Kali ini Basuki tidak meluapkan emosi lewat ucapan saat memimpin rapat, tetapi ia mencoret dan memberi tanda silang pada memo Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Wiriyatmoko.
"Benar-benar gila dia (Wiriyatmoko) ini. Cari alasan baru lagi buat menghambat sumbangan, bikin capek," kata Basuki dengan nada tinggi, di Balaikota Jakarta, Selasa (25/3/2014).
Basuki mengungkapkan, Plt Sekda kini beralasan transjakarta sumbangan tiga perusahaan itu harus menggunakan bahan bakar gas (BBG), sedangkan bahan bakar yang digunakan di bus sumbangan itu adalah solar.
Perda yang digunakan untuk aturan sumbangan bus transjakarta adalah Pasal 20 (1) Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 2005 tentang pengendalian pencemaran udara.
Dalam aturan itu, diatur bahwa angkutan umum dan kendaraan operasional Pemprov DKI wajib menggunakan bahan bakar gas sebagai upaya pengendalian emisi gas buang kendaraan bermotor.
Atas dasar itu, Basuki mengatakan, seharusnya kendaraan operasionalnya juga dilarang beroperasi karena menggunakan solar sebagai bahan bakar. Seharusnya, sumbangan bus berbahan bakar solar itu langsung diterima karena DKI tidak memiliki unit bus transjakarta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jakarta.
Menurut Basuki, masyarakat Jakarta tidak akan keberatan untuk menggunakan bus berbahan bakar solar sampai ketersediaan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) tercukupi.
Basuki dapat memaklumi peraturan Pemprov DKI tidak bisa membeli transjakarta dan kendaraan operasional berbahan bakar solar. Oleh karena itu, dia memilih untuk menerima sumbangan bus dari berbagai perusahaan swasta.
Basuki memaparkan lebih lanjut, Wiriyatmoko meminta bus sumbangan itu dioperasikan di koridor yang belum tersedia fasilitas SPBG dan memasang converter kit pada bus sumbangan tersebut.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan