JAKARTA, KOMPAS.com — Denyut ekonomi di sejumlah kawasan bisnis di Jakarta terganggu akibat banjir dalam sepekan terakhir. Kegiatan perdagangan lesu dan tidak sedikit pedagang yang mengalami kerugian, bahkan hingga Rp 100 juta, karena banyak barang dagangan rusak.

Pusat perbelanjaan grosir Pasar Pagi Mangga Dua, International Trade Center (ITC) Mangga Dua, pusat elektronik dan Harco Glodok, serta Lindeteves Glodok (Jakarta Barat), Rabu (22/1), tampak sepi. Pertokoan di kawasan Pasar Jatinegara pun tutup karena ketinggian banjir di Jalan Jatinegara Barat mencapai 1 meter lebih.

Tidak terlihat antrean kendaraan yang masuk pintu gerbang, seperti pada saat kondisi normal. Bahkan, lahan parkir nyaris terlihat kosong kendaraan. Bahkan ojek, becak, dan taksi, serta pedagang minuman dan buah-buahan, yang biasa beroperasi di lokasi itu pada hari biasa, kemarin tidak terlihat.

Pusat perbelanjaan Mangga Dua Square, Jakarta Utara, disergap kesenyapan. Tidak banyak pengunjung yang terlihat di lantai satu ataupun di lantai dua.

”Di lantai dua ini memang dari dulu sudah sepi, apalagi sekarang lebih sepi. Biasanya di lantai satu ramai. Sekarang malah sepi,” kata seorang karyawan di gerai Chem yang menjual berbagai jenis kaus bernuansa Imlek.

Sementara itu, banyak pedagang di Jatinegara yang mengalami kerugian. Alex (55), pemilik toko karpet Jaya Agung, mengaku rugi hingga Rp 100 juta karena gudang penyimpanan karpet di Bukit Duri terendam banjir lebih dari 1 meter pada 13 Januari. Akibatnya, puluhan lembar karpet rusak terendam banjir yang tercampur lumpur.

Toko Ari Gypsum, penyedia gipsum di Jalan Jatinegara Barat, juga mengaku rugi hampir Rp 10 juta. Sama halnya dengan Alex, pekerja di toko itu, Rizki (27), tak menyangka banjir luapan Kali Ciliwung begitu besar. Akibatnya, 140 gipsum seharga Rp 60.000 per lembar rusak parah terendam banjir. Sampai saat ini belum bisa berdagang, padahal per hari omzet bisa mencapai Rp 10 juta.

Angkot

Sepinya pengunjung pusat perbelanjaan itu dirasakan pengemudi angkutan umum. ”Sepekan terakhir sejak Mangga Dua banjir, penumpang yang turun dan naik di situ (Mangga Dua) sepi,” ujar M Thoyeb, sopir Angkot 39 Stasiun Kota-Mangga Dua-Pademangan.

Sepinya penumpang mengakibatkan pendapatan pengemudi menurun. ”Biasanya hanya setengah hari sudah dapat uang setoran, bensin, dan kelebihan untuk sopir. Ini, sudah siang, baru dapat uang setoran,” katanya.

Uang setoran untuk setengah hari pukul 08.00-16.00 sebesar Rp 160.000. Sementara uang bensin 10 liter Rp 65.000.

Banjir yang menggenangi sejumlah wilayah di Jakarta Pusat juga membuat pelaku usaha merugi. Mereka kehilangan potensi pendapatan hingga puluhan juta rupiah.

Rinda, pengelola Toko Stevenson Audio di Mall Mangga Dua, Jakarta Pusat, mengatakan, sejak banjir kemarin omzet anjlok. Dalam kondisi normal, omzet bisa mencapai Rp 7 juta, tetapi kini merosot tinggal Rp 1 juta-Rp 2 juta per hari. Toko juga sempat tutup dua hari karena jalan menuju tokok terkepung banjir.

Kondisi sama dialami Perusahaan Dagang (PD) Radial yang menjual aneka ban mobil di Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat. Manajer PD Radial Aqi mengatakan tidak menduga luapan Ciliwung Kecil di sisi Jalan Gunung Sahari meninggi hingga menggenangi toko sehingga tidak ada satu pun konsumen yang datang. Padahal, dalam kondisi normal omzet bisa mencapai Rp 10 juta per hari.

Di tempat terpisah, Ivan (28), pengelola Toko Surya Jaya di Jalan Pangeran Tubagus Angke, Jakarta Barat, mengaku tidak ada pembeli yang datang karena jalan terendam luapan Kali Angke. Air sempat masuk toko. Akibatnya, usahanya kehilangan potensi pendapatan dari penjualan rata-rata Rp 1,5 juta per hari.

Angkutan merugi

Ketua Departemen Moda Angkutan Barang DPP Organda Andre Silalahi mengatakan, pengusaha angkutan umum mengalami kerugian besar akibat banjir yang terjadi, baik di Jakarta maupun di wilayah pantai utara Jawa. ”Kerugian terjadi karena ada kerusakan kendaraan, biaya bahan bakar yang membengkak, hingga penambahan biaya sopir. Mengenai angka
belum bisa dipastikan karena banjir masih berlangsung,” kata Andre.

Kerusakan jalan dan genangan banjir membuat banyak kendaraan mengalami kerusakan. Selain karena jalanan macet, pembengkakan biaya bahan bakar minyak sangat signifikan. Peningkatan konsumsi itu bisa mencapai 30-40 persen.

Selain itu, dari sisi frekuensi perjalanan juga menjadi jauh berkurang. ”Biaya operasional untuk sopir juga semakin banyak karena harus menunggu lama di jalan,” katanya.

Bahkan, lanjut Andre, di Jakarta banyak angkutan kota yang tidak bisa beroperasi karena jalur terputus air, atau kendaraan rusak karena terendam. (NEL/PIN/RWN/MDN/RTS/RAY)