Selain dari pemerintah, kebutuhan air bersih warga juga dipasok oleh beberapa perusahaan penyedia air bersih.
Kepala Humas PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) Meyritha Maryanie mengatakan, pihaknya juga menyediakan tangki-tangki air bersih untuk korban banjir.
”Total ada 14 tandon air bersih yang disebar di beberapa lokasi pengungsian,” kata Meyritha.
Operator air bersih ini membantu kebutuhan air bersih warga, khususnya yang berada di wilayah pelayanan perusahaan tersebut, seperti di daerah Kebon Baru, Tebet, yang hingga akhir pekan kemarin sebagian kawasannya masih digenangi air setinggi satu meter.
Sumber kehidupan
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, mengatakan, ini sungguh ironi kehidupan warga Ibu Kota. Warga Jakarta hingga kini masih selalu terbelit masalah air, baik kala musim hujan maupun kemarau. Anehnya, problem air ini justru hampir tidak pernah dianggap sebagai persoalan besar bagi pemerintah.
”Makanya, penanganan banjir ini harus berorientasi revitalisasi lingkungan, bukan sekadar bikin kanal, sodetan, atau proyek fisik lain,” katanya.
Banjir seharusnya menjadi kekuatan struktur yang harus membangun kultur kepedulian terhadap lingkungan kota. Warga diingatkan agar kembali peduli dan menjaga serta bergerak untuk memperbaiki lingkungan sekitarnya.
Warga, lanjut Yayat, juga harus disadarkan bahwa sumber air terbesar selama ini ada di depan mata, yaitu 13 sungai yang mengaliri Jakarta dan sekitarnya. Revitalisasi sungai yang didahului dengan normalisasi fisik sungai menjadi awal mewujudkan kali sebagai sumber kehidupan bukan sebagai sumber bencana.