Menyaksikan lakon ini rasanya Teater koma menemukan kembali performanya sebagai kelompok teater yang menghibur sekaligus pembawa pesan kekinian, lengkap dengan dialog-dialog bernas yang kadang lucu kadang sarkastis, musiknya yang ditata rapi, demikian juga artistik panggung serta tata busana dan tata cahaya yang ditangani serius.
Pementasan Opera Ular Putih diangkat dari legenda tua asli Tiongkok dan sebelumnya pernah
ditampilkan di tempat yang sama pada tahun 1994. Pementasan ini berkisah tentang siluman
Ular Putih yang ingin menjadi seorang manusia sehingga ia bertapa selama 1000 tahun. Karena usaha dan kebaikan yang ada dalam dirinya, para dewa mengabulkan permintaannya dan ia pun menjelma seorang wanita cantik jelita bernama Pehtinio. Bersama dengan adiknya yaitu siluman Ular Hijau yang juga menjelma menjadi seorang manusia bernama Siocing, mereka pun menjalani kehidupan sebagai manusia biasa.
Cerita berlanjut ketika Tinio bertemu pemuda bernama Kohanbun yang merupakan reinkarnasi dari orang yang dulu pernah menolong Ular Putih ratusan tahun yang lalu, Tinio pun bertekad untuk menjadi istri dari Kohanbun. Namun, kedamaian mereka terusik ketika Kohanbun bertemu dengan Gowi, seorang peramal yang memberitahu bahwa istrinya adalah seekor siluman ular jahat, tidak peduli segala kebaikan yang dilakukan Tinio. Sehingga muncul berbagai pertanyaan, Apakah yang dikutuk sebagai kejahatan memang benar kejahatan? Apakah hal yang diagungkan sebagai kebaikan hanya merupakan kedok suatu kebusukan? Dalam kisah ini dituturkan juga tentang pengorbanan, kebijaksanaan dan cinta.
Legenda tua Tiongkok ini tetap masih kontekstual di zaman sekarang. Pertanyaan-pertanyaan bernada protes dari rakyat kepada penguasa masih saja membentur tembok dan tak berarti apa-apa. Perilaku penguasa yang suka iseng dengan aturan-aturan yang dibuat namun kerap dilanggar sendiri, menjadi renungan yang bisa dibawa pulang oleh penonton.
Sosok Tinio yang bekas siluman (si jahat) yang berupaya menjadi manusia yang baik, tetap saja dicap sebagai si jahat yang harus dibasmi. Itulah yang kerap kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari; sulit memaafkan figur-figur bekas orang jahat yang sudah berubah menjadi baik.
Menyaksikan pergelaran kali ini, mata kita sungguh dimanja oleh sentuhan artistik yang menghiasi seluruh panggung dan penampilnya. Meski didominasi nuansa China, namun pertunjukan kali ini juga menampilkan sentuhan kreatif terutama pada kostum yang dipakai oleh para pemain. Kostum pemain yang dirancang oleh Rima Ananda Oemar yang memperlihatkan perpaduan motif batik khas Indonesia nan indah pada bentuk busana khas Tiongkok dan dimodifikasi dengan batik motif Sidomukti, Megamendung, hingga Lereng. Ditambah dengan tata rias oleh Sena Sukarya, sehingga semua unsur ini akan memperlihatkan percampuran dua budaya dan mewakili semangat akulturasi budaya.
“Untuk kostum yang dipakai oleh pemain, saya memasukkan unsur batik. Karena cerita ini
merupakan legenda yang berasal dari Tiongkok, saya ingin unsur Indonesia tetap ada dan kental di mata masyarakat. Selain itu, jika produksi ini dipentaskan di luar negeri, orang-orang akan sadar bahwa Pertunjukan Opera Ular Putih ini merupakan karya dari seniman Indonesia. Saya juga mengutamakan kenyamanan dalam pembuatan kostum sehingga para pemain bisa bergerak bebas sesuai dengan karakter perannya masing-masing,” ujar Rima Ananda Oemar, penata kostum Teater Koma.
Didukung oleh Djarum Apresiasi Budaya, kelompok teater pimpinan N Riantiarno ini mempersembahkan lakon berjudul Opera Ular Putih yang juga merupakan produksi ke-139.
“Lakon Opera Ular Putih diangkat dari kisah klasik Tiongkok yang berjudul Oh Peh Coa yang kemudian naskahnya dibuat pada tahun 1994. Secara garis besar pementasannya tidak akan jauh berbeda, namun terdapat hal kekinian yang akan dipentaskan nanti. Pertanyaan yang diajukan akan tetap relevan: Masih sanggupkah kita membedakan siapa manusia dan siapa siluman? Semoga penonton dapat mengambil makna yang kaya akan pesan moral tersirat yang berusaha kami sampaikan dalam lakon ini,” tutur Nano Riantiarno, sang penyadur naskah dan sutradara pementasan ini.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan