Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diancam Ahok, Wiriyatmoko Mengaku Siap Dipecat

Kompas.com - 27/03/2014, 18:15 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Wiriyatmoko mengaku siap dipecat atas permasalahan birokrasi sumbangan bus oleh perusahaan swasta.

Diberitakan sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sempat berujar, seandainya ia menjadi gubernur DKI, ia akan memecat Wiriyatmoko dari jabatannya sebagai Plt Sekda dan Asisten Sekda bidang Pembangunan DKI Jakarta.

Menurut Moko, saat ini, pihaknya masih menunggu rekomendasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) apakah dapat menerima bantuan bus tersebut atau tidak.

"Kalau belum ada rekomendasi dari sana (BPKP), ya saya enggak mau (terima), mending berhentikan saya sajalah," kata Moko, di Balaikota Jakarta, Kamis (27/3/2014).

Moko mengakui, di dalam nota dinas yang diserahkannya kepada Basuki, ada poin yang menyebutkan bahwa Pemprov DKI memerlukan rekomendasi dari BPKP dan Kementerian Dalam Negeri.

Setelah Basuki menyatakan keberatan dengan poin tersebut karena kembali menghambat bantuan bus, Moko urung melaksanakan niatnya mengirim surat ke Kemendagri.

Menurut dia, rekomendasi dari BPKP saja sudah cukup untuk membuktikan apakah pembebasan pajak reklame di tubuh bus berpotensi mengalami kerugian negara atau tidak.

Jika rekomendasi BPKP menunjukkan bahwa hal itu tidak berpotensi mengalami kerugian negara, maka pihaknya akan menerima sumbangan 30 bus dari tiga perusahaan swasta.

Tiga perusahaan penyumbang itu adalah PT Telekomunikasi Seluler Indonesia, PT Rodamas, dan PT Ti-Phone Mobile Indonesia.

Poin lain yang dianggap Basuki memberatkan adalah bus sumbangan harus berbahan bakar gas (BBG). Sementara itu, bahan bakar yang digunakan di bus sumbangan itu adalah solar.

Perda yang digunakan untuk sumbangan bus transjakarta adalah Pasal 20 (1) Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Di dalamnya diatur bahwa angkutan umum dan kendaraan operasional Pemprov DKI wajib menggunakan bahan bakar gas sebagai upaya pengendalian emisi gas buang kendaraan bermotor.

Lebih lanjut, bus sumbangan itu dioperasikan di koridor yang belum memiliki fasilitas SPBG. Menurut Moko, percuma apabila bus berbahan bakar solar melintas di koridor yang memiliki fasilitas SPBG. Oleh karenanya, akan lebih baik jika bus melintas di jalur non-SPBG.

"Yah itu paling membutuhkan waktu 4-5 tahun saja karena DKI, PGN, dan Pertamina juga membutuhkan waktu lama untuk menyiapkan infrastruktur gas, sekitar 3-4 tahun," kata mantan Kepala Dinas Tata Ruang DKI tersebut.

Sementara itu, Moko juga menjelaskan bahwa penghitungan pajak reklame bukan merupakan tugas pokok dan fungsinya, tetapi Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta. Karena tiga perusahaan itu ingin pembebasan pajak reklame, maka pihaknya akan menunggu rekomendasi BPKP demi mencegah terjadinya kerugian negara.

Moko mengaku telah berkirim surat kepada BPKP, tetapi belum mendapat respons. "Ini semua menyangkut masalah pajak, jadi harus hati-hati. Kalau kata BPKP, tidak ada kerugian negara, kita terima busnya untuk kebutuhan masyarakat, besok saya telepon BPKP-nya," kata Moko.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Megapolitan
2 Pria Dikepung Warga karena Diduga Transaksi Narkoba, Ternyata Salah Paham

2 Pria Dikepung Warga karena Diduga Transaksi Narkoba, Ternyata Salah Paham

Megapolitan
Hasil Tes Urine Negatif, Anggota Polres Jaktim Dibebaskan Usai Ditangkap dalam Pesta Narkoba

Hasil Tes Urine Negatif, Anggota Polres Jaktim Dibebaskan Usai Ditangkap dalam Pesta Narkoba

Megapolitan
Terungkap, Wanita Hamil Bersimbah Darah di Kelapa Gading Tewas akibat Menggugurkan Janinnya Sendiri

Terungkap, Wanita Hamil Bersimbah Darah di Kelapa Gading Tewas akibat Menggugurkan Janinnya Sendiri

Megapolitan
Ketakutan Pengemudi 'Online' Antar-Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Ketakutan Pengemudi "Online" Antar-Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Megapolitan
Akibat Pipa Bocor, Warga BSD Alami Gangguan Air Mati sejak Senin Dini Hari

Akibat Pipa Bocor, Warga BSD Alami Gangguan Air Mati sejak Senin Dini Hari

Megapolitan
KPU Buka Pendaftaran PPK Buat Pilkada DKI 2024, Ini Tahapan dan Syaratnya

KPU Buka Pendaftaran PPK Buat Pilkada DKI 2024, Ini Tahapan dan Syaratnya

Megapolitan
Serangan Mendadak ODGJ pada Pemilik Warung di Koja, Korban Kaget Tiba-tiba Didatangi Orang Bergolok

Serangan Mendadak ODGJ pada Pemilik Warung di Koja, Korban Kaget Tiba-tiba Didatangi Orang Bergolok

Megapolitan
Polisi: Pria yang Ditemukan Tewas di Apartemen Tebet Diduga karena Sakit

Polisi: Pria yang Ditemukan Tewas di Apartemen Tebet Diduga karena Sakit

Megapolitan
Tanda Tanya Tewasnya Wanita Hamil di Ruko Kelapa Gading...

Tanda Tanya Tewasnya Wanita Hamil di Ruko Kelapa Gading...

Megapolitan
Waswas Penonaktifan NIK Warga Jakarta, Jangan Sampai Bikin Kekisruhan

Waswas Penonaktifan NIK Warga Jakarta, Jangan Sampai Bikin Kekisruhan

Megapolitan
Mau Jadi Cawalkot Depok, Sekda Supian Suri Singgung Posisinya yang Tak Bisa Buat Kebijakan

Mau Jadi Cawalkot Depok, Sekda Supian Suri Singgung Posisinya yang Tak Bisa Buat Kebijakan

Megapolitan
Menguak Penyebab Kebakaran Toko 'Saudara Frame' yang Memerangkap Tujuh Penghuninya hingga Tewas

Menguak Penyebab Kebakaran Toko "Saudara Frame" yang Memerangkap Tujuh Penghuninya hingga Tewas

Megapolitan
Kasus Bocah yang Setir Mobil Pameran hingga Tabrak Tembok Mal di Kelapa Gading Berujung Damai

Kasus Bocah yang Setir Mobil Pameran hingga Tabrak Tembok Mal di Kelapa Gading Berujung Damai

Megapolitan
Tak Beda Jauh Nasib Jakarta Setelah Jadi DKJ, Diprediksi Masih Jadi Magnet Para Perantau dan Tetap Macet

Tak Beda Jauh Nasib Jakarta Setelah Jadi DKJ, Diprediksi Masih Jadi Magnet Para Perantau dan Tetap Macet

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com