Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejaring di Pesanggrahan

Kompas.com - 18/08/2014, 14:00 WIB


Oleh: Ingki Rinaldi

"Dedak, tahi kuda, dan sisa pembakaran sampah dengan perbandingan 1 : 1 : 1," kata Bodi Iskandar, Kamis (14/8/2014), di kompleks Hutan Kota Pesanggrahan, Sanggabuana, Karang Tengah, Jakarta Selatan. Ini cerita soal sayuran organik.

Bodi sedang menjelaskan tiga material utama penyusun media tanam untuk sejumlah jenis sayuran organik yang ditanam di sebagian lokasi tersebut.

Sudah empat bulan terakhir, bersama salah seorang rekannya, Bodi berada di lokasi itu guna mendampingi pegiat lingkungan Haji Chaerudin bertani organik. Bodi merupakan salah seorang lulusan program The Learning Farm di Cianjur, Jawa Barat.

Selama 100 hari, Bodi diajari berbagai hal tentang pertanian organik, termasuk filosofi dan aspek manajemen, selain sisi praktis dari praktik pertanian organik.

Di Pesanggrahan, Bodi di antaranya mengawal penggunaan media tanam untuk sejumlah sayur-mayur tadi. Program pertanian organik di perkotaan (urban farming) yang diinisiasi komunitas peduli lingkungan Greenweb itu sudah mulai berwujud.

Beragam sayuran, seperti terong, cabai, dan tomat, yang ditanam dalam polybag, berderet di sejumlah titik. ”Kami tanam di polybag karena tanahnya terkontaminasi," ujar Tantyo Bangun, salah seorang pendiri Greenweb.

Tempat itu memang dipergunakan pendekar lingkungan, Haji Chaerudin atau yang akrab disapa Babe Idin, untuk melakukan pemusnahan sampah. Sebuah alat bernama Waster (waste terminator) atau pemusnah sampah dengan metode pembakaran, sumbangan dari salah satu lembaga, beroperasi tanpa henti.

Alat itu memungkinkan sampah dibakar dalam suhu tinggi dengan bahan bakar sampah itu sendiri. Salah satu bagian tungku pyrolysis plasmatic menjebak gas dari sampah yang keluar akibat perbedaan tekanan dan suhu, menghasilkan panas hingga 800 derajat celsius.

Sebagian hasilnya adalah abu untuk media tanam, dan asap tipis yang sudah diluruhkan kandungan timbalnya. Menurut Babe Idin, dalam satu hari sampah seukuran 10 truk bisa dikumpulkan dari sekitar 16 titik.

Sampah-sampah yang sebagian mengotori bantaran Sungai Pesanggrahan dan pinggiran sungai itu masih saja ditemukan Babe Idin. Padahal, ia sudah memulai gerakan pembersihan dan penghijauan itu sejak belasan tahun silam.

Namun, dengan konsep pertanian perkotaan yang dikenalkan Greenweb, Babe Idin mulai menemukan solusi menyeluruh atas gerakannya. Pertanian organik yang menghasilkan sayuran sehat, termasuk terong kegemarannya, membuat Babe Idin makin bersemangat.

Babe Idin ingat masa kecilnya saat bahan-bahan makanan cenderung bebas dari pengaruh produk industri kimia. Babe Idin lantas mewanti-wanti para tamunya untuk memerhatikan asupan makanan.

Ia mengkritik keras kebiasaan sebagian besar orang di perkotaan yang cenderung sembarangan dalam mengonsumsi makanan. ”Kalau terus seperti itu, ntar umur 40 tahun aja udah doyong (sudah loyo),” kata Idin.

Konsep urban farming Greenweb yang mulai diadopsi Babe Idin meyakinkannya bahwa seluruh hal yang dilakukannya bisa saling menunjang satu sama lain. Pupuk alami bisa diperoleh dari hewan ternak, abu pembakaran sampah sebagai media tanam, penanaman dan penghijauan untuk konservasi yang menunjang ekosistem, dan hasil akhir berupa produk pertanian dan lingkungan bersih lagi sehat.

"Kepinginnya memang semua berputar di situ,” kata Tantyo soal konsep pertanian organik berkelanjutan yang diidamkan.

Tidak berbasis proyek

Menurut Tantyo, keterlibatan Greenweb di Pesanggrahan didasarkan atas keinginan menjalankan program berkelanjutan, dan bukan berbasis proyek. "Awalnya kami dan donor kami, Chevron, melihat jika gerakan (penyelamatan lingkungan) ini tak didorong sistem berkelanjutan, (gerakan ini) akan berakhir," kata Tantyo, pendaki gunung pertama asal Indonesia di puncak Gunung Aconcagua (6.962 meter di atas permukaan laut) di Argentina pada tahun 1993.

Saat ini, ada 14 jenis sayuran organik yang dibudidayakan. Permintaan pasar terus bertambah. Bahkan, salah satu jaringan supermarket telah meminta produk pertanian organik itu.

"Kami ingin buktikan bahwa bertani itu bisa di mana saja. Bukan masalah lahan atau tempat," kata Tantyo yang mantan Pemimpin Redaksi National Geographic Indonesia itu.

Salah satu tantangan kini adalah meningkatkan partisipasi masyarakat setempat dalam program tersebut.

Namun, Tantyo yakin, seiring permintaan pasar yang cenderung meningkat, keterlibatan itu akan bertambah. Untuk jaringan pemasaran, Greenweb turut memiliki Lofmart di alamat www.lofmart.com yang berupa toko online penjualan produk pertanian organik.

Toko online ini sebagian berfungsi meretas jalur distribusi produk pertanian organik yang panjang sehingga memungkinkan harganya relatif murah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Megapolitan
Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Megapolitan
Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Megapolitan
Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Megapolitan
Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Megapolitan
Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Megapolitan
Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Megapolitan
“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

Megapolitan
Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Megapolitan
Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Megapolitan
Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Megapolitan
Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Megapolitan
Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Megapolitan
Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com