Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prijanto: Kesukaan Jokowi Menghindar alias "Cuci Tangan"

Kompas.com - 25/09/2014, 13:46 WIB
Alsadad Rudi

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto menilai Gubernur DKI Joko Widodo telah melakukan pembohongan publik karena telah meresmikan pembangunan stadion, saat lahan yang akan digunakan masih dalam sengketa.

Menurut Prijanto, pada 28 Mei 2014, Jokowi meresmikan dimulainya pembangunan stadion, sambil menunjukkan dua sertifikat. Saat itu, ujar Prijanto, Jokowi mengatakan sengketa lahan di Taman BMW telah selesai. Padahal, kata dia, dalam rapat antara Pemprov DKI, Badan Pertanahan Nasional, dan Agung Podomoro pada 14 Juli 2014, Kepala Biro Hukum telah melaporkan seluruh tanah di Taman BMW seluas 26 hektar sedang dalam gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

"Nah, Jokowi bohong bukan? Kejadian ini bisa dimaknai Gubernur DKI membiarkan dan menutupi kasus korupsi dan kolusi di Taman BMW, dan Jokowi justru sudah masuk ke dalam pusaran KKN dengan mensertifikatkan tanah yang sedang sengketa," ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (25/9/2014).

Meski demikian, Prijanto pesimistis Jokowi akan dapat menjelaskan hal tersebut apabila dimintai klarifikasi. Pasalanya, ia menilai, Jokowi sebagai orang yang gemar "cuci tangan".

"Karena kesukaan Jokowi menghindar alias "cuci tangan", tidak menutup kemungkinan Jokowi akan bilang 'Lho, saya kan hanya menerima sertifikat dari pengembang. Ya, tanya sama pengembang sana'. Inilah jawaban cuci tangan," ujar dia.

Prijanto pernah mendatangi KPK untuk melaporkan kasus sengketa di Taman BMW. Menurut dia, ada sejumlah kejanggalan dalam pelepasan lahan Taman BMW yang merupakan proyek warisan gubernur sebelumnya, Fauzi Bowo.

Kejanggalan pertama yakni adanya perbedaan antara luas lahan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST) dari pengembang (Agung Podomoro) kepada Pemprov DKI dan yang tercatat dalam surat pelepasan hak dari pemilik tanah kepada pengembang. Dia mengatakan, menurut BAST, luas lahan yang akan digunakan sekitar 26 hektar. Padahal luas lahan yang sudah ada Surat Pelepasan Hak (SPH)-nya hanya 12 hektar.

Selain itu, Prijanto mengatakan, ada kejanggalan lain terkait nama jalan lokasi tanah yang tercantum dalam BAST. Nama lokasi lahan dalam BAST tersebut ada yang berbeda dengan nama jalan di lokasi sesungguhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

Megapolitan
Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Megapolitan
Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Megapolitan
Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Megapolitan
Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Megapolitan
Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Megapolitan
'Otak' Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

"Otak" Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com