Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Digimoms, Ibu Indonesia di Abad ke-21

Kompas.com - 13/10/2014, 08:19 WIB
Tabita Diela

Penulis


KOMPAS.com
- Pilihan untuk menjadi ibu rumah tangga purna waktu bukan keputusan mudah. Jangan terburu-buru membayangkan bahwa pekerjaan dan tanggung jawab para ibu di rumah lebih remeh ketimbang para ibu yang bekerja di kantor.

Para ibu muda di era digital (digimoms) ini tidak hanya mengurus anak, membereskan rumah, dan memasak. Mereka juga harus cermat mengatur keuangan keluarga.

Cermat mengatur keuangan keluarga berarti harus bisa mengalokasikan pemasukan setiap bulan pada pos-pos yang diperlukan. Tagihan bulanan, keperluan setiap bulan, dan keperluan harian harus bisa terbayar. Karena itu, para ibu membutuhkan solusi agar bisa melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan keuangan sekaligus.

Sejak 2010 lalu, Bank Indonesia telah mencanangkan program transaksi tanpa uang tunai. Masyarakat diajak untuk melakukan transaksi elektronik dengan menggunakan kartu kredit, debit, internet, atau layanan transaksi dengan telepon seluler. Transaksi ini mengurangi beban bank sentral dalam mencetak uang dan mengendalikan peredaran uang tunai di masyarakat.

Tanpa perlu berpikir jauh hingga mengendalikan peredaran uang tunai, sebenarnya para ibu sudah mengadopsi kemudahan tersebut dalam kehidupan sehari-hari melalui penggunaan e-banking. Terutama, para ibu muda dari Generasi Y, atau mereka yang lahir antara tahun 1977 sampai 1997 dan berdomisili di kota-kota besar, seperti Jakarta dan sekitarnya.

"So far aku sangat mengandalkan e-banking, karena aku working at home mom without nanny. Kalau keluar-keluar rumah siapin stroller, carseat, belum traffic Jakarta yang menyebalkan jadi makan waktu untuk transaksi banking," ujar Ashtra Effendy (26).

Ashtra, ibu muda yang pernah turut berkompetisi dalam ajang Abang None Jakarta Selatan tersebut mengaku terbantu dengan adanya pencatatan data dari fasilitas e-banking. Salah satu fitur yang menurutnya paling membantu adalah mencatatan rekening tujuan penerima yang ditransfer.

"Aku paling suka dengan save data e-banking, jadi rekening tujuan penerima yang di-transfer sudah ke-save. Aku jadi mudah mau transfer lagi. Nomor telepon rumah untuk tagihan telepon juga. Lalu, kalau data mutasi kegiatan perbankan bulanan juga. Jadi lengkap dan gampang dapat laporan. E-banking jadi bikin more personal," imbuhnya.

Sayangnya, dia menambahkan, kinerja e-banking belum 100 persen. Kadang masih suka error dan tidak ada laporan jika pengiriman uang lintas bank tidak terkirim. Menurut Ashtra, jika ada notifikasi e-mail, transaksi e-banking akan lebih nyaman lagi.

Penggunaan jasa perbankan untuk menyimpan uang, mengirim uang, dan membayar tagihan hampir dipastikan sudah dikenal dan digunakan oleh sebagian besar ibu rumah tangga di Jakarta. Namun, ada pula ibu yang masih belum secara maksimal memanfaatkan fitur e-banking.

Nathalie Putri (28) mengaku pernah menggunakan SMS banking. Hanya saja, penggunaan SMS banking akan sulit ketika penggunanya terpaksa mengubah nomor telepon. Sama seperti Ashtra, dengan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga, Nathalie sulit meninggalkan rumah untuk kembali mendaftarkan kembali nomor teleponnya ke bank. Karena itu, kini dia hanya menggunakan mesin ATM untuk membayar tagihan listrik dan telepon.

Bagi Nathalie, kemudahan seperti SMS banking benar-benar membantu. Namun, dia berharap pendaftarannya bisa lebih mudah di masa yang akan datang. "Lebih dimudahkan lagi buat daftar semacam SMS banking. Kalau bisa, tidak perlu ke bank tapi by phone atau mesin ATM saja," ujarnya.

Pilihan para ibu muda ini menggunakan fasilitas e-banking mendapat apresiasi dari perencana keuangan Aidil Akbar. Menurutnya, untuk tujuan mempermudah transaksi sehari-hari dan memenuhi kebutuhan keluarga, pilihan ini bisa didukung.

Hanya saja, para ibu muda tersebut harus hati-hati. Kemudahan e-banking juga berpotensi membuat ibu rumah tangga menjadi boros.

"Sekarang sudah banyak orang-orang yang tidak bisa mengontrol online shopping. Ini bisa berbahaya. Karena mereka bisa berbelanja di depan komputer dan tablet mereka sembari menunggu anak," ujar Aidil.

"Namun, online shopping harganya kompetitif. Jadi, barang yang dibeli juga kecil-kecil seperti barang di ITC, baju di bawah Rp200 ribuan. Kalau belinya satu-satu, oke. Kalau mulai banyak, hati-hati," ucapnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com