Retno mengatakan, dia diduga melanggar Pasal 77 Undang-Undang Perlindungan Anak. Padahal, menurut dia, ia hanya menjalani tugasnya sebagai kepala sekolah yang menghukum siswa saat mereka melanggar aturan.
“Yang saya lakukan ini hanya upaya penegakan aturan, tetapi malah dinilai diskriminasi,” ujar Retno.
Karena itu, Retno menilai, pelaporan terhadap dirinya merupakan bentuk kriminalisasi terhadap pendidik. Apalagi, yang dilaporkan adalah pribadi, yaitu dirinya. Padahal, kata Retno keputusan itu kan berdasarkan hasil rapat dengan dewan pembina, jadi bukan berasal dari keputusan pribadinya.
“Mungkin ini pertama kalinya ada seorang pejabat publik yang ingin menegakkan aturan untuk melindungi anak-anak lainnya kemudian dipidanakan,” ucap perempuan itu.
Meskipun demikian Retno menghormati semua proses hukum terhadapnya. Oleh karena itu ia tetap memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa sebagai terlapor.
Untuk diketahui, Retno memberikan hukuman berupa skors kepada sejumlah siswanya karena telah mengeroyok seorang warga yang juga alumnus SMA tersebut, Erick. Siswa-siswa itu diskors selama 34 hari atau hingga tamat sekolah. Namun, mereka masih dapat mengikuti ujian praktik, ujian sekolah, dan ujian nasional.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.