"Ketika seseorang berkendara dalam kondisi stres, akan muncul perilaku fight or flight atau kondisi siap tempur serta tidak peduli dengan petugas polisi atau melanggar rambu lalu lintas tanpa mengindahkan risiko untuk pengguna jalan, bahkan dirinya sendiri," kata Kepala Satuan Medis Fungsional Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Marzoeki Mahdi Bogor, Lahargo Kembaren, ketika diwawancarai melalui sambungan telepon, Senin (3/11/2014).
Pengurus Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia itu mengatakan, kemampuan seseorang mengelola tingkat stres berhubungan dengan kematangan kepribadian. Hal itu di antaranya dipengaruhi oleh pola asuh dalam keluarga serta kondisi lingkungan sekolah dan tempat kerja. [Baca: Lampu Lalu Lintas Mati, Aksi Saling Serobot hingga Adu Mulut]
"Kepribadian yang matang membuat seseorang melakukan tindakan yang sesuai, sementara orang yang melakukan pelanggaran memiliki pribadi yang tidak matang," kata psikiater rehabilitasi psikososial itu.
Ia menjelaskan, pengendara yang agresif umumnya memiliki kepribadian tidak matang. Mereka biasanya mengemudikan kendaraan dengan kecepatan tinggi, menerobos lampu pengatur lalu lintas, naik ke trotoar, dan menggunakan bahu jalan demi mencapai tujuannya tanpa memedulikan pengguna jalan lain.
Picu gangguan jiwa
Lahargo mengatakan, orang-orang dengan tekanan pekerjaan tinggi yang selama bertahun-tahun tiap hari harus menghadapi kemacetan lalu lintas berpotensi menderita gangguan kesehatan jiwa.
"Saya rasa orang dengan tekanan pekerjaan yang tinggi dan bertahun-tahun berada di lingkungan lalu lintas seperti di Jabodetabek sangat berpotensi menderita gangguan kejiwaan," kata dokter jiwa lulusan Universitas Indonesia itu.
Menurut dia, gangguan jiwa ringan antara lain ditandai dengan sulit tidur, sementara gejala gangguan jiwa berat antara lain meliputi psikosomatik, depresi, dan gangguan kecemasan.
Psikosomatik, kata dia, adalah gangguan kondisi fisik akibat kondisi psikis yang bermasalah karena stres.
"Mereka yang menderita berada di usia produktif karena tuntutan pekerjaan yang tinggi dan penyebab lainnya adalah kondisi lalu lintas yang harus dilalui setiap hari," kata Lahargo.
"Paling gampang dideteksi adalah gejala psikosomatik yang ditandai dengan sakit kepala, kelopak mata berkedut, pegal, keringat dingin, mual, diare, dan gatal-gatal," ujarnya.
Ia mengatakan bahwa gangguan-gangguan kesehatan jiwa akibat kemacetan lalu lintas bisa dihindari dengan mengelola tingkat stres.
"Seseorang harus mampu melakukan manajemen tingkat stresnya ketika menghadapi kemacetan lalu lintas, terlambat di jalan, dan membutuhkan waktu cepat di jalan untuk menyelesaikan target pekerjaan," katanya.
Manajemen stres antara lain bisa dilakukan dengan menyiapkan waktu lebih banyak untuk menyelesaikan pekerjaan, berangkat lebih awal untuk menghindari kemacetan, dan menyiapkan rute tempuh. Bisa juga terapi dengan musik yang menenangkan jiwa serta menjaga fisik tetap bugar sehingga tidak mudah lelah dan menjadi pemarah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.