Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/10/2014, 06:37 WIB
Tabita Diela

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) baru dijadwalkan rampung pada November 2014. Namun, beberapa proyek besar sudah dan akan tetap berjalan tanpa menunggu KLHS ini, termasuk giant sea wall di DKI Jakarta. Kok bisa?

"Hal ini mungkin saja terjadi, karena KLHS berbeda dengan Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan)," kata Asisten Deputi Perencanaan Pemanfaatan SDA LH dan Kajian Kebijakan LH wilayah dan Sektor Kementerian Lingkungan Hidup, Laksmi Wijayanti, Selasa (14/10/2014).

Penyusunan KLHS masih berlangsung di Kementerian Koordinator Perekonomian. Karena perbedaan KLHS dengan Amdal itu, maka proyek semacam tanggul laut di Jakarta bisa tetap berjalan sekalipun pekerjaan ini akan berdampak signifikan bagi lingkungannya.

"Amdal di level proyek dan melekat sebagai tanggung jawab pelaku pembangunan, investor, pembangun, dan sebagainya. KLHS itu tanggung jawab pemerintah untuk menjamin planning-nya enviromental friendly," papar Laksmi. 

"Jadi, dia dua barang yang saling mendukung tapi melekat ke target grup yang berbeda," imbuh Laksmi. Dasar KLHS, lanjut dia, adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Menurut Laksmi, sekalipun KLHS belum rampung sudah ada pula Peraturan Menteri Dalam Negeri terkait rencana pembangunan jangka menengah (RPJM). Ada juga, sebut dia, aturan alih fungsi hutan di Kementerian Kehutanan. KLHS, kata dia, menjembatani beragam komitmen perlindungan alam dengan program pemerintah.

"Bukan KLHS-nya sebenarnya yang diatur, tapi ada enam (hal yang diatur) yang semua pengambil keputusan harus dipastikan. Pastikan daya dukung, daya tampung tidak melampaui, kemudian ekosistem, bio-diversity ter-protect dengan baik, low carbon, adaptive terhadap climate change. Itu ada macam-macam isunya yang dikaji," papar Laksmi.

Pemancangan tiang pertama proyek-proyek berskala besar, menurut Laksmi barulah tataran niat akan mengerjakan suatu pekerjaan. "Masterplan-nya juga masterplan yang umum sekali. Namun, dia harus jadi masterplan yang legal dan masuk ke dalam RPJM, RTRW, itu kan masih panjang prosesnya," ujar dia. "Kami juga sedang merapikan KLHS untuk bisa mendampingi itu."

Laksmi menegaskan, Kementerian Lingkungan Hidup lebih berpusat pada hasil akhir dari sebuah proyek. Untuk tanggul laut, ujar dia, kementerian ini ingin Jakarta selamat. Laksmi enggan berkomentar tentang kelanjutan dari proyek tanggul laut yang baru saja melewati tahap peletakan batu pertama pada 9 Oktober 2014. "Kalau dari situ, itu pokoknya outcome yang kami pegang," ujarnya. 

Laman klhsindonesia.org mendefinisikan lebih rinci KLHS sebagai rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program. Definisi ini merujuk pada pengertian dalam UU 32 Tahun 2009.

Dalam laman itu diterangkan pula bahwa KLHS merupakan upaya self assessment untuk melihat sejauh mana sebuah kebijakan, rencana, dan/atau program yang diusulkan pemerintah telah mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Pelaksana KLHS adalah pemerintah dan/atau pemerintah daerah pembuat kebijakan, rencana, dan/atau program itu.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Pria di Jagakarsa Aniaya Istri dan Diduga Bunuh 4 Anaknya, Tak Kuat Pikul Beban Hidup?

Pria di Jagakarsa Aniaya Istri dan Diduga Bunuh 4 Anaknya, Tak Kuat Pikul Beban Hidup?

Megapolitan
'Aku Tunggu Mama di Surga', Ucapan Terakhir Siswa SD di Bekasi yang Meninggal karena Kanker Tulang

"Aku Tunggu Mama di Surga", Ucapan Terakhir Siswa SD di Bekasi yang Meninggal karena Kanker Tulang

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Ayah Terduga Pembunuh 4 Anak di Jagakarsa Mengaku Nikah Siri | Pelaku Tak Ditangkap Usai Dilaporkan KDRT

[POPULER JABODETABEK] Ayah Terduga Pembunuh 4 Anak di Jagakarsa Mengaku Nikah Siri | Pelaku Tak Ditangkap Usai Dilaporkan KDRT

Megapolitan
Rute Mikrotrans JAK48B Stasiun Tebet-Kampung Melayu

Rute Mikrotrans JAK48B Stasiun Tebet-Kampung Melayu

Megapolitan
6 Larangan Kampanye di Transjakarta

6 Larangan Kampanye di Transjakarta

Megapolitan
Pemprov DKI Akan Berkomitmen Beri Kemudahan Akses bagi Penyandang Disabilitas

Pemprov DKI Akan Berkomitmen Beri Kemudahan Akses bagi Penyandang Disabilitas

Megapolitan
Kondisinya Belum Stabil, Ayah Terduga Pembunuh 4 Anak di Jagakarsa Belum Diperiksa Kembali

Kondisinya Belum Stabil, Ayah Terduga Pembunuh 4 Anak di Jagakarsa Belum Diperiksa Kembali

Megapolitan
Keluh dan Harap Pedagang di Pasar Tomang di Tengah Melonjaknya Harga Cabai...

Keluh dan Harap Pedagang di Pasar Tomang di Tengah Melonjaknya Harga Cabai...

Megapolitan
Teman yang 'Sliding' Siswa SD di Bekasi Naik Status Jadi Anak Berhadapan dengan Hukum

Teman yang "Sliding" Siswa SD di Bekasi Naik Status Jadi Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Ayah dan Ibu 4 Bocah yang Tewas di Jagakarsa Dirawat di Rumah Sakit Berbeda

Ayah dan Ibu 4 Bocah yang Tewas di Jagakarsa Dirawat di Rumah Sakit Berbeda

Megapolitan
Polisi Tunggu Hasil Otopsi Sebelum Tetapkan Tersangka di Kasus Pembunuhan 4 Bocah di Jagakarsa

Polisi Tunggu Hasil Otopsi Sebelum Tetapkan Tersangka di Kasus Pembunuhan 4 Bocah di Jagakarsa

Megapolitan
Sempat Naik, Kini Harga Telur di Pasar Tomang Barat Stabil

Sempat Naik, Kini Harga Telur di Pasar Tomang Barat Stabil

Megapolitan
Yenny Wahid Tak Setuju Debat Capres-Cawapres di Pemilu 2024 Pakai Bahasa Inggris

Yenny Wahid Tak Setuju Debat Capres-Cawapres di Pemilu 2024 Pakai Bahasa Inggris

Megapolitan
Pemkot Bogor Dapat Penghargaan, Bima Arya: Ini untuk Semua ASN Kota Bogor

Pemkot Bogor Dapat Penghargaan, Bima Arya: Ini untuk Semua ASN Kota Bogor

Megapolitan
Pemprov DKI: Ibu yang 4 Anaknya Diduga Dibunuh Suaminya di Jagakarsa Korban KDRT

Pemprov DKI: Ibu yang 4 Anaknya Diduga Dibunuh Suaminya di Jagakarsa Korban KDRT

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com