Kejadian terakhir, Minggu (1/3), cukup mengganggu pengguna jalan, yakni ketika petugas keamanan jalan tol PT Jasa Marga Tbk menemukan tumpukan dua dus di pembatas jalan, sekitar 100 meter dari Jembatan Semanggi, di tol dalam kota ruas Cawang.
Akibatnya, sekitar 30 menit arus kendaraan di jalan tol tersebut terhenti karena kepolisian harus mensterilkan lokasi dan mengamankan kardus mencurigakan yang diletakkan di tempat tidak semestinya.
Sebelum peristiwa tersebut, setidaknya ada empat kasus teror bom yang menyita perhatian masyarakat. Dari empat kasus itu, dua kasus pelakunya benar-benar menghadirkan paket bom, yakni paket bom yang menimbulkan ledakan kecil di lantai dasar Mal ITC Depok dan paket bom ikan yang dikirim pelaku ke sebuah bengkel las di Desa Ciketing Asem, Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi.
Dua kasus lagi, pelaku tidak mengantarkan bom ke korban. Namun, pelaku berkomunikasi dengan korban melalui telepon dengan mengatakan akan meledakkan kantor atau tempat usaha korban dengan bom. Kasus ini menimpa kantor Voice of America (VOA) di Kuningan, Jakarta Selatan. Anehnya, ancaman telepon itu disampaikan pelaku ke kantor media lain.
Ancaman bom melalui telepon juga menimpa Hotel Sparks di Tamansari, Jakarta Barat. Pelaku yang mengaku anggota sebuah kelompok teroris memerintahkan korban mentransfer uang ke rekeningnya sebesar Rp 40 juta jika tidak ingin hotel diledakkan dengan bom yang telah dipasangnya.
Ketakutan warga terhadap ancaman bom itu sering membuat kepanikan, seperti terjadi di kawasan permukiman Jalan Mawar, Jakarta Selatan, 21 Januari lalu. Warga digemparkan oleh sebuah koper yang dititipkan seorang perempuan tak dikenal kepada penjual makanan.
Sebagian tertangkap
Dari lima kasus "teror" bom itu, tiga kasus sudah terungkap dan tertangkap pelakunya. Yang belum terungkap adalah kasus peletakan kardus menghebohkan di tol dalam kota dan bom meletup Mal ITC.
Seorang pelaku ancaman terhadap kantor VOA ditangkap di Medan, Sumatera Utara. Pelaku teror terhadap Hotel Sparks ditangkap di Aceh Utara dan dua pelaku teror bengkel las di Bekasi juga diringkus.
Eko Suprapto, salah satu pelaku teror di Bekasi, menyerahkan diri kepada polisi pada Kamis (26/2) dini hari. Adapun seorang pelaku lain, C Via Triwi, dibekuk pada Kamis pagi.
"Bom ini tidak ada kaitannya dengan teroris, tetapi karena pelaku sakit hati dengan korban (pemilik bengkel las) yang telah memerkosa putrinya," ujar Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Unggung Cahyono.
Saat ditanyai wartawan mengenai alasan dirinya mengirimkan paket bom itu, Eko menjawab, "Semua ini saya lakukan demi anak saya."
Bom yang dimasukkan dalam sebuah paket kotak tersebut dikirimkan ke sebuah bengkel las di Kampung Ciketing Asem, Sabtu (21/2) malam. Paket yang ditujukan kepada Cece, pemilik bengkel, diantar oleh Tasrip, juru parkir, dari sebuah minimarket di Bantargebang. Tasrip mengaku disuruh oleh seorang perempuan dengan imbalan Rp 50.000.
Menurut Unggung, bom tersebut dirakit Eko berdasarkan pengalamannya membuat bom ikan di kampung halaman. Bom berdaya ledak rendah ini menggunakan pemicu ledakan saat paket dibuka.
Mengenai teror bom di ITC Depok, polisi masih belum menemukan pelaku. Saat ditanya apakah bahan peledak tersebut ada kaitannya dengan kelompok atau jaringan teroris tertentu, Unggung menyatakan hal itu masih dalam pengusutan. "Kami masih melakukan penyidikan dan belum bisa menyimpulkan," kata Unggung.
Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Heru Pranoto mengatakan, dari semua kasus teror itu, tidak satu pun yang teridentifikasi terkait situasi atau dinamika politik dalam masyarakat atau isu-isu yang berkembang di dunia internasional. Dari pengakuan para pelaku yang ditangkap, mereka melakukan teror itu semata-mata karena kepentingan pribadi untuk mendapat uang atau balas dendam pribadi kepada korban.
Menurut Heru, kasus-kasus teror bom yang tidak terkait situasi politik nasional atau internasional itu bisa saja terjadi. Hal ini disebabkan keterbukaan dan kemudahan mengakses informasi melalui internet dan media massa lainnya. Selain itu, banyak juga film atau tontonan yang menampilkan "pengadilan jalanan". Semua itu dapat menginspirasi atau mudah dicontoh oleh siapa saja yang mau atau memiliki ide sejalan.
Kepala Bidang Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Rikwanto juga memastikan teror bom yang belakangan terjadi tidak terkait dengan situasi dinamika politik dalam negeri dan internasional. Malah, satu-dua kasus diduga dilakukan oleh orang iseng.
Ia juga memastikan tidak ada latihan khusus untuk kesiapsiagaan kepolisian terkait teror bom, dengan "praktik" langsung di lapangan, semisal meletakkan "benda mencurigakan" di jalan tol. "Praktik atau latihan seperti itu tidak sebanding dengan upaya kami menciptakan rasa aman dan nyaman dalam masyarakat. Latihan seperti itu malah akan menciptakan rasa waswas di masyarakat," katanya.
Baik Heru maupun Rikwanto mengatakan, kepolisian mengapresiasi warga yang peduli dengan cepat melapor ke kepolisian jika menerima ancaman bom atau menemukan benda mencurigakan.
"Situasi keamanan sebetulnya sangat kondusif, tetapi selalu saja ada orang-orang yang iseng atau yang ingin mendapat uang dengan cepat dengan menakut-nakuti orang lain. Menggunakan modus akan meledakkan bom adalah salah satu cara mudah untuk membuat takut sebab bom itu berkesan tanpa kompromi, pelakunya susah dilacak, dan mematikan," tuturnya.
Karena itu, jika mendapat ancaman teror bom, segera saja melapor kepolisian. Ini agar segera didapat kepastian, apakah memang ada bom atau tidak. Selanjutnya petugas bisa segera melacak pelaku dan memberikan kesempatan kepolisian untuk meringkusnya. (RTS/ILO/RAY)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.