JAKARTA, KOMPAS.com
- Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur tak hanya menyediakan bergunung- gunung sayuran dan buah-buahan. Pasar grosir agro ini juga menyediakan ragam rempah- rempah, yang beberapa jenis di antaranya sulit ditemukan di pasar-pasar tradisional. Inilah surga rempah bagi warga Ibu Kota.

Sama halnya sayuran, rempah-rempah yang dijual di pasar ini umumnya tersedia dalam jumlah banyak. Satu lapak seluas 4 x 6 meter persegi, misalnya, dipenuhi jahe yang sekal dan segar.

Bagi penikmat belanja di pasar tradisional, pemandangan itu sungguh menarik. Apalagi komoditas yang disajikan umumnya sudah bersih. Rempah-rempah ini tak hanya dijual dalam partai besar. Pengunjung bisa juga belanja eceran, asalkan tidak beli satuan seperti belanja di warung.

Lapak Mulyanto (36), misalnya, disesaki tumpukan jahe, temulawak, laos, dan beragam rempah penyedap rasa lainnya. Rempah-rempah segar itu diperoleh dari sejumlah wilayah Nusantara.

Di sini ada dua jenis jahe, yakni jahe gajah yang berukuran gemuk dan biasanya digunakan untuk memasak. Ada pula jahe emprit atau jahe ukuran kecil seruas-ruas jari yang berasa lebih pedas dan biasanya digunakan untuk jamu.

Mulyanto yang sudah memulai usahanya sejak 1995 juga menyediakan kunir putih, biasanya digunakan sebagai obat kanker. Untuk jenis rempah yang satu ini, pembeli harus pesan terlebih dahulu.

Tak hanya rempah jenis akar rimpang, rempah-rempah kering juga disediakan di pasar ini. Ery Bandaro (50), pedagang asal Sumatera Barat, ini menyediakan beragam bumbu kering dan juga yang dihaluskan jadi bubuk.

Di kiosnya, UD Ridho, Ery tak hanya menyediakan rempah kering dari Indonesia, tetapi juga dari beberapa negara di Asia. Contohnya, gardamunggu sejenis kapulaga dari India dan kayumanis dari Tiongkok.

Namun sebagai penghasil rempah-rempah di dunia, jenis rempah-rempah dari dalam negeri tetap mendominasi isi kios Ery, seperti pala, kapulaga, cengkeh, dan jintan. Istimewanya, Ery juga menyediakan beberapa jenis rempah kering yang sulit ditemukan di pasar tradisional umumnya, seperti kayu masohi dan bunga pala. Kayu masohi merupakan salah satu jenis rempah yang digunakan sebagai penguat rasa masakan gulai dan kari. Aroma dari kayu masohi ini pun persis aroma gulai.

Kayu masohi dipasok dari Papua. Adapun bunga pala dari Maluku dapat digunakan sebagai pengganti biji pala untuk memasak. Keuntungannya, dengan menggunakan bunga pala ini, masakan bisa lebih bersih. Sebaliknya dengan biji pala, masakan akan tampak agak keruh.

Jika ingin lebih praktis, Ery juga menyediakan bumbu kering giling yang diracik, seperti untuk bumbu rendang dan gulai. Tersedia pula bumbu kering digiling dari setiap jenis bumbu, seperti cabai bubuk, bawang putih bubuk, dan lada bubuk.

Tak hanya yang digiling, Ery juga menyediakan bumbu kering racikan untuk berbagai macam menu, seperti soto, opor, semur, dan kari. Bumbu racikan itu disajikan dalam kantong- kantong ukuran kecil, cukup untuk memasak satu porsi. Bumbu ini dijual Rp 6.000 untuk satu macam menu, yang terdiri atas 20 kantong.

Di Pasar Induk Kramatjati dapat ditemukan pula pedagang yang menyediakan bumbu giling basah, seperti bawang putih, jahe, cabai merah. Harganya Rp 4.000-Rp 10.000 per kilogram.

Pelayan lapak bumbu giling basah, Nasir (35), mengungkapkan, bumbu giling dipasok dari industri rumah tangga di Kelurahan Kampung Tengah, Kecamatan Kramatjati. Pada hari biasa, pembeli sebatas pelanggan dari katering dan pedagang makanan. Namun saat jelang hari raya, pembeli biasanya membeludak dan umumnya datang dari ibu rumah tangga.

Warga Ibu Kota dapat menjadikan pasar induk ini sebagai penambah wawasan kekayaan bumbu Nusantara. (MDN)