Kongkalikong itu terjadi dalam bentuk penggelembungan anggaran serta penyusupan program pokok pikiran (pokir) DPRD.
"Teman-teman saya bilang, saya masih lumayan keluarin 'bahasa toilet' karena saya sudah enggak tahan. Saya betul-betul muak dengan kemunafikan, kepura-puraan dengan sistem oknum pejabat yang hidup mewah-mewah, sementara rakyat enggak bisa hidup," kata Basuki di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (20/3/2015).
Keprihatinannya inilah yang membuat dia ingin mengubah tradisi buruk tersebut. Basuki mengaku tak takut dimusuhi semua orang dan ditembak akibat sikapnya saat ini, seperti saat ia menemukan adanya usulan anggaran sebesar Rp 12,1 triliun ke dalam RAPBD 2015.
Anggaran itu, menurut Basuki, lebih baik dialokasikan untuk program-program penanggulangan banjir, kemacetan, peningkatan pendidikan, dan lain-lain dibandingkan digunakan untuk membeli perangkat uninterruptible power supply (UPS), alat kebugaran, dan scanner di sekolah-sekolah.
Lebih lanjut, Basuki mengaku selalu mengingat ajaran ayahnya, Indra Tjahaja Purnama, untuk menjadi pejabat yang baik dan berpihak kepada rakyat. Sebab, hanya dengan menjadi pejabat publiklah seseorang dapat memenuhi kebutuhan warga kurang mampu.
"Saya masuk ke politik karena itu. Saya bisa masuk ke politik karena kemarahan. Saya sebagai pengusaha enggak mampu menolong orang miskin. Makanya, jujur saja, saya jadi politisi di tengah kemarahan. Kemarahan melihat oknum pejabat yang korup, tetapi santun luar biasa dan rakyat begitu miskin, makanya saya marah. Itu kemuakan hati saya saja. Makanya, saya enggak bisa nahan (amarah) ya keluar ('bahasa toilet')," ujar Basuki. (Baca: Ahok: Saya Minta Maaf Bawa "Bahasa Toilet")
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.