Diberitakan sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sempat berujar, seandainya ia menjadi gubernur DKI, ia akan memecat Wiriyatmoko dari jabatannya sebagai Plt Sekda dan Asisten Sekda bidang Pembangunan DKI Jakarta.
Menurut Moko, saat ini, pihaknya masih menunggu rekomendasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) apakah dapat menerima bantuan bus tersebut atau tidak.
"Kalau belum ada rekomendasi dari sana (BPKP), ya saya enggak mau (terima), mending berhentikan saya sajalah," kata Moko, di Balaikota Jakarta, Kamis (27/3/2014).
Moko mengakui, di dalam nota dinas yang diserahkannya kepada Basuki, ada poin yang menyebutkan bahwa Pemprov DKI memerlukan rekomendasi dari BPKP dan Kementerian Dalam Negeri.
Setelah Basuki menyatakan keberatan dengan poin tersebut karena kembali menghambat bantuan bus, Moko urung melaksanakan niatnya mengirim surat ke Kemendagri.
Menurut dia, rekomendasi dari BPKP saja sudah cukup untuk membuktikan apakah pembebasan pajak reklame di tubuh bus berpotensi mengalami kerugian negara atau tidak.
Jika rekomendasi BPKP menunjukkan bahwa hal itu tidak berpotensi mengalami kerugian negara, maka pihaknya akan menerima sumbangan 30 bus dari tiga perusahaan swasta.
Tiga perusahaan penyumbang itu adalah PT Telekomunikasi Seluler Indonesia, PT Rodamas, dan PT Ti-Phone Mobile Indonesia.
Poin lain yang dianggap Basuki memberatkan adalah bus sumbangan harus berbahan bakar gas (BBG). Sementara itu, bahan bakar yang digunakan di bus sumbangan itu adalah solar.
Perda yang digunakan untuk sumbangan bus transjakarta adalah Pasal 20 (1) Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Di dalamnya diatur bahwa angkutan umum dan kendaraan operasional Pemprov DKI wajib menggunakan bahan bakar gas sebagai upaya pengendalian emisi gas buang kendaraan bermotor.
Lebih lanjut, bus sumbangan itu dioperasikan di koridor yang belum memiliki fasilitas SPBG. Menurut Moko, percuma apabila bus berbahan bakar solar melintas di koridor yang memiliki fasilitas SPBG. Oleh karenanya, akan lebih baik jika bus melintas di jalur non-SPBG.
"Yah itu paling membutuhkan waktu 4-5 tahun saja karena DKI, PGN, dan Pertamina juga membutuhkan waktu lama untuk menyiapkan infrastruktur gas, sekitar 3-4 tahun," kata mantan Kepala Dinas Tata Ruang DKI tersebut.
Sementara itu, Moko juga menjelaskan bahwa penghitungan pajak reklame bukan merupakan tugas pokok dan fungsinya, tetapi Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta. Karena tiga perusahaan itu ingin pembebasan pajak reklame, maka pihaknya akan menunggu rekomendasi BPKP demi mencegah terjadinya kerugian negara.
Moko mengaku telah berkirim surat kepada BPKP, tetapi belum mendapat respons. "Ini semua menyangkut masalah pajak, jadi harus hati-hati. Kalau kata BPKP, tidak ada kerugian negara, kita terima busnya untuk kebutuhan masyarakat, besok saya telepon BPKP-nya," kata Moko.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.