Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ayunan Langkah Kecil dari Eksekutif Muda

Kompas.com - 29/10/2014, 16:57 WIB
KOMPAS.com - Mereka bukannya tidak mampu membeli kendaraan pribadi. Berpendidikan dan bekerja di lembaga negara dan perusahaan swasta multinasional, gaji mereka cukup memadai sebagai kelas menengah baru. Namun, mereka memilih kendaraan umum untuk pergi ke kantor, demi mengurangi kemacetan lalu lintas Ibu Kota!

Komitmen mengurangi kemacetan lalu lintas itu juga dikampanyekan. Media sosial dioptimalkan untuk menggalang kepedulian khalayak untuk mengikuti ayunan langkah kecil mereka.

Kecintaan Andreas Lucky Lukwira (28) terhadap angkutan umum bermula saat ia duduk di bangku SD. Sikap itu sedikit bertentangan dengan kebiasaan orangtuanya yang menyediakan mobil antar-jemput.

”Mama bilang naik angkot itu tidak enak. Penumpangnya tidak kita kenal. Tetapi, bagi saya, suasana di angkot itu tidak monoton, sementara di mobil antar-jemput ketemu orang itu-itu saja,” kata pria yang baru menikah dan tinggal di kawasan Cipayung, Jakarta Timur, Senin (13/10).

Saking senangnya naik angkutan umum, pernah suatu ketika untuk sebuah urusan keluarga, Andreas kecil menjajal bus seorang diri menuju Malang, Jawa Timur. Kala itu, ibunya tak sempat menemaninya pulang kampung.

Setamat kuliah di Jurusan Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia dan belum mendapat pekerjaan tetap, Andreas tertarik menjadi kenek bus umum. Ia sempat menempuh rute Pondok Gede-Pasar Baru selama setengah tahun.

Dalam kurun waktu lebih dari 15 tahun mengakrabi berbagai jenis angkutan umum di Jabodetabek, Andreas menyaksikan masa kejayaan metromini dan bus-bus besar merajai jalanan Jakarta. Belakangan, peran angkutan umum ini memudar. Mobilitas warga kini lebih bersandar kepada kendaraan pribadi.

”Dengan kondisi seperti ini, kalau semua dibiarkan naik kendaraan pribadi, Jakarta makin macet. Kita yang naik angkutan umum, walau cuma satu-dua orang, sudah berperan kurangi macet,” kata pegawai instansi pemerintah ini.

Komitmen serupa dipegang Ratri Wibowo (26), pekerja di perusahaan swasta asing yang berkantor di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Warga Depok ini mengenal angkutan umum ketika bersekolah di Rawamangun, Jakarta Timur.

”Naik angkot itu enak. Tidak perlu susah cari parkir, tidak mikir macet, dan bisa tidur di dalam angkutan,” kata lajang yang biasa dipanggil Wibo ini saat ditemui di Halte Transjakarta Karet Kuningan, Selasa (21/10).

Lain lagi kisah Anggara (35). ”Suatu saat saya ketemu dua turis di Kota Tua. Mereka memakai taksi dari hotel di Cikini ke Kota Tua karena tidak punya informasi memadai tentang kereta,” kata Anggara, karyawan perusahaan swasta.

Percakapan singkat itu menyadarkannya bahwa pengguna perdana belum tahu banyak sistem transportasi massal di Jabodetabek. Manfaat positif pengguna angkutan umum, khususnya kereta api komuter, juga kurang dipahami masyarakat.

Anggara merasakan, waktu tempuh ke kantornya dengan menggunakan mobil 2-3 jam. Dengan KRL, ia hanya butuh sejam. Biaya bulanan yang dikeluarkan antara memakai angkutan umum dan kendaraan pribadi pun bisa 1 berbanding 4.

Media sosial

Ketiga anak muda itu tak sebatas sebagai pengguna aktif angkutan umum. Bagi pengguna angkutan umum, baik angkutan reguler, bus transjakarta, maupun KRL, di Jakarta dan sekitarnya, mungkin akun Twitter @naikumum, @infobusway, atau @jakartabytrain sudah tak asing lagi. Akun Twitter itu masing-masing dikelola Andreas, Wibo, dan Anggara.

Akun @naikumum awalnya akun pribadi Andreas. Namun, pada tahun 2012, ia mengembangkan akun ini sebagai akun gerakan massa untuk naik angkutan umum. Mau berbagi unek-unek hingga pengalaman unik ketika menggunakan aneka moda transportasi umum. Pertanyaan soal rute hingga ongkos bus diladeni. Tak lupa mereka berbagi kiat aman dan nyaman naik angkutan umum.

Tentang perilaku pencopet, misalnya, diingatkan bahwa pelaku selalu tampil tak ubahnya penumpang pada umumnya. Tak jarang mereka beraksi berpasangan perempuan dan laki-laki. Untuk itu, diingatkan agar penumpang selalu waspada membawa barang bawaan.

Andreas menegaskan, beragam potensi kejahatan yang selama ini dituduhkan banyak terjadi di angkutan umum. Jika dipikirkan kembali, hal sama bisa menimpa pengguna kendaraan pribadi meski berbeda jenis kejahatannya.

Di tengah sibuknya kota ini, banyak kehidupan sosial yang terjalin hangat lewat interaksi di angkutan umum. Andreas pernah ditelepon orang tak dikenal saat tengah malam. Sang penelepon meminta tolong Andreas menemukan ijazahnya yang tertinggal di sebuah bus umum.

”Kemudian saya berikan nomor telepon pul bus yang ternyata tempat dulu saya pernah jadi kenek. Besok paginya ada pesan singkat mengabarkan ijazah orang itu sudah ditemukan. Duh, senangnya,” kata Andreas.

Wibo membantu seorang rekan yang pada 2009 mengembangkan situs berisi beragam informasi seputar bus transjakarta. Wibo kala itu mendapat jatah mengelola akun Twitter situs tersebut, yaitu @infobusway.

Waktu berjalan dan situs tentang bus transjakarta yang dikelola para penggunanya itu berangsur tak aktif. Kini tinggal Wibo dengan @infobusway yang masih berupaya menjalin komunikasi dengan sesama pengguna bus transjakarta. Dengan kesibukan pekerjaannya dan fakta bahwa ia makin jarang memakai bus transjakarta karena lebih banyak memakai KRL dan bus reguler, Wibo tetap berusaha menginformasikan apa pun terkait moda itu. Keprihatinan terhadap kualitas moda bus berjalur khusus ini pun diungkapkannya dengan gamblang.

”Jumlah bus transjakarta itu jauh lebih banyak dari kopaja AC. Tetapi, di jalur yang melewati Jalan Rasuna Said dekat kantor saya ini, headway kopaja jauh lebih cepat daripada transjakarta. Saya rasa pengelolaan belum mengedepankan tugas utama, yaitu melayani warga, melayani penumpang,” katanya.

Anggara melakukan terobosan dengan membuat situs www.jakartabytrain.com atau sering disingkat JBT yang memuat aneka informasi, terutama cara mengakses KRL dan stasiun. Selain membahas stasiun dan KRL, JBT juga menyediakan informasi tentang tempat wisata yang bisa terjangkau maksimal dengan 30 menit berjalan kaki santai.

”Saya pilih tempat tujuan yang populer dan tidak mahal, seperti taman, museum, aneka tempat kuliner, serta hotel bertarif di bawah Rp 500.000 per malam,” katanya.

Sebagian besar informasi disajikan dalam bahasa Inggris. Harapannya, turis mancanegara yang selama ini berbekal buku Lonely Planet bisa mendapatkan gambaran tentang jaringan KRL Jabodetabek dan bisa bepergian ke tempat-tempat menarik di Jabodetabek.

Oktober ini, situs JBT diakses rata-rata 913 pengguna per hari. Jumlah ini, menurut Anggara, berlipat-lipat daripada saat pertama kali dia membuat situs ini, yakni 14 pengakses per hari pada Agustus 2012.

Yuk, memulai langkah kecil mengikuti mereka. (NELI TRIANA/AGNES RITA S)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Sebut Api Pertama Kali Muncul dari 'Basement' Toko Bingkai 'Saudara Frame' Mampang

Polisi Sebut Api Pertama Kali Muncul dari "Basement" Toko Bingkai "Saudara Frame" Mampang

Megapolitan
Jasad Perempuan Ditemukan Tergeletak di Dermaga Pulau Pari, Wajahnya Sudah Hancur

Jasad Perempuan Ditemukan Tergeletak di Dermaga Pulau Pari, Wajahnya Sudah Hancur

Megapolitan
Pemadaman Kebakaran 'Saudara Frame' Mampang Masih Berlangsung, Arus Lalu Lintas Padat Merayap

Pemadaman Kebakaran "Saudara Frame" Mampang Masih Berlangsung, Arus Lalu Lintas Padat Merayap

Megapolitan
Terjebak Semalaman, 7 Jasad Korban Kebakaran 'Saudara Frame' di Mampang Berhasil Dievakuasi

Terjebak Semalaman, 7 Jasad Korban Kebakaran "Saudara Frame" di Mampang Berhasil Dievakuasi

Megapolitan
Meledaknya Alat Kompresor Diduga Jadi Penyebab Kebakaran Toko Bingkai di Mampang

Meledaknya Alat Kompresor Diduga Jadi Penyebab Kebakaran Toko Bingkai di Mampang

Megapolitan
Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui, Alasan Buka 24 Jam dan Sering 'Video Call'

Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui, Alasan Buka 24 Jam dan Sering "Video Call"

Megapolitan
7 Korban yang Terjebak Kebakaran di Toko Bingkai Mampang Ditemukan Meninggal Dunia

7 Korban yang Terjebak Kebakaran di Toko Bingkai Mampang Ditemukan Meninggal Dunia

Megapolitan
Runtuhnya Kejayaan Manusia Sampan yang Kini Dekat dengan Lubang Kemiskinan Ekstrem

Runtuhnya Kejayaan Manusia Sampan yang Kini Dekat dengan Lubang Kemiskinan Ekstrem

Megapolitan
Kondisi Terkini Kebakaran Saudara Frame Mampang, Api Belum Dinyatakan Padam Setelah 11 Jam

Kondisi Terkini Kebakaran Saudara Frame Mampang, Api Belum Dinyatakan Padam Setelah 11 Jam

Megapolitan
Anak-anak Belanjakan THR ke Toko Mainan, Pedagang Pasar Gembrong Raup Jutaan Rupiah

Anak-anak Belanjakan THR ke Toko Mainan, Pedagang Pasar Gembrong Raup Jutaan Rupiah

Megapolitan
Petantang-petenteng Sopir Fortuner yang Ngaku Anggota TNI: Bermula Pakai Pelat Dinas Palsu, Kini Terancam Bui

Petantang-petenteng Sopir Fortuner yang Ngaku Anggota TNI: Bermula Pakai Pelat Dinas Palsu, Kini Terancam Bui

Megapolitan
Polisi Usut Laporan terhadap Pendeta Gilbert Lumoindong atas Dugaan Penistaan Agama

Polisi Usut Laporan terhadap Pendeta Gilbert Lumoindong atas Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Asap Masih Mengepul, Damkar Belum Bisa Pastikan Kapan Pemadaman Toko Bingkai di Mampang Selesai

Asap Masih Mengepul, Damkar Belum Bisa Pastikan Kapan Pemadaman Toko Bingkai di Mampang Selesai

Megapolitan
Momen Lebaran, Pelanggan Borong Mainan sampai Rp 1 Juta di Pasar Gembrong Jatinegara

Momen Lebaran, Pelanggan Borong Mainan sampai Rp 1 Juta di Pasar Gembrong Jatinegara

Megapolitan
Tengah Malam, Api di Toko Bingkai Mampang Kembali Menyala

Tengah Malam, Api di Toko Bingkai Mampang Kembali Menyala

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com