Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terima Aduan CPNS Gagal, Kepala BKD DKI Pusing

Kompas.com - 05/05/2014, 09:57 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Bukan cuma pegawai honorer di Dinas Pekerjaan Umum DKI yang galau, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta I Made Karmayoga juga pusing atas persoalan CPNS ini.

Setiap hari ada saja orang yang datang ke ruang Made. Sebagian besar yang datang pegawai honorer dari dinas tertentu yang kecewa. Kasusnya sama seperti SA. Kelulusannya jadi CPNS dibatalkan karena tidak sahnya Surat Keterangan Honorer (SKH).

"Ada yang datang sambil menangis ke ruangan saya dan itu setiap hari terjadi. Saya juga pusing. Tapi ini masalah hukum. Ini masalah sah atau tidaknya seseorang menjadi CPNS. Makanya walau menangis, apabila tidak sah ya tidak bisa," kata Made kepada Warta Kota, Kamis (1/5/2014) pagi.

Made menyebut, kasus ini telah menjadi masalah nasional. Bukan hanya terjadi di DKI Jakarta saja, melainkan juga di seluruh Indonesia. Penyebabnya adalah buruknya pengaturan pekerja honorer di setiap instansi pemerintah di Jakarta.

Made menjelaskan, SKH yang sah hanya dikeluarkan oleh Gubernur, Sekretaris Daerah, atau Kepala Dinas. Akan tetapi, di Jakarta surat keputusan honor justru bisa keluar dari camat, lurah, bahkan kepala sekolah.

Hal ini menjadi masalah ketika pemerintah mau mengangkat para pegawai honorer melalui metode honorer Kategori II. Pemerintah melihat SKH yang sah. Akan tetapi nyatanya, banyak SKH tidak sah muncul. Berbagai laporan juga mencuat, terutama terkait orang-orang yang baru bekerja sebagai honorer, tetapi bisa ikut tes.

Makanya, kata Made, setelah tes berlangsung, pemerintah meminta setiap pimpinan membuat surat pernyataan bertanggung jawab mutlak terhadap keluarnya SKI-1 tersebut. Artinya, bila di kemudian hari diketahui bohong, maka pimpinan akan dipidanakan. Pimpinan itu adalah Gubernur, Sekretaris Daerah, dan Kepala Dinas.

Sejak pemerintah mengeluarkan kewajiban itu, barulah sejumlah kepala dinas di Jakarta satu per satu takut. Termasuk Kepala Dinas Pekerjaan Umum yang tadinya mengeluarkan
SKH. Makanya, orang-orang seperti SA yang sudah ikut tes CPNS dan kemudian gagal bermunculan.

Penyebabnya, kepala dinas ternyata membuatkan SKH berdasarkan data tak valid. Artinya seseorang yang bekerja sebagai pegawai honorer tak terdeteksi jejak awal masuk bekerja. Ini lantaran buruknya sistem absensi pegawai honorer.

Akibatnya, cenderung asal-asalan mengeluarkan SKH. Makanya, begitu ada ketentuan itu, kepala dinas takut dan menarik kembali SKH yang telah dibuat.

"Ini juga jadi salah satu penyebabnya. Tak adanya kejujuran. Maksudnya begini, dia bekerja sebagai pegawai honor baru tahun 2009. Tapi kemudian dibuatkan SKH tahun 2005 oleh kepala dinas. Orang ini diam saja. Kemudian temannya ternyata ada yang tahu, lalu melapor bahwa orang itu baru bekerja sejak tahun 2005. Inilah yang terjadi sekarang," kata Made kepada Warta Kota. (ote)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jadi Tukang Ojek Sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Bakar Bisa Bikin Rumah dan Biayai Sekolah Anak hingga Sarjana

Jadi Tukang Ojek Sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Bakar Bisa Bikin Rumah dan Biayai Sekolah Anak hingga Sarjana

Megapolitan
Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Naik, Pedagang: Mungkin Belum Masa Panen

Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Naik, Pedagang: Mungkin Belum Masa Panen

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembegal Motor Warga yang Sedang Cari Makan Sahur di Bekasi

Polisi Tangkap Pembegal Motor Warga yang Sedang Cari Makan Sahur di Bekasi

Megapolitan
Tertipu Program Beasiswa S3 di Filipina, Korban Temukan Berbagai Kejanggalan

Tertipu Program Beasiswa S3 di Filipina, Korban Temukan Berbagai Kejanggalan

Megapolitan
Heru Budi Minta Kadis dan Kasudin Tingkatkan Pengawasan Penggunaan Mobil Dinas oleh ASN

Heru Budi Minta Kadis dan Kasudin Tingkatkan Pengawasan Penggunaan Mobil Dinas oleh ASN

Megapolitan
Usai Dicopot, Pejabat Dishub DKI yang Pakai Mobil Dinas ke Puncak Tak Dapat Tunjangan Kinerja

Usai Dicopot, Pejabat Dishub DKI yang Pakai Mobil Dinas ke Puncak Tak Dapat Tunjangan Kinerja

Megapolitan
Harga Cabai Rawit di Pasar Perumnas Klender Turun Jadi Rp 40.000 Per Kilogram Setelah Lebaran

Harga Cabai Rawit di Pasar Perumnas Klender Turun Jadi Rp 40.000 Per Kilogram Setelah Lebaran

Megapolitan
Dukung Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Rp 22 Miliar, Fraksi PKS: Biar Nyaman Jadi Kantor Kedua

Dukung Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Rp 22 Miliar, Fraksi PKS: Biar Nyaman Jadi Kantor Kedua

Megapolitan
Harga Bawang Putih di Pasar Perumnas Klender Masih Stabil dari Sebelum Lebaran

Harga Bawang Putih di Pasar Perumnas Klender Masih Stabil dari Sebelum Lebaran

Megapolitan
PSI DKI Ingatkan Heru Budi soal Keberadaan Biro Jasa Pembebasan Lahan Normalisasi Kali Ciliwung

PSI DKI Ingatkan Heru Budi soal Keberadaan Biro Jasa Pembebasan Lahan Normalisasi Kali Ciliwung

Megapolitan
Penampilan Pengemudi Fortuner Arogan Berpelat Palsu TNI yang Kini Berbaju Tahanan

Penampilan Pengemudi Fortuner Arogan Berpelat Palsu TNI yang Kini Berbaju Tahanan

Megapolitan
Gerindra Mulai Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor untuk Pilkada 2024

Gerindra Mulai Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor untuk Pilkada 2024

Megapolitan
DBD di Jaksel Turun Drastis, dari 507 Menjadi 65 Kasus per April 2024

DBD di Jaksel Turun Drastis, dari 507 Menjadi 65 Kasus per April 2024

Megapolitan
Dalam Rapat LKPJ 2023, Heru Budi Klaim Normalisasi Berhasil Atasi Banjir Jakarta

Dalam Rapat LKPJ 2023, Heru Budi Klaim Normalisasi Berhasil Atasi Banjir Jakarta

Megapolitan
Pria di Bekasi Jadi Korban Penipuan Program Beasiswa Doktoral di Filipina

Pria di Bekasi Jadi Korban Penipuan Program Beasiswa Doktoral di Filipina

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com