Pengamat transportasi Dharmaningtyas menilai, pelarangan motor hanya menambah kemacetan di Ibu Kota. Dengan melarang motor melintas maka pemilik motor yang punya mobil akan beralih.
"Dulu orang yang tidak berani naik mobil karena saingan dengan sepeda motor, akan berani naik mobil. Jadi kemacetan justru akan meningkat," kata Dharmaningtyas kepada Kompas.com, Selasa (6/1/2015) pagi.
Ia menilai, pembatasan sepeda motor sebenarnya tidak ditujukan mengurangi macet. Namun, lebih kepada pengurangan tingkat kecelakaan, kesemerawutan, dan menjaga ketertiban. Sayangnya, itu belum ditunjang dengan penyediaan transportasi yang memadai.
Pertama, ia mempertanyakan apakah Pemprov DKI sudah menyediakan angkutan umum yang dapat diakses mudah? Selain itu, apakah biayanya tidak membebankan pengendara motor? Ketiga, mengenai lama perjalanan dengan angkutan umum.
"Sekarang tunggu transjakarta saja masih lama, kalau itu semua belum terpenuhi, kalau sepeda motor dilarang, saya rasa belum fair," ujar Dharmaningtyas.
Padahal, pemerintahan Jakarta Baru, menurut dia, sudah memasuki tahun ketiga. Namun, pembenahan di sektor transportasi masih belum baik. Lantas apakah kebijakan ini adil bagi pengendara motor karena hanya motor saja yang dilarang, mobil tidak?
"Belum adil, kenapa saya katakan belum. Pertama, bus gratis itu hanya melayani di koridor utama. Sementara orang yang naik sepeda motor justru bekerja di dalam-dalam. Misalnya kalau dia kerjanya di Kebon Kacang, atau di Abdul Muis. Nah, dari jalan utama Sudirman atau dari Medan Merdeka itu masuk ke sana butuh waktu," ujar dia.
Kedua, dirinya melihat, jika pengendara motor diharuskan naik bus gratis, sepeda motornya ditaruh di mana. Jika gedung-gedung jadi lokasi parkir alternatif, tentu memberatkan pengendara motor dari segi biayanya.
"Tempat parkir di gedung itu mahal. Sehingga cost untuk parkir jauh melebihi cost naik sepedah motor. Jadi perjalanan dari rumah hanya tertolong di jalan utama (bus gratis)," ujarnya.
Selain itu, masyarakat juga agar dimudahkan dari segi sistem pembayarannya yang terintegrasi. Misalnya, masyarakat yang menyambung angkutan cukup membayar sekali namun bisa menyambung ke berbagai angkutan lainnya.
Ia menilai, selama pelarangan ini tidak disertai dengan pembenahan transportasi, masyarakat akan mencari celah. "Dan kemacetan di sekitar jalan utama semakin parah," ujar dia.
Dharmaningtyas mengaku tidak menolak kebijakan pemerintah ini. Hanya, ia menyarankan agar angkutan umum dibenahi dulu secara serius baru menerapkan kebijakan larangan motor. "Saya setuju-setuju saja sama konsepnya. Orang saya termasuk yang merumuskan Perda Nomor 5 tahun 2014 yang didalamnya mengatur soal kemungkinan Pemprov mengatur larangan sepeda motor di jalan utama. Tapi benahi angkutan dulu, Jangan larang dulu," ujarnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.