Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Kali Cipinang: Di Mana Wakil Rakyat Saat Kami Menderita?

Kompas.com - 30/03/2015, 16:43 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pagar jembatan di Kanal Banjir Timur (KBT), Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, dicoret-coret oleh warga Kali Cipinang dan ditempeli spanduk menolak rencana penggusuran, Senin (30/3/2015).

Spanduk protes yang dipasang itu bertuliskan "Kami warga RT 12 RW 06 siap direlokasi (dari) tempat kami dan siap dibongkar, tapi anggaplah kami manusia jangan perlakukan kami seperti hewan. Tanpa ada pengganti! Janji tinggal janji!!"

Ada juga spanduk bertuliskan "ngakunya pro rakyat *nyatanya bikin rakyat sengsara!!! Suara rakyat', dan 'di mana wakil rakyat saat rakyat menderita, hanya diam saja???"

Aksi protes terkait rencana penertiban untuk pembangunan sodetan di Kali Ciliwung menuju KBT. Wilayah tersebut rencananya bakalan terkena proyek pembangunan teras sodetan Ciliwung-KBT.

Dede alias Ucok (40), salah satu warga RT 12 RW 06, mengatakan, rencana penggusuran itu mendadak muncul melalui selebaran yang ditujukan kepada warga, satu minggu lalu. Surat yang dibagikan kepada warga berasal dari Satpol PP Jakarta Timur.

Surat itu berisi permintaan kepada warga untuk mengosongkan bangunan dan membongkar sendiri bangunan karena tak memiliki izin mendirikan bangunan di atas bantaran Kali Cipinang.

"Kami tahu ini tanah pemerintah, tetapi warga di sini berharap ada ganti rugi, ya untuk bangunannya-lah," kata Dede yang ditemui Kompas.com di permukiman tersebut, Senin sore.

Dede melanjutkan, warga mendukung rencana pemerintah, asalkan diberikan ganti rugi.

"Warga di sini bukan enggak mau digusur, cuma ada kebijaksanaan pemerintahlah. Ada ganti rugi selayaknya," ujar pria yang mengaku sudah tinggal di wilayah itu sejak tahun 2002 ini.

Menurut Dede, wilayah RT 12 RW 06 yang terancam kena gusuran itu memiliki 197 keluarga (KK). Sebanyak 97 KK di antaranya, lanjut dia, adalah pemilik bangunan tetap. Sisanya adalah pengontrak. Waeti (41), warga di wilayah yang sama, yang juga memiliki bangunan tempat tinggal, juga mengungkapkan hal senada.

Waeti meminta pemerintah memberikan ganti rugi kepadanya. "Kami pengin pemerintah ngerti, ada ganti rugi buat kami," ujar wanita yang mengaku sudah tinggal selama 17 tahun di wilayah itu.

Waeti tak setuju soal relokasi ke rusun. Sebab, dia melanjutkan, menempati rusun memerlukan biaya. "Kalau relokasi, enggak mau. Kan ngangsur bayar juga. Kalau gratis sih enggak apa. Itu kan kayak orang kredit rumah," ujar Waeti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com