DEPOK, KOMPAS.com — Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Depok membatasi jumlah pasien, baik yang merupakan pemegang kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Jaminan Kesehatan Masyarakat, maupun umum.
Oleh karena pembatasan tersebut, pasien pun rela antre, bahkan menginap di pelataran rumah sakit. Hal tersebut dituturkan oleh Encep HM, seorang petugas keamanan rumah sakit yang menangani nomor antrean.
Menurut Encep, pasien mulai berdatangan pukul 22.00 WIB, bahkan ada yang datang pukul 19.00 WIB. Pukul 05.00 WIB adalah saat ramai-ramainya pasien berdatangan.
"Saya sebagai petugas sebenarnya enggak tega melihat orang antre kayak gitu, apalagi kalau ada yang datang pas kuota sudah habis. Melihat mereka balik pulang itu rasanya terenyuh juga, tetapi mau bagaimana lagi? SDM kami memang terbatas," kata Encep kepada Kompas.com, Kamis (11/9/2014).
Encep menuturkan bahwa RSUD Depok belum bisa menerima semua pasien yang datang karena keterbatasan tenaga kesehatan yang mereka miliki, terutama dokter. Jika ada penambahan kuota, dokter yang bersangkutan harus diberitahu dahulu, seperti penambahan kuota dua pasien pada poli bedah hari ini.
"Idealnya kan dalam sehari, satu dokter menangani 30 pasien," kata Guntur, rekan Encep di meja antrean depan pintu RSUD. Untuk poli dalam, RSUD menetapkan jumlah maksimal 100 pasien setiap harinya.
Poli dalam memiliki dua dokter. Sementara itu, untuk poli yang hanya mempunyai satu dokter, seperti poli bedah, paru, dan saraf, kuota pasiennya adalah 30 orang. Kata Encep, sebelum pola antrean seperti saat ini diterapkan, mereka sudah pernah mencoba menggunakan sistem antrean lewat daftar absen.
Siapa yang datang lebih dahulu menuliskan data diri di lembar absen. Namun, menurut Encep, sistem tersebut rawan kecurangan. Oknum yang tidak bertanggung jawab atau calo dapat menulis di lembar absen sehingga orang yang benar-benar datang ke rumah sakit justru tak dapat nomor antrean.
"Dulu belum banyak juga orang tahu soal rumah sakit ini, jadi pasien masih sedikit. Sekarang semua sudah tahu, jadinya ramai. Antre pakai botol terus menginap itu juga inisiatif mereka. Kami tidak bisa bertanggung jawab juga," kata Encep yang bekerja sejak RSUD berdiri pada tahun 2006.
Melalui sistem antrean “siapa cepat dia dapat” tersebut, Encep tidak bisa membantu saudaranya yang hendak berobat ke RSUD Depok. Dia tidak bisa mengambil jatah satu pasien dari kuota yang ada ketika adiknya jatuh sakit dan dirujuk ke rumah sakit tersebut.
"Kalau mau kritik, jangan kritik kami, orang rumah sakit. Kritik tuh pemdanya. Kami juga tidak bisa apa-apa karena keterbatasan SDM dan yang lain," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.