"Memang tidak seratus persen pedagang setuju revitalisasi. Tapi kita terus berikan penjelasan sesuai prosedur, jalan terus, dan pasar HWI Lindeteves sudah jadi," kata Djangga, kepada wartawan, di Balaikota Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Ketika Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama dilantik sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, para pedagang berharap keduanya membatalkan kontrak revitalisasi Pasar HWI Lindeteves. Padahal, kontrak kerja sama revitalisasi pasar itu telah dilakukan sejak masa pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo pada Maret 2010.
Pada 25 Maret 2010, PD Pasar Jaya meminta pedagang untuk membuat surat pernyataan kesediaan mengikuti ketentuan selama revitalisasi. Program itu juga telah disetujui oleh 60 persen pedagang existing (lama).
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) nomor 3 tahun 2009 pasal 7 ayat 2 tentang pengelolaan area pasar, revitalisasi dapat dilakukan jika telah disetujui oleh 60 persen pedagang di sana.
Semua pedagang pun, lanjut dia, telah membayar penuh hak guna pemakaian kios.
Djangga membantah tudingan adanya potensi kerugian negara dalam pelaksanaan perjanjian kerja sama antara PD Pasar Jaya dengan pihak ketiga, PT Graha Agung Karya Hutama.
Penerimaan PD Pasar Jaya yang hanya mendapat 32,89 persen merupakan kesepakatan dengan PT Graha Agung Karya Hutama. Pasalnya, proses pembangunan hingga pengelolaan dilaksanakan oleh developer.
"Banyak pedagang yang tidak tahu. Biaya pengelolaan pasar itu semua menggunakan anggaran developer," ujar Djangga.
Sekedar informasi, sebelumnya, kuasa hukum Himpunan Pedagang Pasar Hayam Wuruk Indah Lindeteves (HIPPWIL) Otto Hasibuan bakal melaporkan Pelaksana tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ke KPK.
Pelaporan yang disampaikan ke KPK tersebut terkait adanya potensi kerugian negara dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama yang tidak seimbang antara PD Pasar Jaya dengan pihak ketiga, yaitu PT Graha Agung Karya Hutama mengenai revitalisasi pasar.
Menurut dia, diketahui ada kerja sama PD Pasar Jaya yang tidak seimbang sehingga berpotensi merugikan negara. Negara, dalam hal ini, hanya mendapat 32,89 persen dari pendapatan ditambah pembayaran 50 miliar diangsur 12 bulan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.