Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pilu Warga Korban Gusuran di Benhil

Kompas.com - 21/02/2014, 13:19 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis


JAKARTA,KOMPAS.com
 — Sepanjang mata memandang, hanya ada tumpukan puing sisa-sisa bangunan yang baru saja dibongkar oleh polisi pamong praja. Debu pun masih bertebaran di sekitar tempat tersebut. Tidak ada lagi yang berdiri tegak layaknya bangunan normal. Kayu-kayu penyangga bangunan tergeletak begitu saja di tanah, bahkan masih ada paku yang menempel, tanda pencabutan secara paksa.

Kondisi seperti itu tampak nyata di lokasi penggusuran bangunan di RT 11-12 RW 02, Kelurahan Bendungan Hilir, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2014) siang. Warga setempat mengenalnya sebagai warung menara sutet karena letaknya dekat dengan menara saluran udara tegangan ekstra tinggi (sutet).

Setidaknya, ada 40 unit bangunan yang menjadi sasaran pembongkaran sepanjang sisi Jalan Gatot Subroto tersebut. Menurut Ikshan (43), warga RT 12 yang sudah tinggal di sana sejak 1992, proses penggusuran pada Kamis kemarin berlangsung secara tiba-tiba. Warga yang terkena gusur hanya mendapatkan surat peringatan sehari sebelum penggusuran. Jadwal penggusuran pun tidak dikomunikasikan dengan jelas. Warga pun kaget karena tiba-tiba satpol PP datang dan membongkar bangunan tersebut pada Kamis pagi.

"Kayak orang lagi tidur, terus disiram air," ujar Ikshan mengumpamakan kejadian penggusuran tersebut.

Warga terpaksa buru-buru membereskan barang-barang di rumah dan warung mereka. Ada bangunan yang kosong ditinggal pemiliknya karena sedang bekerja sehingga warga yang masih di sana harus menghubungi pemiliknya. Pada akhirnya, mereka yang sedang bekerja terpaksa kembali pulang menyelamatkan harta bendanya sebelum dibongkar petugas.

Seusai proses penggusuran, warga kebingungan. Mereka tidak tahu harus pindah ke mana. Penggusuran yang terjadi tiba-tiba menyebabkan penghuni bangunan dekat sutet tersebut harus segera mencari tempat tinggal sementara.

Salah satu yang kebingungan adalah Tugiman alias Jenggot (34) beserta istri, Retno (25). "Kita mau kok pindah, tapi jangan begini caranya," kata Tugiman kepada Kompas.com, kemarin.

Saat ditemui, Tugiman dan istrinya hanya duduk di dekat reruntuhan bangunan sambil menjaga beberapa tas dan bungkusan milik mereka. Tugiman mengatakan, dari desas-desus yang ada, penggusuran seharusnya dilaksanakan pada Minggu (23/2/2014) lusa. Nyatanya, penggusuran berlangsung kemarin dan mendadak. "1 x 24 jam itu enggak cukup," tutur Tugiman.

Warga RT 11 dan 12 yang berada tepat di sisi Jalan Gatot Subroto mendapatkan dua kali surat peringatan. Surat pertama tertanggal 10 Februari 2014 dan yang kedua diberikan pada Rabu (19/2/2014).

Kejanggalan

Sebagian besar warga korban penggusuran itu merasakan ada sesuatu yang aneh pada surat peringatan itu. Menurut warga, tidak ada logo maupun informasi tentang PT PLN Persero selaku pemilik resmi tanah tersebut. Surat peringatan itu mencantumkan Camat Tanah Abang Hidayatullah dan tembusan ke Wali Kota Jakarta Pusat, Kepala Satpol PP Kota Administrasi Jakarta Pusat, Kepala Polsek Metro Tanah Abang, Komandan Rayon Militer 05 Tanah Abang, dan Lurah Bendungan Hilir.

Dalam surat itu, disebutkan kepada para penghuni bangunan liar di bawah tegangan tinggi (sutet) sepanjang Jalan Gatot Subroto bahwa mereka dikenakan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1991 tentang Bangunan di Wilayah Provinsi DKI Jakarta. Dengan menempati lahan di bawah sutet, warga dikenakan pelanggaran terhadap Pasal 56 pada perda itu.

Di satu sisi, warga RT 11 dan 12 mengaku bukan penghuni bangunan liar dengan dalih mereka sudah menempati tempat tersebut sejak tahun 1971. Meski demikian, warga mengakui bahwa tanah tersebut adalah milik PLN dan segala kewenangan ada di PLN. Mereka mengklaim bahwa PLN sudah mengizinkan pemanfaatan lahan tersebut dengan catatan jangan sampai ada pohon yang terkena kabel sutet.

Warga menuturkan, mereka tidak mendapatkan kompensasi dalam aksi pembongkaran bangunan itu. Padahal, kata warga, ketika PLN ingin menebang pohon di wilayah tersebut, ada kompensasi untuk warga berupa uang Rp 150.000 untuk satu pohon.

Beberapa warga di sana ada yang masih menunggu di lokasi penggusuran karena bingung mau ke mana. Sebagian lainnya ada yang mengungsi ke tempat saudaranya dan mencari kontrakan untuk tempat tinggal sementara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Megapolitan
Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Megapolitan
Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Botol dan Batu, Polisi: Tak Ada yang Terluka dan Ditangkap

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Botol dan Batu, Polisi: Tak Ada yang Terluka dan Ditangkap

Megapolitan
Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Cerita Tukang Ojek Sampan Pelabuhan Sunda Kelapa, Setia Menanti Penumpang di Tengah Sepinya Wisatawan

Megapolitan
Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Megapolitan
Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Megapolitan
Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Megapolitan
Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Megapolitan
Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko 'Saudara Frame': Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko "Saudara Frame": Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Megapolitan
Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com