JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono, didakwa melakukan tindak pidana korupsi pengadaan bus transjakarta tahun 2012-2013. Atas perbuatannya, Pristono diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp 63,9 miliar.
Dishub DKI mulanya menyediakan anggaran untuk proyek pengadaan transjakarta tahun 2012 senilai Rp 152 miliar. Anggaran tersebut diubah menjadi Rp 137 miliar dalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah Dishub DKI Jakarta.
Pristono kemudian mengangkat Sekretaris Dishub DKI Jakarta sebagai Kuasa Pengguna Anggaran sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dan Gusti Ngurah Wirawan sebagai Ketua Panitia Pengadaan Armada Transjakarta Paket I dan II tahun 2012.
"Udar Pristono menugaskan tim dari BPPT untuk melaksanaan perencanaan pengadaan Transjakarta paket I dan II," ujar jaksa Victor Antonius di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (13/4/2014).
Dalam dakwaan, Pristono menerima hasil pekerjaan perencanaan pengadaan bus transjakarta Paket I dan II dari tim BPPT dan menyerahkannya kepada Hasbi selaku pejabat pembuat komitmen (PPK).
"Udar Pristono menyerahkan tanpa memberikan petunjuk untuk dikaji ulang, padahal Udar mengetahui yang berwenang membuat dan menyusun spesifikasi, HPS, serta dokumen pengadaan oleh PPK yaitu Hasbi," ujar jaksa Victor.
Jaksa mengatakan, pada 14 Mei 2012, dilakukan pelelangan pengadaan transjakarta Paket I sebanyak 18 unit. Lelang tersebut dimenangkan oleh PT Industri Kereta Api dengan kerja sama operasi (KSO) Karoseri CV Laksana dan CV Trisakti. Nilai pekerjaan itu sebesar Rp 67.824.000.000.
Selanjutnya, dilakukan lagi pelelangan pengadaan transjakarta Paket II sebanyak 18 unit. Paket ini dimenangkan oleh PT Saptaguna Daya Prima dengan biaya proyek sebesar Rp 66.573.000.000.
"Meskipun 18 unit transjakarta yang disediakan PT Saptaguna Daya Prima tidak memenuhi spesifikasi teknis, Pristono tetap menyetujui melakukan pembayaran lunas sebesar Rp 59.876.500.000," kata Victor.
Namun, terdapat selisih antara pembayaran yang diterima perusahaan tersebut dan realisasi biaya untuk pengadaan transjakarta sebesar Rp 8.573.454.000. Jumlah ini diduga sebagai kerugian negara.
Selain itu, terdapat ketidaksesuaian anggaran untuk kelebihan honor pekerjaan perencanaan, pembayaran honor konsultan pengawas, pembayaran honor tim pengendali teknis, dan honor tim pendamping teknis. Jika ditotal, kerugian negara dalam proyek pengadaan transjakarta tahun 2012 sebesar Rp 9.576.562.750.
Sementara itu, dalam pengadaan transjakarta tahun 2013, Pristono dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp 54.389.065.200. Sama seperti yang dilakukan dalam pengadaan transjakarta tahun sebelumnya, Pristono tetap menyetujui pembayaran sejumlah paket pengadaan meskipun ia mengetahui bahwa bus-bus tersebut tidak memenuhi spesifikasi teknis.
"Bahwa dengan adanya pembayaran tersebut, secara langsung atau tidak langsung telah memperkaya para penyedia barang," kata jaksa.
Atas dakwaan pertama, Pristono diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 199 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.