Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok: Gaji PNS DKI Harus Setinggi Mungkin, Setingkat Perusahaan Minyak

Kompas.com - 14/08/2014, 14:27 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama membantah memanjakan para pegawai negeri sipil (PNS) DKI dengan memberi tunjangan kendaraan di luar tunjangan kinerja daerah (TKD). Sebab, gaji PNS DKI harus tinggi agar para pekerja profesional tertarik menjadi pejabat eselon di DKI.

"Gaji PNS DKI kan memang harus sama seperti perusahaan minyak, setinggi mungkin," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Kamis (14/8/2014).

Menurut dia, rata-rata gaji manajer di perusahaan swasta sekitar Rp 35 juta dan direktur Rp 75 juta. Basuki tak menutup kemungkinan bakal meningkatkan gaji pejabat eselon II sebesar itu pada anggaran pendapatan dan belanja DKI.

Menurut dia, gaji besar ini demi mendapat pegawai berkompeten dan bisa meminimalkan permasalahan yang ada di Jakarta. Namun, Basuki tak segan bakal memecat pejabat eselon II itu jika mereka masih saja "bermain" proyek dan anggaran warga Jakarta.

Ahok, sapaan Basuki, menjamin tak akan lagi hanya memutasi pejabat di eselon dan golongan yang sama.

"Kamu akan langsung diturunkan menjadi staf. Begitu jadi staf, tidak hanya TKD yang berubah, tetapi juga tunjangan transportasinya langsung hilang. Jatuhnya berasa banget pasti itu," kata Basuki.

Rencana penarikan kendaraan dinas milik PNS DKI berlaku dari pejabat eselon II hingga eselon IV. Ia bakal memberi pilihan kepada para pejabat itu, apakah tetap menggunakan kendaraan dinas atau mengambil tunjangan transportasi.

Ia memutuskan adanya rencana ini setelah melihat banyaknya pejabat DKI yang telah beralih menggunakan alat transportasi massal ataupun alternatif lainnya.

Para pejabat itu antara lain Ketua Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Taufik Yudi Mulyanto yang selalu bersepeda dari rumah menuju kantornya setiap hari Selasa dan Jumat, serta Kepala Bappeda DKI Andi Baso Mappapoleonro dan Kepala Dinas Perhubungan DKI M Akbar yang juga menggunakan kereta rel listrik (KRL) sebagai sarana transportasi alternatif mereka.

Para pejabat DKI yang tidak menggunakan kendaraan dinas itu, kata Basuki, lebih baik mengambil tunjangan transportasi saja.

Penarikan kendaraan operasional secara wajib berlaku untuk pejabat eselon III dan IV, sementara pejabat eselon II tidak diwajibkan. Alasan penarikan mobil dinas adalah pemerataan. Hal tersebut diberlakukan karena banyak pejabat eselon IV yang tidak mendapatkan mobil dinas.

Besaran uang transportasi yang diberikan kepada PNS DKI bervariasi. Misalnya, pejabat eselon IV setingkat kepala seksi, kepala sub-bagian, dan lurah akan menerima tunjangan sebesar Rp 4,5 juta.

Adapun pejabat eselon III setingkat kepala bagian, camat, dan kepala suku dinas memperoleh tunjangan Rp 7,5 juta. Sementara itu, para pejabat eselon II setingkat kepala dinas, kepala biro, kepala badan, asisten sekda, dan wali kota mendapat tunjangan sekitar Rp 12 juta per bulan.

"September atau Oktober ini sudah mulai berjalan programnya. Kamu pilih ambil mobil atau mentahnya (uang) saja," kata Basuki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Belum Bisa Pastikan 7 Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Satu Keluarga atau Bukan

Polisi Belum Bisa Pastikan 7 Korban Kebakaran "Saudara Frame" Satu Keluarga atau Bukan

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi Bersama KontraS Tuntut Kemerdekaan Palestina

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi Bersama KontraS Tuntut Kemerdekaan Palestina

Megapolitan
Massa Gelar Demo di Patung Kuda, Tuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024

Massa Gelar Demo di Patung Kuda, Tuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024

Megapolitan
Ada Demo di Patung Kuda, Arus Lalin Menuju Harmoni via Jalan Medan Merdeka Barat Dialihkan

Ada Demo di Patung Kuda, Arus Lalin Menuju Harmoni via Jalan Medan Merdeka Barat Dialihkan

Megapolitan
Ini Daftar Identitas Korban Kebakaran 'Saudara Frame'

Ini Daftar Identitas Korban Kebakaran "Saudara Frame"

Megapolitan
Acungi Jempol Perekam Sopir Fortuner Arogan yang Mengaku TNI, Pakar: Penyintas yang Berani Melawan Inferioritas

Acungi Jempol Perekam Sopir Fortuner Arogan yang Mengaku TNI, Pakar: Penyintas yang Berani Melawan Inferioritas

Megapolitan
Fraksi PKS DKI Nilai Penonaktifan NIK Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Tak Adil

Fraksi PKS DKI Nilai Penonaktifan NIK Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Tak Adil

Megapolitan
Identitas 7 Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Belum Diketahui

Identitas 7 Korban Kebakaran "Saudara Frame" Belum Diketahui

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Telan Anggaran Rp 22 Miliar, untuk Interior hingga Kebutuhan Protokoler

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Telan Anggaran Rp 22 Miliar, untuk Interior hingga Kebutuhan Protokoler

Megapolitan
144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan 2024, Paling Banyak karena Korsleting

144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan 2024, Paling Banyak karena Korsleting

Megapolitan
7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen

7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen

Megapolitan
Kawal Aksi di Sekitar Gedung MK, 2.713 Aparat Gabungan Dikerahkan

Kawal Aksi di Sekitar Gedung MK, 2.713 Aparat Gabungan Dikerahkan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Sudah Hilang sejak 9 April 2024

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Sudah Hilang sejak 9 April 2024

Megapolitan
Perempuan Menangis Histeris di Lokasi Kebakaran 'Saudara Frame', Mengaku Ibu dari Korban Tewas

Perempuan Menangis Histeris di Lokasi Kebakaran "Saudara Frame", Mengaku Ibu dari Korban Tewas

Megapolitan
Melonjak, Jumlah Pasien DBD di Jakbar Tembus 1.124 pada April 2024

Melonjak, Jumlah Pasien DBD di Jakbar Tembus 1.124 pada April 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com