Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpaksa Kembali Menggunakan Kendaraan Pribadi

Kompas.com - 15/03/2015, 15:21 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Berbeda dengan kampanye pemerintah yang menghimbau warga beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi massal, Tama justru melakukan hal sebaliknya.

Sudah hampir tiga bulan terakhir ini, ia kembali menggunakan mobil pribadinya untuk berangkat kerja. Padahal sebelumnya, ia selalu rutin menggunakan KRL commuter line. Sudah hampir dua tahun ia menjadi pengguna setia layanan transportasi massal tersebut.

Keputusan Tama untuk beralih dari transportasi massal ke kendaraan pribadi dilatarbelakangi perpindahan lokasi kantornya, dari sebelumnya di Jalan Gatot Subroto ke Jalan TB Simatupang, Jakarta Pusat.

Saat kantornya masih di Jalan Gatot Subroto, warga Depok ini kerap menggunakan KRL dari Stasiun Depok Baru menuju Stasiun Cawang, untuk kemudian melanjutkan perjalanan dengan transjakarta.

Menurut Tama, pola perjalanan seperti itulah yang tidak ia temui di lokasi kantornya yang baru, Jalan TB Simatupang. Oleh karena itu ia memutuskan beralih menggunakan mobil pribadinya untuk beraktivitas sehari-hari.

"Kalau gue naik KRL dari Depok, turunnya di mana? (Stasiun) Tanjung Barat. Terus dari situ ke kantor mau lanjut naik apa? Angkot? Ogah!" ujar dia.

Seperti halnya Tama, Rudi (26) juga mengungkapkan hal yang sama. Karyawan swasta yang lebih sering melakukan aktivitas kerja di luar kantornya ini mengatakan, bila sedang bertugas di kawasan TB Simatupang, ia memang terpaksa harus menggunakan sepeda motornya. Hal itu tidak akan berlalu bila ia melakukan aktivitas serupa di kawasan pusat kota.

Rudi kemudian menyontohkan lokasi Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Bila sedang melakukan aktivitas kerja di kawasan tersebut, dapat dipastikan Rudi akan menggunakan layanan KRL commuter line.

Seperti halnya Tama, Rudi juga tinggal di Depok. Bila sedang melakukan aktivitas kerja di Kebon Sirih, Rudi akan memilih naik KRL Commuter Line dari Stasiun Depok Lama ke Stasiun Gondangdia.

"Kalau ke TB Simatupang kan enggak bisa. Jangankan KRL, transjakarta aja enggak ada lewat situ," ujar dia.

Tama dan Rudi hanya sedikit dari warga yang kemungkinan besar mengalami hal yang sama. Ketiadaan layanan transportasi massal yang laik di Jalan TB Simatupang mengharuskan mereka beralih kembali menggunakan kendaraan pribadinya. Kemacetan pun menjadi sesuatu yang rutin di kawasan itu.

Pertumbuhan gedung

Dalam beberapa tahun terakhir,  Jalan TB Simatupang memang terus tumbuh menjadi pusat perkantoran baru di ibu kota. Hal itu berdampak terhadap semakin banyaknya masyarakat yang beraktivitas di kawasan tersebut.

Namun sayangnya, sampai saat ini belum ada satupun layanan transportasi yang laik di jalan yang berlokasi di wilayah selatan Jakarta itu.

Pengamat tata kota Nirwono Yoga mengatakan, tidak tersedianya layanan transportasi umum yang laik  di Jalan TB Simatupang disebabkan karena kawasan itu tidak termasuk dalam perencanaan pemerintah terkait pembangunan transportasi massal, yang diatur dalam program pengembangan pola transportasi makro.

Program tersebut hanya menyinggung soal penyelesaian 15 koridor transjakarta, dan pembangunan mass rapid transit (MRT) untuk rute selatan-utara dan timur-barat. Dan dari semuanya itu,  tak ada satupun yang akan dilakukan di Jalan Simatupang.

"Ini akibat rencana yang diinginkan pemerintah daerah tidak sinkron dengan lahan yang dimiliki pengembang. Karena pada saat penyusunan rencana (pengusaha) tidak dilibatkan, jadinya tidak nyambung," kata Nirwono kepada Kompas.com, Minggu (15/3/2015).

Revisi program

Menurut Nirwono, tidak masuknya kawasan Jalan Simatupang ke dalam perencanaan pemerintah terkait pembangunan transportasi massal, disebabkan kawasan itu pada awalnya bukan diperuntukan untuk kawasan perkantoran.

"Harusnya Jalan TB Simatupang cuma jadi kawasan hunian tempat tinggal, dan sebagian untuk daerah resapan air. Bukan untuk perkantoran skala besar," ujar Nirwono.

Namun, kata dia, pelanggaran tata ruang berupa pemberian izin kepada pengembang membuat semua yang telah direncanakan menjadi kacau balau. Akibatnya, kawasan Jalan TB Simatupang mengalami perubahan fungsi.

"Pemerintah tidak berdaya dalam pengendalian tata ruang. Contohnya di Jalan TB Simatupang. Izin tidak diberikan sesuai rencana tata ruang yang telah dibuat," ucap dia.

Karena saat ini Jalan TB Simatupang telah telanjur berubah menjadi kawasan perkantoran, Nirwono menyarankan agar pemerintah segera melakukan perubahan program pengembangan pola pengembangan transportasi makro. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan pelebaran jalan dan pembangunan sarana transportasi massal.

Khusus untuk poin yang kedua, Nirwono menilai langkah ini perlu dilakukan dengan segera untuk mengakomodir para pekerja yang saat ini jumlahnya terus meningkat di kawasan Jalan TB Simatupang.

"Lakukan revisi program transportasi massal. Sudah saatnya pengembangan transportasi kereta juga dilakukan di kawasan Jalan Tol Lingkar Luar, yang merupakan kawasan Jalan TB Simatupang. Bisa dilakukan dengan membangun jalur kereta layang di atas jalan tol," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Eki Rela Nabung 3 Bulan Sebelum Lebaran demi Bisa Bagi-bagi THR ke Keluarga

Cerita Eki Rela Nabung 3 Bulan Sebelum Lebaran demi Bisa Bagi-bagi THR ke Keluarga

Megapolitan
Polisi Sebut Api Pertama Kali Muncul dari 'Basement' Toko Bingkai 'Saudara Frame' Mampang

Polisi Sebut Api Pertama Kali Muncul dari "Basement" Toko Bingkai "Saudara Frame" Mampang

Megapolitan
Jasad Perempuan Ditemukan Tergeletak di Dermaga Pulau Pari, Wajahnya Sudah Hancur

Jasad Perempuan Ditemukan Tergeletak di Dermaga Pulau Pari, Wajahnya Sudah Hancur

Megapolitan
Pemadaman Kebakaran 'Saudara Frame' Mampang Masih Berlangsung, Arus Lalu Lintas Padat Merayap

Pemadaman Kebakaran "Saudara Frame" Mampang Masih Berlangsung, Arus Lalu Lintas Padat Merayap

Megapolitan
Terjebak Semalaman, 7 Jasad Korban Kebakaran 'Saudara Frame' di Mampang Berhasil Dievakuasi

Terjebak Semalaman, 7 Jasad Korban Kebakaran "Saudara Frame" di Mampang Berhasil Dievakuasi

Megapolitan
Meledaknya Alat Kompresor Diduga Jadi Penyebab Kebakaran Toko Bingkai di Mampang

Meledaknya Alat Kompresor Diduga Jadi Penyebab Kebakaran Toko Bingkai di Mampang

Megapolitan
Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui, Alasan Buka 24 Jam dan Sering 'Video Call'

Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui, Alasan Buka 24 Jam dan Sering "Video Call"

Megapolitan
7 Korban yang Terjebak Kebakaran di Toko Bingkai Mampang Ditemukan Meninggal Dunia

7 Korban yang Terjebak Kebakaran di Toko Bingkai Mampang Ditemukan Meninggal Dunia

Megapolitan
Runtuhnya Kejayaan Manusia Sampan yang Kini Dekat dengan Lubang Kemiskinan Ekstrem

Runtuhnya Kejayaan Manusia Sampan yang Kini Dekat dengan Lubang Kemiskinan Ekstrem

Megapolitan
Kondisi Terkini Kebakaran Saudara Frame Mampang, Api Belum Dinyatakan Padam Setelah 11 Jam

Kondisi Terkini Kebakaran Saudara Frame Mampang, Api Belum Dinyatakan Padam Setelah 11 Jam

Megapolitan
Anak-anak Belanjakan THR ke Toko Mainan, Pedagang Pasar Gembrong Raup Jutaan Rupiah

Anak-anak Belanjakan THR ke Toko Mainan, Pedagang Pasar Gembrong Raup Jutaan Rupiah

Megapolitan
Petantang-petenteng Sopir Fortuner yang Ngaku Anggota TNI: Bermula Pakai Pelat Dinas Palsu, Kini Terancam Bui

Petantang-petenteng Sopir Fortuner yang Ngaku Anggota TNI: Bermula Pakai Pelat Dinas Palsu, Kini Terancam Bui

Megapolitan
Polisi Usut Laporan terhadap Pendeta Gilbert Lumoindong atas Dugaan Penistaan Agama

Polisi Usut Laporan terhadap Pendeta Gilbert Lumoindong atas Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Asap Masih Mengepul, Damkar Belum Bisa Pastikan Kapan Pemadaman Toko Bingkai di Mampang Selesai

Asap Masih Mengepul, Damkar Belum Bisa Pastikan Kapan Pemadaman Toko Bingkai di Mampang Selesai

Megapolitan
Momen Lebaran, Pelanggan Borong Mainan sampai Rp 1 Juta di Pasar Gembrong Jatinegara

Momen Lebaran, Pelanggan Borong Mainan sampai Rp 1 Juta di Pasar Gembrong Jatinegara

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com