Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ada Penyesuaian Tarif, Sopir Angkot Merugi akibat Harga BBM Naik

Kompas.com - 18/11/2014, 08:34 WIB
Robertus Belarminus

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Para sopir angkutan umum di Terminal Pasar Minggu, Jakarta Selatan, memprotes kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang diumumkan Presiden Joko Widodo, Senin (17/11/2014) malam. para sopir tersebut mengeluh akan mengalami kerugian.

Ardi Johari (58), sopir angkutan M16 jurusan Pasar Minggu-Kampung Melayu, mengatakan bahwa biaya operasional mereka dipastikan bertambah akibat harga baru premium. Setiap hari ia biasa mengoperasikan mobilnya sebanyak tiga rit (pulang-pergi) di Pasar Minggu-Kampung Melayu dengan membeli bensin sebanyak Rp 37.000. Pada hari pertama pemberlakuan harga baru BBM sekarang, ia harus mengeluarkan ongkos Rp 52.000 untuk dapat memenuhi tiga rit setiap pagi.

"Parah ini. Sekarang kita mesti ngisi bensin jadi segitu untuk tiga rit. Ini jelas memmberatkan kita," ujar Ardi kepada Kompas.com di Terminal Pasar Minggu, Selasa (18/11/2014) pagi.

Menurut Ardi, keputusan kenaikan harga BBM itu tidak diimbangi dengan penyesuaian tarif angkutan. Ia berharap pemerintah dan dinas terkait dapat segera menentukan tarif sesuai dengan harga baru BBM.

"Seharusnya dipercepat kenaikan tarif. Jangan sampai berlarut-larut, kasihan kita operasionalnya tinggi. Bisa enggak makan padang kita makan warteg," ujar Ardi.

Dedi Hidayat (56), sopir mikrolet 36 jurusan Pasar Minggu-Jagakarsa pun merasakan hal yang sama. Hari ini ia juga harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk menempuh tiga rit. Ia biasa mengisi bahan bakar seharga Rp 60.000 hingga Rp 65.000 per hari. "Sekarang mesti tambah Rp 28.000 sampai Rp 30.000 buat tiga rit," ujar Dedi.

Harga baru BBM bersubsidi mulai berlaku sejak pukul 00.00 hari ini. Harga premium RON 88 dinaikkan dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500. Adapun harga solar ditetapkan dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500.

Saat mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut, Presiden Jokowi mengakui bahwa kebijakan itu merupakan kebijakan yang berat sebagai sebuah bangsa. "Dari waktu ke waktu, kita sebagai sebuah bangsa kerap dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit. Meski demikian, kita harus memilih dan mengambil keputusan," kata Presiden di Istana Negara, Senin malam.

Jokowi menjelaskan, pemerintah telah mendalami rencana kebijakan untuk mengalihkan subsidi BBM dari konsumtif menjadi produktif. Kebijakan itu sudah dibahas di rapat terbatas di Istana hingga tingkatan teknis di kementerian.

Jokowi mengingatkan, negara membutuhkan anggaran untuk membiayai infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Anggaran ini tidak tersedia karena dihamburkan untuk subsidi BBM. Subsidi BBM akan dialihkan ke sektor-sektor produktif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Megapolitan
Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Megapolitan
Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Megapolitan
Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Megapolitan
Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko 'Saudara Frame': Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko "Saudara Frame": Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Megapolitan
Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Megapolitan
Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Megapolitan
Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Megapolitan
DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

Megapolitan
Siswa SMP di Palmerah Sempat Cekcok dengan Kakak Sebelum Gantung Diri

Siswa SMP di Palmerah Sempat Cekcok dengan Kakak Sebelum Gantung Diri

Megapolitan
Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Megapolitan
Saat Toko 'Saudara Frame' Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Saat Toko "Saudara Frame" Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Megapolitan
9 Orang Ambil Formulir Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

9 Orang Ambil Formulir Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
Minta Polisi Periksa Riwayat Pelanggaran Hukum Sopir Fortuner Arogan Berpelat Dinas TNI, Pakar: Agar Jera

Minta Polisi Periksa Riwayat Pelanggaran Hukum Sopir Fortuner Arogan Berpelat Dinas TNI, Pakar: Agar Jera

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com