JAKARTA, KOMPAS.com — Keterlambatan perjalanan KRL di lintas Bekasi sulit dihindari. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan jalan rel yang sama untuk dua jenis kereta yang berbeda karakter, yakni KRL dan kereta api jarak jauh. Sementara itu, pembangunan jalur rel dwiganda Manggarai-Cikarang baru rampung lima tahun lagi.

Seringnya gangguan perjalanan KRL menyulut demonstrasi di Stasiun Bekasi, Kamis pekan lalu. Jalur rel di stasiun ini diblokade penumpang selama sekitar empat jam. Para penumpang kesal karena selama satu jam tak ada perjalanan KRL. Akibat blokade, perjalanan KRL dan kereta api (KA) jarak jauh terganggu.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Hermanto Dwiatmoko, Minggu (20/4), mengatakan, pembangunan rel dwiganda bertujuan memisahkan jalur KRL dan KA jarak jauh.

”Jika rel masih digunakan oleh dua jenis kereta seperti sekarang, keterlambatan satu kereta akan berdampak ke kereta lainnya. Selain itu, kapasitas perjalanan KRL juga sulit ditambah,
terutama pada jam sibuk,” ujarnya.

Pembangunan jalur rel dwiganda Manggarai-Cikarang dibagi dalam beberapa paket pekerjaan. Pekerjaan jalur rel tahap pertama antara Bekasi dan Cikarang sudah dimulai dan diperkirakan rampung dua tahun lagi. Pengerjaan ruas antara Jatinegara dan Manggarai serta pemasangan prasarana seperti persinyalan sedang berlangsung dan akan dibiayai dengan sukuk.

Adapun untuk paket Bekasi-Jatinegara dan pembangunan depo Cipinang masih dibahas kelanjutan prosesnya hingga dua bulan mendatang karena hingga saat ini hanya ada satu peserta tender.

Ditjen Perkeretaapian, menurut Hermanto, masih membuka opsi pendanaan sukuk jika tidak ada peserta tender lagi untuk pembangunan ruas tersebut.

Secara terpisah, Direktur Utama PT KAI Commuter Jabodetabek Tri Handoyo mengakui, keterlambatan perjalanan KRL di lintas Bekasi sulit dihindari selama rel yang ada sekarang digunakan dua jenis kereta api.

”Dengan KA jarak jauh yang melintasi rel yang sama, tidak terhindarkan adanya penyusulan KRL oleh kereta jarak jauh. Hal ini kerap menyebabkan keterlambatan perjalanan KRL di
lintas Bekasi selama ini,” ujarnya.

Idealnya KRL menggunakan jalur rel khusus karena perjalanan KRL terbilang sering. KRL juga memiliki karakter berhenti di setiap stasiun.

KA jarak jauh mempunyai karakter yang cepat dan hanya berhenti di stasiun tertentu. Karena itu, perjalanan KA jarak jauh sering kali mendahului KRL.

Untuk solusi sementara, Tri mengatakan, pihaknya menambah sejumlah perjalanan KRL pagi hari untuk mengakomodasi perjalanan penumpang dan mencegah penumpukan penumpang.

Kessy Christian, penumpang KRL jalur Bekasi, mengatakan, keterlambatan perjalanan KRL semakin terasa akhir-akhir ini.

”Jika satu dua kali saja, penumpang bisa memaklumi. Namun, jika setiap hari ada keterlambatan, tentu tidak benar dan merugikan penumpang,” kata pria yang juga menjadi moderatur akun Twitter @jalurbekasi.

Keterlambatan perjalanan KRL bisa mencapai 30 menit atau lebih. Hal ini membuat jadwal perjalanan KRL dari Stasiun Bekasi setelah pukul 06.00 sangat jarang ditepati.

Dia mengatakan, pemblokadean rel pada Kamis pekan lalu merupakan aksi spontan penumpang yang kesal dengan keterlambatan perjalanan KRL. Pukul 07.00 hingga 08.00, ada tiga KRL yang belum tiba di Stasiun Bekasi. Akibatnya, penumpang yang akan berangkat kerja menumpuk di peron.

Jumlah penumpang KRL di lintas Bekasi, menurut Kessy, meningkat setelah pemberlakuan tarif progresif pertengahan pada tahun lalu. Karena kerap terlambat, terjadi penumpukan penumpang dan kereta sangat sesak manakala ada KRL terlambat.

Sementara itu, jumlah perjalanan sulit ditingkatkan untuk mengakomodasi pertambahan jumlah penumpang. Belum lagi penyejuk ruangan yang seringi tidak berfungsi sehingga tidak jarang ada penumpang pingsan. Kondisi ini memicu emosi penumpang.

Para demonstran meminta perbaikan jadwal perjalanan KRL di lintas Bekasi. Selain itu, mereka juga minta agar penyejuk ruangan di kereta diperbaiki. Penumpang juga mendesak prioritas perjalanan KRL ketimbang kereta api jarak jauh.

Pengamat perkeretaapian Taufik Hidayat mengatakan, pembenahan KRL Jabodetabek tak mudah karena terdapat aneka masalah yang saling membelit. Selain persoalan kualitas sarana yang tidak prima, ada juga persoalan prasarana yang tidak andal. Ketidakandalan prasarana ini tak lepas dari keterbatasan dana perawatan dan masih panjangnya proses pembiayaan perawatan prasarana oleh pemerintah pusat.

Di sisi lain, Taufik mengatakan, setiap ada gangguan perjalanan KRL, operator harus mengumumkan kepada penumpang kereta. Dengan demikian, penumpang bisa memilih akan tetap menggunakan jasa kereta api dengan segala konsekuensinya atau memilih menggunakan moda angkutan lain. Hal ini sebenarnya sudah tercantum dalam standar pelayanan minimal perkeretaapian.

Kepala Humas PT KAI Daop I Agus Komarudin mengatakan, keterlambatan perjalanan KA pada Kamis pekan lalu disebabkan adanya perbaikan rel di dekat Stasiun Gambir. Selain itu, juga ada KA jarak jauh yang terlambat. (ART)