman kemacetan total pada tahun 2014 bisa terbukti. Antisipasi harus segera diupayakan saat ini juga,” kata pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna.

Tigor dan Yayat meminta segera ada solusi manajemen lalu lintas di Jakarta untuk tahun 2014. Orang Jakarta dan yang sehari-hari beraktivitas di Jakarta harus mau bersakit-sakit dahulu untuk bisa nyaman berkendaraan di kemudian hari.

Namun, bukan berarti dalam proses ”bersakit-sakit” itu tidak ada upaya untuk meringankan masalah. Perlu ada detail desain alternatif jalur arus lalu lintas. Kemudian harus ada pemberdayaan angkutan umum yang ada agar kendaraan bermotor tidak menumpuk di jalur yang juga menjadi lokasi sejumlah proyek. Selain itu, jalur-jalur alternatif juga perlu disiapkan.

Menanggapi soal 17 langkah yang belum maksimal, Ketua Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto mengatakan, pemerintah pusat selama ini sudah ikut membantu pemerintah daerah mengatasi kemacetan lalu lintas di jalan raya.

Caranya adalah melalui kebijakan 17 langkah penanganan transportasi Jabodetabek. Langkah ini dibahas bersama dengan pemerintah daerah setempat sejak tiga tahun lalu. Sampai dengan September lalu, ada 17 langkah penanganan transportasi yang terus dilaksanakan.

”Jadi, siapa yang bilang tidak jalan? Sejauh ini, ada sebagian langkah yang sudah dijalankan dan tengah berlangsung, tetapi ada juga kendala yang masih terus diupayakan agar bisa diatasi dan tidak berhenti melalui koordinasi dan kerja sama antarinstansi. Yang jelas, pemerintah pusat tidak pernah membiarkan pemerintah daerah berjalan sendiri mengatasi transportasi di kota besar,” tuturnya.

Kuntoro memberikan contoh sterilisasi jalur bus transjakarta yang memerlukan konsistensi antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan kepolisian dengan memberikan tilang maksimal bagi pelanggarnya.

Contoh lain adalah pemberlakuan jalan berbayar elektronik (ERP) yang harus dijalankan Pemprov DKI Jakarta. ”Saat ini, kendalanya, selain masih memerlukan peraturan menteri keuangan untuk operasionalisasi pemungutan retribusinya, juga membutuhkan peraturan daerah (perda) DKI untuk legalisasi pelaksanaannya,” lanjutnya.

Menyiapkan strategi

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan telah menyiapkan strategi jangka pendek dan panjang untuk menyelesaikan kemacetan di Jakarta. Untuk jangka pendek, Pemprov DKI Jakarta akan mengaktifkan bus-bus baru yang tiba pada akhir tahun ini. ”Tidak ada pilihan lain,” kata Basuki.

Ia juga menegaskan, Koridor I yang menghubungkan Blok M-Kota harus betul-betul steril. ”Tahun depan, kami akan membeli bus lagi dan menambah bus-bus sedang untuk diintegrasikan,” ujar Basuki.

Pemprov DKI, lanjutnya, akan melanjutkan proyek jalan tol dan ruas jalan layang khusus bus yang menghubungkan Ciledug-Blok M-Warung Buncit. Beberapa kebijakan, seperti ERP, juga terus dikerjakan dan kini memasuki fase pelelangan.