Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/05/2014, 20:27 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Semua pihak perlu menghentikan akar budaya kekerasan di kampus-kampus. Kekerasan terjadi karena pemahaman yang salah dalam mendefinisikan konsep kedisiplinan sehingga kasus-kasus kekerasan di lembaga pendidikan terus-menerus berulang.

”Para mahasiswa yang setiap tahun mendapat perlakuan keras dari para senior akhirnya mewariskan dendam kepada yunior sehingga muncul lingkaran setan aksi balas dendam,” kata sosiolog kriminal Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Soeprapto, kepada Kompas, Minggu (4/5).

Soeprapto menanggapi aksi kekerasan di dunia pendidikan yang berkali-kali terjadi. Terakhir, kasus ini menimpa Dimas Dikita Handoko (19), taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta, 25 April 2014. Kepala Polres Jakarta Utara Komisaris Besar Muhammad Iqbal seperti dikutip Kompas 27 April lalu menyebutkan, kasus penganiayaan itu berawal dari kegiatan yang sebenarnya bertujuan membina taruna yunior.

”Katanya, para yunior ditatar agar lebih disiplin dan hormat kepada senior. Ujung-ujungnya menjurus penganiayaan dan mengakibatkan kematian,” kata Iqbal.

Taruna STIP Jakarta, Agung Bastian Gultom, juga tewas karena kasus serupa pada tahun 2008.

Alumnus STIP (dulu bernama Akademi Ilmu Pelayaran) tahun 1994, Dale Effendi, mengakui ada hukuman fisik di almamaternya. Namun, hukuman fisik yang diterapkan di STIP memiliki batasan-batasan yang terukur.

”Kalaupun ada kesalahan, taruna seharusnya hanya ditempeleng saja, disuruh push up atau squat jump, tidak perlu ada pemukulan atau tendangan,” kata Dale, yang juga Ketua Persatuan Pelaut Indonesia Timur.

Menurut Dale, setiap pembina, baik kakak angkatan maupun dosen, harus bertanggung jawab kepada mahasiswa ketika mereka berada di dalam atau di luar lingkungan STIP. ”Tidak boleh dikatakan bahwa karena aksi kekerasan ini dilakukan di luar kampus, lalu kampus tak bersalah. Bagaimanapun kasus ini tetap menjadi tanggung jawab pembina STIP. Siapa pun yang melakukan harus dihukum berat. Pemimpin STIP juga harus bertanggung jawab mengapa bisa terjadi pembiaran kasus serupa hingga berkali-kali,” kata Dale.

Soeprapto berpendapat, pendidikan semimiliter memang menanamkan kedisiplinan, tanggung jawab, dan ketangguhan mental. Namun, lembaga pendidikan salah memahami konsep kedisiplinan. ”Sikap disiplin, bertanggung jawab, dan tangguh dalam mental bisa dilatih tanpa harus melalui aksi kekerasan atau upaya pembunuhan karakter seseorang,” kata Soeprapto.

Menurut Soeprapto, orientasi mahasiswa dalam pendidikan tidak harus berbasis pada kekerasan, tetapi bisa dilakukan dengan mengarahkan mereka pada pemikiran-pemikiran rasional lewat diskusi-diskusi serta dialog rasional. Soeprapto menegaskan, semestinya indikator penanaman kedisiplinan, tanggung jawab, dan ketangguhan mental anak didik di lembaga pendidikan semimiliter harus diperjelas.

Ketua Yayasan Semai Jiwa Amini Diena Haryana, yang bergerak di bidang anti terhadap intimidasi (anti-bullying), berpendapat, pemimpin dan para dosen di kampus-kampus punya kewajiban melindungi mahasiswa. Kampus perlu menerapkan paradigma baru bahwa para mahasiswa bisa menjadi tegar, percaya diri, kreatif, cerdas, dan tidak ”lembek” dengan cara-cara yang manusiawi. ”Ajak mereka berdiskusi penuh wawasan baru, cerdas, dan memberdayakan anak-anak muda,” katanya.

Senada dengan Soeprapto, Diena menyarankan pemerintah merombak praktik orientasi mahasiswa agar anti terhadap kekerasan, berikut konsekuensi tegas secara tertulis bagi para pemimpin kampus dan mahasiswa yang tidak proaktif mengatasi masalah kekerasan di kampus ini.

Potong satu generasi

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Bidang Pendidikan Musliar Kasim di Jakarta, Minggu, juga menyatakan, lembaga pendidikan harus bisa mengantisipasi kekerasan yang dilakukan atas dasar hubungan kekuasaan seperti dari mahasiswa senior ke yunior. Jika terjadi kekerasan, seperti kasus di STIP, harus dipotong ”satu generasi”.

Pemerintah, lanjut Musliar, tentu tidak dapat bekerja sendirian. Untuk itu dibutuhkan keterlibatan aktif masyarakat dalam ikut mengawasi lembaga pendidikan.

Mendikbud Mohammad Nuh, pekan lalu, sudah meminta pengusutan tuntas kasus di STIP itu. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga menyiapkan sanksi penutupan jurusan yang terlibat. STIP Jakarta memiliki tiga jurusan, yaitu Nautika, Teknika, dan Kepelabuhanan. Dimas tercatat sebagai taruna Jurusan Nautika.

Nuh menambahkan, setelah menjalani sanksi selama satu hingga dua tahun, Kemdikbud akan mengevaluasi kembali apakah budaya kekerasan itu sudah hilang dari kampus tersebut.

Jika kondisinya sudah kondusif, kata Nuh, kampus itu boleh menerima mahasiswa baru lagi. Apabila masih ditemui benih-benih kekerasan, kampus tersebut bisa ditutup secara permanen sebagai pelajaran.

”Kalau tidak diputus begitu akan terus berlanjut turun-temurun. Tidak akan selesai balas dendamnya dari yunior ke senior. Harus dipotong mata rantainya atau potong generasinya,” kata Nuh.

Kepala Pusat Pembinaan Mental Moral dan Kesamaptaan STIP Jakarta Budi Purnomo mengatakan, sejak kasus tahun 2008, sebetulnya pengawasan diperketat, termasuk menyiagakan taruna dan memasang kamera pemantau. ”Kasus kali ini terjadi di luar kampus di luar jam belajar. Namun, peristiwa ini menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan,” kata Budi.

Menurut Budi, tidak ada toleransi bagi kekerasan di kampus. ”Pembinaan di luar (kampus) itu ilegal,” ujar Budi, seperti dikutip Kompas, 30 April lalu. (ABK/ELN/LUK/MKN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Kekecewaan Pedagang yang Terpaksa Buang Puluhan Ton Pepaya di Pasar Induk Kramatjati karena Tak Laku

Megapolitan
Kehebohan Warga Rusun Muara Baru Saat Kedatangan Gibran, Sampai Ada yang Kena Piting Paspampres

Kehebohan Warga Rusun Muara Baru Saat Kedatangan Gibran, Sampai Ada yang Kena Piting Paspampres

Megapolitan
Remaja Perempuan di Jaksel Selamat Usai Dicekoki Obat di Hotel, Belum Tahu Temannya Tewas

Remaja Perempuan di Jaksel Selamat Usai Dicekoki Obat di Hotel, Belum Tahu Temannya Tewas

Megapolitan
Gibran Janji Akan Evaluasi Program KIS dan KIP Agar Lebih Tepat Sasaran

Gibran Janji Akan Evaluasi Program KIS dan KIP Agar Lebih Tepat Sasaran

Megapolitan
Berkunjung ke Rusun Muara Baru, Gibran Minta Warga Kawal Program Makan Siang Gratis

Berkunjung ke Rusun Muara Baru, Gibran Minta Warga Kawal Program Makan Siang Gratis

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Megapolitan
Rekam Jejak Chandrika Chika di Dunia Hiburan: Dari Joget 'Papi Chulo' hingga Terjerat Narkoba

Rekam Jejak Chandrika Chika di Dunia Hiburan: Dari Joget "Papi Chulo" hingga Terjerat Narkoba

Megapolitan
Remaja Perempuan Tanpa Identitas Tewas di RSUD Kebayoran Baru, Diduga Dicekoki Narkotika

Remaja Perempuan Tanpa Identitas Tewas di RSUD Kebayoran Baru, Diduga Dicekoki Narkotika

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya | Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

[POPULER JABODETABEK] Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya | Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Rute Mikrotrans JAK98 Kampung Rambutan-Munjul

Rute Mikrotrans JAK98 Kampung Rambutan-Munjul

Megapolitan
Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Megapolitan
Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Megapolitan
Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Megapolitan
Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Megapolitan
Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com