Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rekayasa Lalu Lintas Efektif di Jalan Proyek MRT

Kompas.com - 14/08/2014, 16:11 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Proyek pembangunan transportasi massal cepat (MRT) yang mulai memasuki fase konstruksi skala besar di sekitar Istora dan Bendungan Hilir menyebabkan sejumlah ruas jalanan menyempit. Namun, rekayasa lalu lintas yang dilakukan membuat lalu lintas normal.

Pantauan Kompas pada Rabu (13/8) di depan Istora, kepadatan lalu lintas terjadi pagi dan sore hari ketika jam pergi dan pulang kantor. Hal serupa terjadi di Jalan Sudirman.

Akan tetapi, antisipasi kemacetan telah direncanakan oleh Polda Metro Jaya. Kepala Subdirektorat Pendidikan dan Rekayasa Lalu Lintas Polda Metro Jaya Warsinem mengatakan, pihaknya menurunkan 200 polisi untuk berjaga. ”Skala prioritas kami adalah MRT, meskipun begitu, kami siap untuk ditugaskan ke wilayah mana pun,” tuturnya.

Konstruksi yang sedang dilakukan pun baru terlihat pada pembuatan guide wall atau pengeboran jalan untuk dibangun terowongan bawah tanah. Herman, salah satu pekerja, menyebutkan, pengerjaan itu akan menjadi fokus utama. Beberapa jembatan penyeberangan juga mulai ditutup untuk dibongkar.

Risiko proyek MRT

Walau pengerjaan terus dilakukan dan menyebabkan akses pejalan kaki jadi terimbas, warga DKI Jakarta tetap menaruh harapan besar terhadap pembangunan MRT itu.

Sunarto (50), karyawan swasta perusahaan asuransi di gedung Sampoerna Strategic Square, misalnya. Sehari-hari dia menggunakan Jembatan Penyeberangan Karet 1, Jalan Sudirman, untuk mencari angkot menuju rumahnya di Cikini. Jarak antara gedung tempat ia bekerja dan jembatan adalah sekitar 100 meter. Jembatan itu akan dibongkar untuk MRT pada Jumat (15/8).

”Saya sudah baca pengumumannya sepekan lalu. Jika dibongkar, saya harus berjalan sekitar 200-300 meter dari kantor menuju ke jembatan penyeberangan Karet 2. Ini bukan masalah besar karena pada masa mendatang, saya bisa naik MRT,” ujarnya.

Pria paruh baya asal Solo itu telah menjadi warga Jakarta hampir belasan tahun. Menurut dia, Jakarta telah mengalami banyak perubahan. Kemacetan semakin parah dari hari ke hari. Angkutan umum juga belum memiliki kualitas bagus. ”Namanya juga pembangunan menuju kota lebih baik. Saya berharap, MRT bisa mengakomodasi kebutuhan warga,” imbuhnya.

Rochmat (40), karyawan swasta lainnya, juga menceritakan hal serupa. Lokasi dia bekerja satu deretan dengan Galeri Da Vinci. Ketika pulang kerja, dia biasa menggunakan Jembatan Penyeberangan Setia Budi untuk mencari angkutan umum di depan gedung WTC. Jembatan itu ditutup dan akan dibongkar.

Rochmat harus berjalan sekitar 100 meter menuju jembatan berikutnya. ”Saya maklum karena ada pembangunan transportasi baru. Saya berharap, kendaraan itu bisa mengakomodasi lebih banyak penumpang dibandingkan dengan angkutan umum yang sudah ada,” ujarnya.

Aspuri, sopir taksi yang melintas di kawasan Sudirman, mengatakan, kemacetan terjadi terutama di tempat-tempat rekayasa lalu lintas. Lajur kendaraan yang berpindah-pindah serta jalur yang menyempit diakuinya membuat laju kendaraan melambat.

Kepadatan yang bertambah juga dirasakan oleh pengguna bus kota, Desy. Pembangunan MRT dirasanya berpengaruh pada keadaan Jalan Sudirman yang sering dilaluinya itu. ”Menurut saya, pembangunan MRT itu jadi bikin macet kawasan Sudirman dan Senayan ini. Tapi, ya, tidak masalah, toh nantinya MRT untuk kita juga,” kata Desy.

Nia, mahasiswi Universitas Atmajaya, mengatakan, selama tujuannya baik, konsekuensi kemacetan yang harus diterima bukanlah masalah besar. ”Ini kan proses menuju keadaan yang lebih baik,” ujarnya.

Tambah 100 bus

Terkait moda transportasi umum, Pemprov DKI Jakarta berencana menambah 100 unit bus tingkat yang selama ini digunakan untuk kegiatan pariwisata. Rute bus tingkat juga akan ditambah di area yang akan diberlakukan jalan berbayar.

Dalam sidang paripurna di DPRD DKI Jakarta, Rabu, Gubernur DKI Joko Widodo mengajukan tambahan penyertaan modal pemerintah (PMP) Provinsi DKI Jakarta Rp 700 miliar untuk PT Transportasi Jakarta.

Sebelumnya, sesuai dengan Perda No 4 /2014 tentang Pembentukan BUMD PT Transportasi Jakarta, dana PMP untuk perusahaan ini diputuskan Rp 350 miliar. Selanjutnya, tambahan dana PMP itu akan digunakan untuk membeli 100 unit bus tingkat serta operasional awal. (A05/ART/*)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Megapolitan
Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

Megapolitan
Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Megapolitan
Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang 'Pelanggannya' di Kali Bekasi

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang "Pelanggannya" di Kali Bekasi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com