Direktur Panti Asuhan Hati Suci Fransisca Setiati menjelaskan, awalnya panti asuhan ini merupakan tempat perlindungan bagi pekerja seks komersial (PSK) Indonesia pada zaman penjajahan Belanda. Lambat laun, Hati Suci menjadi tempat berlindung anak-anak yang ditelantarkan maupun dititipkan oleh orang tuanya.
"Tepat satu abad yang lalu, Ibu Lie Tjian Tjoen dengan gigih melawan penculik dan penyelundup perempuan dengan menempatkan para korban di sebuah rumah yang diberi nama Ati Soetji. Empat tahun kemudian, pada tahun 1918 Ati Soetji berkembang jadi panti asuhan khusus perempuan akibat banyaknya anak kehilangan orang tua yang tak mampu merawat mereka," kata Fransisca, di panti asuhan Hati Suci, Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Minggu (26/10/2014).
Dedikasi Lie dalam pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak mendapat apresiasi ketika pada tahun 1937, Lie diundang ke Liga Bangsa-Bangsa di Bandung untuk menceritakan pengalamannya tentang perdagangan perempuan. Ia pun menerima bintang kehormatan Ridder in de Orde van Oranje Nessau dari pemerintah Belanda.
Peringatan satu abad ini sekaligus menjadi momentum bagi seluruh pihak untuk meneladani perjuangan Lie Tjian Tjoen. Dia pun berharap lebih banyak pihak yang turut membantu dan memperhatikan anak-anak terlantar.
"Kami ingin momen 100 tahun ini menghadirkan kembali semangat perjuangan Ibu Lie. Kami harap buku biografi ini mampu menginspirasi masyarakat luas dan menghapuskan ketelantaran anak Indonesia," kata Fransisca.
Sementara itu cucu Lie Tjian Tjoen, Gunawan Lie mengatakan, dalam perjuangan Lie Tjian Tjoen dalam membela hak perempuan dan anak-anak, tak jarang membahayakan nyawanya. Selain merawat dan membina perempuan serta anak-anak terlantar, Lie secara aktif mengajarkan putra putri dan cucunya untuk turut serta dalam kegiatan sosial Hati Suci. Jiwa sosial yang kuat dari Lie itu pula yang membuat panti asuhan Hati Suci terus berdiri hingga sekarang.
"Sekarang kami akan memperkuat komitmen ibu dalam memberikan 10 hak anak, yakni hak bermain, mendapatkan nama, persamaan, memiliki kewarganegaraan, perlindungan, mendapat makanan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, peran dan keterlibatan pembangunan negara," kata Gunawan.
Pada kesempatan peluncuran buku ini, turut diberikan sejumlah buku secara simbolis kepada Ketua Perempuan INTI Nancy Widjaya, Sucipto Nagaria, cucu Lie Tjian Tjoen (pendiri Hati Suci), dan Stella Setiadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.