Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ignatius Ryan Tumiwa Ingin Suntik Mati karena Merasa Sebatang Kara

Kompas.com - 05/08/2014, 07:39 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ignatius Ryan Tumiwa (48) namanya. Anak bungsu dari empat bersaudara ini baru saja membuat heboh dengan mengajukan permohonan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk merevisi Pasal 344 KUHP tentang eutanasia atau upaya untuk mengakhiri hidup seseorang dengan tenang.

Pria kurus itu memakai baju tanpa lengan serta celana hitam lusuh saat ditemui di rumahnya di Jalan Taman Sari X RT 8 RW 03, Kelurahan Tamansari, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat. Ia mengaku sudah sejak Mei 2014 mengajukan tuntutan itu.

"Awalnya saya pergi ke Komnas HAM, terus ditolak. Saya pergi ke Depkes ditolak juga dan disuruh ke Mahkamah Konstitusi. Di MK saya disuruh pergi ke psikiater," ujar sarjana strata satu Jurusan Administrasi dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi di Jalan Kramat Raya kepada Warta Kota, Senin (4/8/2014).

Menurut dia, awal ide untuk suntik mati itu tak terlintas dalam pikirannya. Ia hanya ingin bertanya kepada Komnas HAM terkait dengan tunjangan untuk para jobless seperti dirinya. Hanya saja, ketika berkunjung ke Komnas HAM, dirinya mendapat larangan karena dianggap salah konfirmasi.

"Komnas HAM bilang yang diurusinya pelanggaran hak asasi bukan masalah pemberian tunjangan," ungkap pria lulusan Program Pascasarjana Universitas Indonesia Jurusan Administrasi pada tahun 1998 itu.

Dirinya ke Komnas HAM untuk mempertanyakan Pasal 34 UUD 1945 tentang fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara. "Saya bertanya kepada Komnas, soalnya saya kan fakir miskin. Tetapi, jawaban mereka fakir miskin itu tunawisma (gelandangan), bukan seperti saya," tuturnya.

Lantas, karena frustrasi dari Komnas HAM, kemudian terlintas ide untuk suntik mati. "Karena tak ditanggapi, muncul ide untuk ke Departemen Kesehatan minta disuntik mati, tetapi kembali dilarang karena di Indonesia tak ada hukum yang mengatur. Kemudian mereka menyuruh saya ke MK untuk melakukan revisi agar rencana saya bisa berjalan," ungkap pria yang mengaku pernah bekerja di perusahaan audit itu.

Saat ini, dirinya lebih memperjuangkan suntik mati bukan lagi tunjangan bagi penganggur. Sebab, ia mengaku bahwa sejak ditinggal ayahnya yang bernama Thu Indra (88) pada 2012, ia merasa depresi serta stres berat. Ditambah lagi, dirinya diberhentikan dari tempatnya bekerja.

"Mau gimana lagi, saya sudah hidup sendirian. Ayah serta ibu saya sudah meninggal. Kakak saya sudah punya keluarga sendiri, sudah jarang ke mari. Makanya, lebih baik saya mati saja," kata pria yang bercita-cita pergi ke Planet Mars itu. (Wahyu Tri Laksono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Megapolitan
Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Megapolitan
Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Megapolitan
PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

Megapolitan
Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Megapolitan
Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Megapolitan
Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Megapolitan
Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Megapolitan
Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Megapolitan
KPU DKI Pastikan Keamanan Data 618.000 KTP yang Dikumpulkan untuk Syarat Dukung Cagub Independen

KPU DKI Pastikan Keamanan Data 618.000 KTP yang Dikumpulkan untuk Syarat Dukung Cagub Independen

Megapolitan
Ketua RW: Aktivitas Ibadah yang Dilakukan Mahasiswa di Tangsel Sudah Dikeluhkan Warga

Ketua RW: Aktivitas Ibadah yang Dilakukan Mahasiswa di Tangsel Sudah Dikeluhkan Warga

Megapolitan
Pemilik Warteg Kesal, Pria yang Bayar Makanan Sesukanya 'Nyentong' Nasi Sendiri

Pemilik Warteg Kesal, Pria yang Bayar Makanan Sesukanya "Nyentong" Nasi Sendiri

Megapolitan
Hampir Dua Pekan, Preman yang Hancurkan Gerobak Bubur di Jatinegara Masih Buron

Hampir Dua Pekan, Preman yang Hancurkan Gerobak Bubur di Jatinegara Masih Buron

Megapolitan
Warga Bogor yang Rumahnya Ambruk akibat Longsor Bakal Disewakan Tempat Tinggal Sementara

Warga Bogor yang Rumahnya Ambruk akibat Longsor Bakal Disewakan Tempat Tinggal Sementara

Megapolitan
Jelang Kedatangan Jemaah, Asrama Haji Embarkasi Jakarta Mulai Berbenah

Jelang Kedatangan Jemaah, Asrama Haji Embarkasi Jakarta Mulai Berbenah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com