Maman menambahkan, DPRD sebenarnya setuju dan mendukung sistem e-budgeting yang dicanangkan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama. Meski demikian, e-budgeting dinilai bukan pencapaian dalam tahapan konstitusi, melainkan hanya sebagai proses.
"Dalam proses APBD enggak ada e-budgeting, hanya pembahasan dan pengesahan. Jangan dibalik, e-budgeting itu hanya teknis," tambah Maman.
Setelah sempat terlambat selama beberapa pekan, akhirnya APBD DKI 2015 disahkan pada Selasa (27/1/2015) lalu. Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi menjelaskan, jumlah anggota DPRD DKI yang hadir pada sidang paripurna saat itu mencapai kuorum. Dengan penyetujuan dana APBD DKI 2015, maka Perda APBD diserahkan kepada gubernur untuk ditindaklanjuti sesuai peraturan yang berlaku.
Seharusnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI sudah menyerahkan APBD yang telah disahkan oleh DPRD DKI paling lambat 31 Desember 2014 lalu. Hanya saja, saat mengajukan APBD ke Kemendagri, lampiran hard copy pembahasan komisi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tidak ditandatangani Ketua DPRD DKI Prasetyo selaku Ketua Badan Anggaran (Banggar). Padahal, sesuai aturan keuangan daerah, rancangan APBD harus ditandatangani Gubernur dan Ketua DPRD.
Kemendagri pun sempat mengembalikan APBD kepada Pemprov DKI. Menurut Wakil Ketua DPRD DKI Mohammad Taufik, APBD yang disahkan saat paripurna 27 Januari lalu berbeda dengan APBD yang diajukan Basuki ke Kemendagri.
Sementara itu, Basuki menuturkan bahwa DPRD DKI yang belum menyerahkan dokumen APBD 2015 yang telah disepakati dalam rapat.