Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Air Bersih Murah dan Layak Konsumsi

Kompas.com - 29/04/2015, 18:05 WIB
JAKARTA, KOMPAS - Penyediaan air bersih oleh perusahaan penyuplai air bersih yang dimiliki Pemerintah Daerah Khusus Ibu kota (DKI Jakarta) masih jauh dari kebutuhan warga Jakarta.

Direktur Utama PT PAM Jaya Sri Widiyanto Kaderi mengatakan, saat ini pihaknya melayani 60 persen pelanggan dari seluruh warga Jakarta, atau sekitar 5,8 juta orang, melalui perpipaan langsung. Ada juga 11 persen pelanggan yang dilayani melalui perpipaan tidak langsung, seperti hidran atau kios air. Padahal, jaringan pipa sebenarnya sudah menjangkau 80 persen warga, tetapi jumlah air yang disalurkan terbatas (Kompas, 5/3).

Keterbatasan perusahaan milik daerah ini juga tecermin dari jawaban peserta jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas awal April lalu.

Air dari PAM Jaya dan air sumur ternyata dinilai kurang baik untuk dikonsumsi. Sebanyak 65 persen warga Jakarta memilih air minum dalam kemasan yang dianggap lebih higienis untuk memasak dan minum. Air yang biasa dikemas dalam galon ini populer di seluruh lapisan masyarakat, baik di kalangan peserta jajak pendapat yang berasal dari kelompok ekonomi rendah maupun golongan pendapatan tinggi.

Kualitas air PAM Jaya diragukan warga karena air bakunya dari sungai-sungai di Ibu Kota dan sekitarnya yang rentan akan pencemaran. Saat musim hujan tiba, air PAM kerap berwarna coklat.

Bahkan, ada konsumen PAM Jaya yang berhenti berlangganan lantaran kesal dengan air yang kotor pada musim hujan. "Sejak buat sumur bor sendiri, saya berhenti langganan air PAM karena airnya sering kali kotor pada musim hujan," cerita Siti (63), warga Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Masyarakat juga enggan mengonsumsi air tanah dari sumur. Air dari sumur rentan terhadap pencemaran bakteri e-coli, yakni bakteri dari rembesan septik tank atau penampungan kotoran manusia yang jaraknya terlalu dekat dengan sumur. Pemukiman padat di Jakarta selama ini menyulitkan untuk membuat septik tank dengan jarak ideal, yaitu 10 meter dari sumur bor.

Kekurangan air ini sebenarnya bisa tertolong sedikit dengan perbaikan pola penggunaan air bersih masyarakat, seperti perubahan cara mandi. Namun, hanya satu dari lima warga yang menggunakan pancuran atau shower untuk mandi. Lebih dari separuh menggunakan bak mandi sehingga membuang air lebih banyak.

KOMPAS Pemanfaatan air rumah tangga
Membengkak

Menurut catatan PAM Jaya, kebutuhan air bersih di Jakarta pada tahun ini sekitar 29.400 liter per detik. Dari jumlah ini, hanya 60,6 persen yang bisa dipenuhi dan menyisakan defisit air 10.000 liter per detik.

Pertambahan penduduk yang mendorong kenaikan kebutuhan air tanpa diikuti peningkatan kapasitas produksi menyebabkan permasalahan kian runyam. Layanan PAM Jaya sulit ditingkatkan akibat kesulitan memperoleh air baku dan juga kebocoran air di jaringan perpipaan. Defisit pemenuhan kebutuhan air oleh PAM Jaya dipre-diksi akan membengkak dua kali lipat 10 tahun mendatang.

Selain itu, penyedotan air tanah untuk berbagai keperluan mengakibatkan permukaan air tanah turun dan tanah ambles. Menurut Kepala Badan Geologi R Sukhyar dalam laman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, kondisi cekungan air tanah Jakarta saat ini memasuki zona kritis hingga rusak akibat eksploitasi air tanah di atas ambang batas normal yang direkomendasikan, yaitu 20 persen. Faktanya, hingga sekarang eksploitasi air tanah sudah mencapai 40 persen.

Tarif mahal

Jika dianggap sebagai komoditas langka, air bersih bisa saja dihargai lebih tinggi. Sayangnya, kualitas air yang kurang memuaskan menyebabkan dua dari lima responden menganggap tarif air PAM Jaya saat ini mahal. Dengan Rp 7.000 per meter kubik, tarif air Jakarta salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara. Pelanggan pun bersiasat. "Saya punya sumur bor tapi langganan PAM, tapi air PAM jarang dipakai karena mahal. Cuma cadangan kalau listrik mati" kata Wati (50), warga Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Dikabulkannya gugatan Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta atas privatisasi air di Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bisa berdampak baik bagi penyediaan air bersih. Pemerintah sebagai pengelola akan mempunyai kesempatan agar perusahaan milik daerah ini tak lagi berorientasi pada keuntungan, tetapi fokus pada masyarakat. Akibatnya, kualitas layanan akan meningkat, dan sebaliknya harga bisa diturunkan. Semoga saja harapan warga mendapat air bersih yang murah dan layak konsumsi bisa segera terpenuhi. (UMI KULSUM/LITBANG KOMPAS)

------------

Artikel ini sebelumnya ditayangkan di harian Kompas edisi Rabu, 29 April 2015, dengan judul "Menanti Air Bersih Murah dan Layak Konsumsi".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Farhat Abbas Daftar Jadi Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Farhat Abbas Daftar Jadi Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
Siswa SMP di Palmerah Ditemukan Gantung Diri di Kamarnya

Siswa SMP di Palmerah Ditemukan Gantung Diri di Kamarnya

Megapolitan
Selain Gerindra, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Juga Mendaftar Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Selain Gerindra, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Juga Mendaftar Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
Keluarga Pemilik Toko Bingkai 'Saudara Frame' yang Kebakaran Dikenal Dermawan

Keluarga Pemilik Toko Bingkai "Saudara Frame" yang Kebakaran Dikenal Dermawan

Megapolitan
Ratusan Orang Tertipu Beasiswa S3 di Filipina, Percaya karena Pelaku Pernah Berangkatkan Mahasiswa

Ratusan Orang Tertipu Beasiswa S3 di Filipina, Percaya karena Pelaku Pernah Berangkatkan Mahasiswa

Megapolitan
 Aksi Lempar Botol Warnai Unjuk Rasa di Patung Kuda

Aksi Lempar Botol Warnai Unjuk Rasa di Patung Kuda

Megapolitan
Polisi Belum Bisa Pastikan 7 Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Satu Keluarga atau Bukan

Polisi Belum Bisa Pastikan 7 Korban Kebakaran "Saudara Frame" Satu Keluarga atau Bukan

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi Bersama Kontras Tuntut Kemerdekaan Palestina

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi Bersama Kontras Tuntut Kemerdekaan Palestina

Megapolitan
Massa Gelar Demo di Patung Kuda, Tuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024

Massa Gelar Demo di Patung Kuda, Tuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024

Megapolitan
Ada Demo di Patung Kuda, Arus Lalin Menuju Harmoni via Jalan Medan Merdeka Barat Dialihkan

Ada Demo di Patung Kuda, Arus Lalin Menuju Harmoni via Jalan Medan Merdeka Barat Dialihkan

Megapolitan
Ini Daftar Identitas Korban Kebakaran 'Saudara Frame'

Ini Daftar Identitas Korban Kebakaran "Saudara Frame"

Megapolitan
Acungi Jempol Perekam Sopir Fortuner Arogan yang Mengaku TNI, Pakar: Penyintas yang Berani Melawan Inferioritas

Acungi Jempol Perekam Sopir Fortuner Arogan yang Mengaku TNI, Pakar: Penyintas yang Berani Melawan Inferioritas

Megapolitan
Fraksi PKS DKI Nilai Penonaktifan NIK Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Tak Adil

Fraksi PKS DKI Nilai Penonaktifan NIK Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Tak Adil

Megapolitan
Identitas 7 Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Belum Diketahui

Identitas 7 Korban Kebakaran "Saudara Frame" Belum Diketahui

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Telan Anggaran Rp 22 Miliar, untuk Interior hingga Kebutuhan Protokoler

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Telan Anggaran Rp 22 Miliar, untuk Interior hingga Kebutuhan Protokoler

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com