Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha Mal Terbebani Kenaikan NJOP di Jakarta

Kompas.com - 28/03/2014, 07:55 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Kenaikan nilai jual objek pajak (NJOP) yang cukup signifikan di Jakarta ternyata mempengaruhi kalangan pengusaha pusat perbelanjaan. Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Handaka Santosa mengaku terkejut mengetahui lonjakan nilai yang pesat dan diumumkan secara mendadak tersebut.

"Pastilah, kita terbebani dengan kenaikan NJOP ini," kata Handaka, di Balaikota Jakarta, Kamis (27/3/2014).

Hal ini berdampak pada kenaikan harga kepada penyewa toko di mal. Akibatnya, penyewa juga akan meningkatkan harga barang produksi mereka, seperti makanan, minuman, pakaian, dan sebagainya. Pada tahun sebelumnya, Handaka menjelaskan, pengelola mal sudah terbebani oleh pemberlakuan tarif pajak bumi dan bangunan (PBB) progresif.

Saat itu, pusat perbelanjaan mewah atau mal menjadi salah satu wajib pajak yang terkena pajak progresif tinggi. Hal itu disebabkan karena nilai tanah dan bangunannya di atas Rp 10 miliar.

Perhitungan tarif dasar PBB untuk NJOP di bawah Rp 200 juta dikenakan tarif 0,01 persen. Kemudian NJOP antara Rp 200 juta-2 miliar dikenakan tarif 0,1 persen. Selanjutnya, NJOP Rp 2-10 miliar, tarifnya 0,2 persen, serta wajib pajak yang memiliki NJOP di atas Rp 10 miliar dikenakan tarif 0,3 persen.

"Kalau melihat kebijakan ini, memang demi peningkatan income pemerintah. Meskipun kami terbebani, ya memang itu kewajiban yang harus kita penuhi sebagai warga negara yang baik. Mal dan lapangan golf, saya kira yang mendapat NJOP paling fantastis," ujar Handaka.

Pada kesempatan berbeda, Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Iwan Setiawandi mengatakan, penyesuaian NJOP mempengaruhi tingginya angka PBB perkotaan dan pedesaan. Kenaikan NJOP di Jakarta bervariasi, disesuaikan dengan lokasi wilayah. Mulai dari 120-240 persen.

Menurut dia, kenaikan NJOP ini sesuai dengan instruksi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, yang menginginkan PBB menjadi sektor pajak daerah yang menjadi unggulan. Selain itu, selama empat tahun, besaran NJOP tidak mengalami kenaikan. Padahal harga pasar telah melonjak cukup signifikan.

Warga yang keberatan bisa mengajukan permohonan keringanan dengan memenuhi persyaratan yang ada. Namun, besaran pengurangan maksimal 75 persen dari nilai PBB yang harus dibayarkan.

"Tapi, sebenarnya NJOP yang baru harganya masih di bawah harga pasar sesungguhnya di lapangan," ujar Iwan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

Megapolitan
Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Megapolitan
Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang 'Pelanggannya' di Kali Bekasi

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang "Pelanggannya" di Kali Bekasi

Megapolitan
Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com